✍🏻 Al-Ustadz Abu Ismail Muhammad Rijal bin Isnaini, Lc حفظه الله تعالى
Usai sudah laut merah menenggelamkan Fir'aun beserta pengikutnya, dengan perintah Allah. Demikianlah akhir kehidupan seorang penentang rasul, dia tuai hukuman berat di dunia dan azab pedih di akhirat.
إِنَّا أَرْسَلْنَا إِلَيْكُمْ رَسُولًا شَاهِدًا عَلَيْكُمْ كَمَا أَرْسَلْنَا إِلَىٰ فِرْعَوْنَ رَسُولًا (١٥) فَعَصَىٰ فِرْعَوْنُ الرَّسُولَ فَأَخَذْنَاهُ أَخْذًا وَبِيلًا (١٦)
“Sesungguhnya Kami telah mengutus kepada kalian (hai orang kafir Makkah) seorang Rasul, yang menjadi saksi terhadap kalian, sebagaimana Kami telah mengutus (dahulu) seorang Rasul kepada Firaun. Maka Firaun mendurhakai Rasul itu, lalu Kami siksa dia dengan siksaan yang berat." (Q.S. Al Muzammil: 15-16)
Setelah meninggalkan Mesir, selanjutnya Allah perintahkan Nabi Musa عليه السلام membawa Bani Israil menuju gunung Thur. Allah hendak turunkan Kitab Taurat kepada Nabi Musa عليه السلام dan Bani Israil sebagai cahaya dan pegangan kehidupan.
Berjalanlah Nabi Musa bersama Bani Israil menuju tempat yang telah Allah janjikan.
Kerinduan Nabi Musa عليه السلام akan firman Allah demikian besar. Keinginan meraih ridha Allah dalam diri beliau demikian kokoh terpatri. Karena kerinduan dan keinginan itulah, Nabi Musa عليه السلام mengambil keputusan untuk menyegerakan perjalanannya menuju tempat yang Allah janjikan, mendahului Bani Israil. Sementara Bani Israil beliau tinggalkan bersama Nabi Harun عليه السلام untuk terus menyusuri jejak Nabi Musa عليه السلام.
Nabi Musa meninggalkan kaumnya. Sampailah Nabi Musa di tempat yang Allah janjikan, Allah bertanya kepada Nabi Musa عليه السلام, dan Dia Dzat Yang Maha Tahu:
وَمَا أَعْجَلَكَ عَنْ قَوْمِكَ يَا مُوسَىٰ
"Mengapa kamu datang lebih cepat daripada kaummu, Wahai Musa?" [Q.S. Thaha: 83]
قَالَ هُمْ أُولَاءِ عَلَىٰ أَثَرِي وَعَجِلْتُ إِلَيْكَ رَبِّ لِتَرْضَىٰ
"Berkata Musa, 'Itulah mereka sedang menyusuli aku dan aku bersegera kepada-Mu. Wahai Rabb-ku, agar supaya Engkau ridha (kepadaku).'" [Q.S. Thaha: 84]
Perkara gaib, tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah. Nabi Musa عليه السلام tidak tahu apa yang terjadi atas Bani Israil sepeninggalnya. Bani Israil telah sesat, lupa akan pesan Musa عليه السلام. Selepas kepergian Nabi Musa عليه السلام, Samiri membuat patung sapi dan mengajak Bani Israil menyembahnya. Tidak sedikit Bani Israil mengikuti jejak Samiri.
Allahu Akbar, betapa cepatnya manusia kufur atas nikmat Allah. Baru saja Bani Israil melihat nikmat besar dan mukjizat yang demikian menakjubkan di Laut Merah, namun nikmat tersebut justru diingkari dengan kekufuran.
Allah mewahyukan kepada Nabi Musa عليه السلام apa yang telah terjadi di tengah kaumnya.
قَالَ فَإِنَّا قَدْ فَتَنَّا قَوْمَكَ مِنْ بَعْدِكَ وَأَضَلَّهُمُ السَّامِرِيُّ
"Allah berfirman, 'Maka sesungguhnya kami telah menguji kaummu sesudah kamu tinggalkan, dan mereka telah disesatkan oleh Samiri.“ (Q.S. Thaha: 85).
Begitu mendengar berita, Nabi Musa عليه السلام bergegas kembali menuju kaumnya dalam keadaan marah dan bersedih hati. Dia dapatkan Bani Israil sebagaimana Allah kabarkan.
Dengan kemarahan dan kesedihan mendalam, Nabi Musa عليه السلام mengingatkan kaumnya terhadap nikmat Allah. “Wahai kaumku, bukankah Allah telah menjanjikan kepada kalian janji yang baik, untuk Allah selamatkan kalian dari Fir'aun dan Allah akan muliakan kalian. Apakah kepergianku kalian anggap lama sehingga secepat itu kalian melanggar perintahku?”
