Veteran Perang; Simbol Keberanian
[ Serial Kisah Para Shahabat ] 01
Uhud, tahun 3 Hijriyah; merupakan saksi kepahlawanan para shahabat dalam membela agama Allah. Tatkala pasukan kuffar dengan bengisnya menyerang Nabi Muhammad ﷺ, para shahabat dengan tangkas menangkis serangan-serangan yang terarah kepada beliau.
Suara dentingan pedang dan desiran anak panah menambah semakin mencekamnya keadaan. Namun, hal itu tidaklah menyurutkan semangat juang para shahabat.
Di tengah berkecamuknya perang, berdirilah dua prajurit kakak beradik gagah berani. Bertempur untuk mencari salah satu dari dua kebaikan; menang dengan ditinggikannya kalimat Ilahi atau tewas sebagai syahid.
Ketika itu, baju besi sang Kakak terlepas sehingga menjadi rawan mendapat serangan mematikan dari para musuh yang semakin membringas. Karena khawatir, si Adik berseru, "Hai saudaraku, pakailah baju besiku, gunakanlah untuk berperang". Namun sang Kakak menjawab, "Aku juga berharap syahid seperti yang kamu harapkan. Hai Umar!". Umar pun melempar baju besinya kemudian ikut tempur bersama kakaknya tanpa berbaju besi. Sungguh, pemandangan semangat juang yang luar biasa! Dua prajurit gagah melambangkan keberanian. Dengan gigih membela kebenaran, meninggikan kalimat Ilahi.
°°°°
Iya, dia adalah kakaknya Umar bin Khattab. Nama lengkapnya adalah Zaid bin Al-Khattab bin Nufail Bin Abdil Uzza bin Riyah. Nasabnya bertemu dengan Nabi ﷺ pada kakek yang ketujuh; yaitu Ka'ab bin Luay. Abu Abdirrahman Al-Adawy Al-Qurasy.
Zaid lebih tua dari Umar. Ibunya adalah Asma bintu Wahb bin Habib dari Bani Asad. Sedangkan ibunya Umar adalah Hantamah bintu Hasyim bin Al-Mughirah Al-Makhzumiyah.
Zaid memiliki perawakan yang tinggi jangkung. Berkulit cokelat terang. Beliau termasuk generasi awal mujahirin. Mengikuti perang Badr, perang Uhud, perang Khandaq, perjanjian Hudaibiyyah, dan semua peperangan bersama Rasulullah ﷺ.
Zaid lebih dulu masuk Islam daripada Umar. Hal itu disaksikan oleh Umar ketika datang kepadanya berita tewasnya Zaid dalam perang Yamamah. Umar berkata, "Semoga Allah merahmati Zaid. Dia lebih dulu masuk Islam. Dan lebih dulu mati syahid".
Ketika Rasulullah ﷺ mempersaudarakan antara Muhajirin dan Anshar, beliau mempersaudarakan antara Zaid dengan Ma'an bin Adi Al-Anshari Al-Ajlaniy. Keduanya sama-sama tewas di perang Yamamah.
°°°°
Pada suatu hari, Rasulullah ﷺ melewati beberapa perkumpulan orang. Kemudian beliau bersabda,
إن فيكم لرجلا ضرسه في النار أعظم من أحد
"Sesungguhnya di tengah-tengah kalian ada seorang yang gigi gerahamnya di dalam Neraka lebih besar daripada gunung Uhud".
Bak petir di siang bolong. Kemelut getir meliputi mereka saat mendengar berita ini. Berita mengerikan bahwa salah satu dari mereka akan ada yang mati di atas kekafiran; masuk Neraka kekal di dalamnya. Masing-masingnya khawatir kalau yang dimaksud oleh Rasulullah ﷺ adalah dirinya.
Semua yang mendengar berita ini satu persatu meninggal dunia di atas kebaikan. Tersisa dua orang. Rasa takut semakin membayang mereka. Dua orang itu adalah Abu Hurairah dan Rajjal bin 'Unfuwah.
Saat mengingat berita dari Nabi ini, Abu Hurairah semakin khawatir. Terasa gelap, merasa dirinya lah yang akan binasa. Terlebih saat ia melihat Rajjal yang tekun beribadah, khusuk, banyak shalat dan puasa.
