Sedih rasanya jika mendengar seorang pemuda mengatakan, “Aku ingin bekerja saja”.
Jika bekerja adalah opsi terakhir dan pilihan yang tak terelakkan, bisalah dimaklumi. Namun, sangat menyakitkan dan menyayat hati, jika hal itu dijadikan pelarian atau pelampiasan untuk tidak lagi thalabul ilmi.
Tidakkah engkau tahu, bekerja sebagai ujud mengarungi lautan dunia, adalah perjalanan panjang. Bekerja itu bukan sebatas bekerja. Engkau bekerja bukan lalu menerima gaji kemudian dihabiskan untuk senang-senang. Bekerja itu bukan hanya urusan uang.
Bekerja adalah ruang hidup yang penuh kebosanan, tekanan, pertentangan, persaingan, godaan-godaan haram, rayuan-rayuan syahwat, dan penat yang tak berujung.
Jika tidak memiliki bekal agama yang memadai, engkau bakal menjadi santapan serigala-serigala dunia. Jika ilmu mu tidak cukup, engkau hanya sebagai korban keserakahan. Apabila imanmu lemah, engkau akan teronggok bagai sampah. Jika tidak mengerti bagaimana bekerja harus bernilai ibadah, nantinya engkau hidup sebagai budak.
Coba bertanya! Bertanyalah kepada mereka yang pernah menjadi robot-robot pabrik. Bertanyalah kepada mereka yang sempat menjadi budak-budak rupiah. Bertanyalah kepada mereka yang dahulunya dijadikan bidak-bidak uang.
Bukankah tidak sedikit dari mereka yang berkesimpulan, “Aku harus berhenti dari semua ini” dan “Aku harus memulai hidup dalam thalabul ilmi”.
Ibnu Qudamah (Mukhtasar Minhajul Qashidin hal.193) mengutip kalimat bijak yang berbunyi, “ Orang yang berambisi terhadap dunia, ibarat minum air laut. Setiap kali meneguknya, justru semakin bertambah haus.Sampai hal itu membunuhnya”
Mengerikan! Namun, itulah kenyataan!
Berapa banyak yang terbunuh karena persaingan dunia? Berapa banyak yang bunuh diri karena tekanan pekerjaan? Sangat banyak yang mengalami depresi karena bekerja. Tak terhitung yang mati sia-sia hanya karena mengejar keutungan yang spekulatif. Dan, banyak orang yang mati rasa karena menghalalkan segala cara.
Untukmu anak muda yang ingin bekerja, punya uang, lalu bisa bersenang-senang...
Ingatlah bahwa dunia ini hanyalah sampah.
Imam Ahmad (Az Zuhud hal 97) menyebutkan riwayat Umar bin Khatab yang berkeliling membawa rombongan lalu berhenti di muka lokasi pembuangan sampah.
Cukup lama Umar berhenti dan berdiri. Sementara nampak terlihat, rombongan tidak nyaman dan merasa terganggu dengan pemandangan dan bau busuknya.
Di saat itulah, Umar bin Khatab mengingatkan kita semua;
«هَذِهِ دُنْيَاكُمُ الَّتِي تَحْرِصُونَ عَلَيْهَا»
“Sudah inilah dunia yang kalian berambisi mengejarnya”
Ibnu Qudamah (Mukhtasar hal.193) juga menyebutkan ulama Salaf yang mengajak murid-muridnya menuju lokasi pembuangan sampah.
Di sana, sang guru mengingatkan, “ Coba perhatikan! Inilah ujung dari buah-buahan, daging, madu, dan minyak yang mereka makan”
Begitulah dunia! Dunia adalah sampah yang diperebutkan.
Masruq bin al Ajda' mengajak keponakannya naik ke atas menara di kota Kufah. Dari atas ketinggian sambil melihat-lihat, Masruq berbicara, “Maukah aku perlihatkan dunia kepadamu? Inilah dunia! Mereka makan sampai habis. Mereka berpakaian hingga usang. Mereka berkendaraan dan akhirnya dibuang. Mereka menumpahkan darah karena dunia. Mereka menghalalkan yang haram hanya demi dunia. Dan mereka memutuskan silaturahmi disebabkan dunia” (Hilyatul Auliya 2/97)
Bukannya tidak boleh bekerja. Namun, ukurlah dirimu. Nilailah kadarmu sendiri!
Apakah bekerja itu bagimu telah bernilai ibadah?
Apakah bekerja dapat membantumu meningkatkan ibadah?
Ataukah?
Bekerja adalah pelarianmu dari ibadah?
Bekerja menjadi alasanmu meninggalkan ibadah?
Bekerja justru memperberat langkahmu untuk beribadah?
Bekerja itu tidak semudah yang dibayangkan. Mumpung masih muda, kumpulkanlah bekal cukup agar bekerjamu menjadi ibadah.
Bagaimana bisa bekerjamu akan bernilai ibadah, jika engkau ; masih terbiasa tidur pagi, masih susah menjaga salat, masih senang begadang malam, masih kecanduan game, masih ketagihan film-film bohongan, bagaimana bisa?
Bagaimana bisa niatmu ingin bekerja dapat diterima apabila engkau ; belum bisa membagi waktu, belum bisa membuat rencana hidup, belum mampu mengelola keuangan, belum bisa disiplin, dan belum bisa mengatur diri sendiri, bagaimana akan bisa?
Jika masih juga belum bisa melakukan hal-hal di atas, silahkan saja dinikmati nanti, bagaimana pahitnya menjadi robot kerja tanpa rasa, bagaimana deritanya menjadi budak dunia, dan seperti apa sengsaranya menjadi pengorek-orek sampah dunia. Apalagi jika akhirnya menjadi sampah itu sendiri. Wal 'iyaadzu billah
Pendopo Lama, 23 Oktober 2021 Bakda Isya
t.me/anakmudadansalaf