Baginda Nabi Shallallahu ’alaihi wa sallam mengajarkan kepada kita tuntunan syariat yang mulia ketika terjadi gerhana matahari maupun gerhana bulan, yaitu ada tujuh hal (sebagaimana dalam hadits-hadits tentang gerhana):
- Shalat gerhana
- Berdoa
- Beristighfar
- Bertakbir
- Berdzikir
- Bershadaqah
- Memerdekakan budak
(Lihat HR. Al-Bukhari no. 1040, 1044, 1059, 2519; Muslim no. 901, 912, 914)
Ini dilakukan sejak awal terjadinya gerhana, hingga berakhirnya, yang ditandai dengan kembalinya cahaya matahari atau bulan seperti sedia kala.
Di antara doa yang beliau perintahkan adalah BERLINDUNG DARI ADZAB KUBUR. Karena gerhana mengakibatkan suasana gelap meskipun pada siang hari, dan dalam suasana tersebut hati manusia pasti dihinggapi rasa takut. Suasana yang demikian mengingatkan kita akan suasana di alam kubur kelak. (Lihat Fathul Bari hadits no.2519)
Karena gerhana merupakan peringatan akan adzab, maka sangat tepat dianjurkan pada kesempatan tersebut untuk memerdekakan budak, sebab amal tersebut bisa memerdekakan seseorang dari api neraka. (Lihat Fathul Bari hadits no. 2519).
Tidak melakukan Shalat Gerhana kecuali bila gerhananya TERLIHAT
Sabda Nabi Shallallahu ’alaihi wa sallam di atas, ”Apabila kalian MELIHAT (gerhana) matahari atau bulan, maka berdoalah kepada Allah dan shalatlah.”
Nabi Shallallahu ’alaihi wa sallam mengaitkan pelaksanaan shalat gerhana dengan ”melihat (ru’yah)”.
Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan, ”… karena pelaksanaan shalat (gerhana) dikaitkan dengan ru’yah.” (Lihat Fathul Bari hadits no. 1041).
Artinya, apabila telah diperkirakan dengan hisab astronomis terjadi gerhana namun terhalangi oleh langit yang mendung, maka TIDAK DILAKUKAN SHALAT GERHANA.
Atau gerhana terjadi di wilayah lain/ belahan bumi lainnya, sehingga tidak terlihat. Misalnya gerhana terjadi di Eropa, tidak terjadi di Indonesia, maka orang Indonesia tidak disyariatkan untuk melaksanakan shalat gerhana.
▪Atau terjadinya gerhana matahari setelah tenggelamnya matahari,
▪ atau gerhana bulan setelah terbitnya matahari sehingga tidak bisa teramati, maka tidak ada shalat gerhana pula.
sumber : buletin "al-Ilmu edisi 21/V/IX/1434
Majmu'ah Manhajul Anbiya