Namun malang menimpa Rajjal bin Unfuwah. Dialah orang yang dimaksud oleh Rasulullah ﷺ. Setelah Nabi ﷺ wafat, Rajjal murtad dan bergabung bersama Musailamah Al-Kadzdzab; si Nabi Palsu. Khalifah Abu Bakr Ash-Shiddiq mengutus Rajjal ke bani Hanifah untuk menyadarkan mereka dari kedustaan Musailamah. Namun, ketika berhadapan dengan Musailamah ia pun diberi harta yang banyak dan dijanjikan setengah kerajaan oleh Musailamah. Rajjal pun luluh di hadapan Musailamah Al-Kadzdzab dan menjadi pengikutnya. Dengan terang-terangan dia mengatkan, "Musailamah berserikat dengan Muhammad dalam kenabian".
Fitnah yang ditimbulkan oleh Rajjal ini menjadi lebih besar daripada fitnahnya Musailamah itu sendiri. Dengan sebabnya, banyak manusia tertipu dan menjadi pengikut Musailamah si pendusta. Manusia pun berkumpul di bani Hanifah mengikuti Musailamah hingga mencapai 40.000.
Ambillah pelajaran wahai kawan. Lihatlah bagaimana Rajjal bin Unfuwah murtad padahal sebelumnya rajin beribadah dan termasuk ahli Qur'an. Maka setinggi-tinggi ilmu yang kamu miliki, jangan membuatmu lupa diri. Itu bukan jaminan keselamatan bilamana kamu bersikap angkuh. Banyaknya ibadah yang sudah kamu kerjakan, jangan membuatmu terlena berasa aman dari fitnah. Itu bukan jaminan, selama kamu mengerjakannya tidak jujur dan ikhlas.
Nabi ﷺ bersabda,
إن أحدكم ليعمل بعمل أهل الجنة حتى ما يكون بينه بينها إلا ذارع فيسبق عليه الكتاب فيعمل بعمل أهل النار فيدخلها
"Sesungguhnya salah seorang kalian ada yang beramal dengan amalannya penghuni surga hingga antara dia dengan surga sejarak satu hasta, namun catatan kitabnya mendahuluinya, maka dia pun mengamalkan amalannya penghuni neraka, kemudian dia pun masuk neraka" HR. Bukhari dan Muslim.
Jujurlah dalam berbuat. Ikhlaslah dalam beramal. Semata mencari ridha Allah Ta'ala. Bukan tendesi duniawi bukan pula puja-puji manusia. Mengertilah, masa lalu indah bukan jaminan masa depan cerah, dan masa lalu kelam tidak menentukan masa depan suram. Namun, ketulusanmu melangkah itulah yang akan menuntunmu menuju cahaya terang-benderang.
Berita murtadnya Rajjal bin Unfuwah dan bergabungnya dengan Musailamah Al-Kadzdzab pun sampai kepada para Shahabat. Zaid bin Khattab salah satu shahabat Nabi yang geram mendengarnya. Khalifah Abu Bakr Ash-Shiddiq menyiapkan pasukan besar yang dipimpin oleh Khalid ibnul Walid menuju Yamamah untuk meredam fitnah Musailamah Al-Kadzdzab. Zaid turut andil dalam perang besar tersebut. Bahkan bendera komando diserahkan oleh Khalid kepadanya.
°°°°
Di Yamamah, Rabiul Awwal 12 H, meletuslah perang besar antara dua pasukan besar sama-sama berani mati. Namun berbeda apa yang mereka perjuangkan. Pasukan muslimin pembela kebenaran yang dipimpin oleh Khalid bin Walid berhadapan dengan pasukan Musailamah Al-Kadzdzab dengan dukungan Rajjal bin Unfuwah dan Muhkam bin At-Tufail. Pasukan yang dipenuhi fanatik kesukuan, sampai-sampai sebagian mereka berkata, "Pendusta dari Rabiah (Musailamah) lebih kami cintai daripada orang Jujur dari Mudhar (Rasulullah)".
Demikianlah fanatik akan membutakan jalan seorang. Meski kebenaran telas jelas bak matahari yang bersinar terang, ia tak mampu melihatnya. Terbutakan.
Pada awal-awal pertempuran, pasukan Musailamah menggempur pasukan muslimin hingga mampu mendominasi. Pasukan muslimin pun terpukul mundur. Zaid bin Khattab yang melihat hal tersebut berseru, "Adapun para lelaki sejati mereka tidak akan lari dari pertempuran".
Zaid juga berkata, "Ya Allah, daku memohon udzur kepadamu dari larinya para shahabatku. Dan aku berlepas diri kepadamu dari apa yang dibawa Musailamah dan Muhkam Al-Yamamah".
Zaid juga berseru, "Wahai saudara-saudaraku, jangan gentar! Gempur musuh! Serang mereka habis-habisan! Demi Allah, aku tidak akan bicara lagi sebelum mereka dibinasakan Allah atau aku menemui Nya dan menyampaikan alasan-alasanku,"
Kemudian bagaikan elang yang melesat, Zaid menerobos pasukan Musailamah Al-Kadzdzab. Matanya selalu tertuju kepada Rajjal bin Unfuwah. Namun, karena lautan manusia yang begitu banyak, beberapa kali Rajjal menghilang dari pandangan Zaid. Bagi Zaid, memburu Rajjal adalah kunci peperangan yang akan melemahkan pasukan Musailamah. Zaid selalu memburu dan mendekati Rajjal, hingga berhasil membunuhnya.
Dengan tewasnya si gombong fitnah; Rajjal bin Unfuwah, pasukan Musailamah melemah hingga pasukan Muslimin mampu membalikkan keadaan. Pasukan Muslimin terus mendesak pasukan Musailamah sampai mereka terpojok di kebun kematian.
Pasukan Muslimin akhirnya memenangkan pertempuran setelah tumbangnya Musailamah yang tewas di tangan Wahsyi bin Harb dengan ditombak dadanya hingga tembus, sejurus kemudian Abu Dujanah melompat kemudian menebas kepala Musailamah Al-Kadzdzab.
Pada pertempuran ini, Zaid bin Khattab mendapatkan apa yang selama ini menjadi cita-citanya. Yaitu tewas dalam medan perang sebagai Syahid. Zaid tewas di tangan Abu Maryam Al-Hanafy.
°°°°
Nun jauh di Madinah, Umar bin Khattab sedang menanti-nanti pasukan Muslimin yang pulang dari Yamamah. Namun, ia tak melihat kakaknya ada di barisan pasukan padahal perawakan Zaid itu tinggi jangkung hingga mudah dikenali dari kejauhan. Namun, tak lama berselang datang orang memberi kabar kepada Umar bahwa Zaid bin Khattab telah tewas dalam pertempuran. Umar pun berkata, "Semoga Allah merahmati Zaid. Dia mendahuluiku dengan dua kebaikan. Dia lebih dulu masuk Islam, dan lebih dulu menjemput syahid".
Umar bin Khattab berkata, "Tidaklah angin sejuk berhembus, melainkan menyegarkan ingatanku terhadap Zaid".
Ketika Umar mendengar Mutammim bin Nuwairah mendendangkan Syair berkabung atas meninggalnya saudaranya, ia berkata, "Andai aku pandai bersyair sungguh aku akan membuat syair berkabung untuk Zaid seperti kamu membuatnya untuk saudaramu". Mutammim menjawab, "Kalau saudaraku terbunuh seperti terbunuhnya Zaid, niscaya aku tidak akan bersedih". Karena Zaid mati dalam keadaan syahid di medan perang. Umar pun berkata, "Tidak ada orang yang lebih baik dalam menghiburku dengan kepergian Zaid daripada dirimu".
Demikianlah akhir kisah sang veteran perang. Zaid ibnul Khattab; semoga Allah meridhainya.
Referensi:
1. Siyar A'lamin Nubala. Juz 1, hal. 298-299 karya Imam Adz-Dzahabi
2. Asadul Ghabah Fi Ma'rifatis Shahabah, hal. 429-430 karya Al-Hafizh Ibnu Hajar
3. Mukhtashar Siratir Rasul karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab
#KisahShahabat
https://t.me/RaudhatulAnwar1