فَرَجَعَ مُوسَىٰ إِلَىٰ قَوْمِهِ غَضْبَانَ أَسِفًا ۚ قَالَ يَا قَوْمِ أَلَمْ يَعِدْكُمْ رَبُّكُمْ وَعْدًا حَسَنًا ۚ أَفَطَالَ عَلَيْكُمُ الْعَهْدُ أَمْ أَرَدْتُمْ أَنْ يَحِلَّ عَلَيْكُمْ غَضَبٌ مِنْ رَبِّكُمْ فَأَخْلَفْتُمْ مَوْعِدِي
"Kemudian Musa kembali kepada kaumnya dengan marah dan bersedih hati. Berkata Musa, 'Hai kaumku, bukankah Rabbmu telah menjanjikan kepada kalian suatu janji yang baik ? Maka apakah terasa lama masa yang berlalu itu bagimu atau kalian menghendaki agar kemurkaan dari Rabb-mu menimpamu, lalu kamu melanggar perjanjianmu denganku? ' (Q.S. Thaha: 86)
Bani Israil tidak segera bertaubat. Tidak segera mengakui kesalahan. Mereka beralasan dan mengajukan udzur atas kekufuran yang mereka lakukan.
قَالُوا مَا أَخْلَفْنَا مَوْعِدَكَ بِمَلْكِنَا وَلَٰكِنَّا حُمِّلْنَا أَوْزَارًا مِنْ زِينَةِ الْقَوْمِ فَقَذَفْنَاهَا فَكَذَٰلِكَ أَلْقَى السَّامِرِيُّ (٨٧) فَأَخْرَجَ لَهُمْ عِجْلًا جَسَدًا لَهُ خُوَارٌ فَقَالُوا هَٰذَا إِلَٰهُكُمْ وَإِلَٰهُ مُوسَىٰ فَنَسِيَ (٨٨)
"Mereka berkata, 'Kami sekali-kali tidak melanggar perjanjianmu dengan kemauan kami sendiri, tetapi kami disuruh membawa beban-beban dari perhiasan kaum itu, maka kami telah melemparkannya, dan demikian pula Samiri melemparkannya.' Kemudian Samiri mengeluarkan untuk mereka (dari lubang itu) anak lembu yang bertubuh dan bersuara, maka mereka berkata, 'Inilah tuhan kalian dan tuhan Musa, tetapi Musa telah lupa.'” (Q.S. Thaha: 87-88)
Inilah kejadian saat Nabi Musa عليه السلام meninggalkan kaumnya bersama Nabi Harun عليه السلام. Ketidakhadiran Nabi Musa عليه السلام dimanfaatkan Samiri. Samiri memerintah wanita-wanita Bani Israil yang saat itu memakai perhiasan-perhiasan dari kaum Qibthi (bangsa Mesir) untuk melemparkannya dalam lubang yang telah digali.
Samiri pun demikian, dia melemparkan tanah yang dia ambil dari jalan yang dilalui Malaikat Jibril saat Laut Merah terbelah. Samiri mengeluarkan patung sapi yang mengeluarkan suara.
Samiri berkata, “Wahai kaum, inilah sesembahan kalian dan sesembahah Musa yang saat ini ia sedang menuju kepadanya, hanya saja Musa lupa dan tersesat jalannya, maka sembahlah ia sampai kedatangan Musa"
Alasan yang mereka ajukan tidak bisa diterima. Udzur mereka bukanlah udzur yang dapat diterima karena sesungguhnya peribadatan kepada makhluk, penghambaan kepada berhala adalah perkara yang sangat terang kebatilannya. Allah سبحانه وتعالى berfirman:
أَفَلَا يَرَوْنَ أَلَّا يَرْجِعُ إِلَيْهِمْ قَوْلًا وَلَا يَمْلِكُ لَهُمْ ضَرًّا وَلَا نَفْعًا
"Maka apakah mereka tidak memerhatikan bahwa patung anak lembu itu tidak dapat memberi jawaban kepada mereka, dan tidak dapat memberi kemudaratan kepada mereka dan tidak (pula) kemanfaatan ?" (Q.S. Thaha: 89)
Tidak jauh berbeda dengan kebodohan musyrikin zaman ini dengan musyrikin di zaman Nabi Musa عليه السلام. Perhatikanlah para penyembah kubur yang dengan penuh kekhusyukan mempersembahkan berbagai macam ibadah kepada penghuni kubur.
Adakah para penghuni kubur mampu memberikan manfaat dan madharat ? Apakah di tangan mereka kunci-kunci perbendaharaan langit dan bumi? Tidak, Demi Allah!
Para pemuja kerbau albino yang dinamai Kyai Slamet yang demikian keramat menurut para pemujanya, mampukah sang kerbau memberikan manfaat kepada para penyembahnya? Seandainya kerbau itu disembelih, mampukah ia membela dirinya? Tidak, Demi Allah!
Subhanallah, pantaskah sesosok makhluk yang lemah kemudian diagungkan dan diibadahi?
Sebelum kedatangan Nabi Musa عليه السلام, sebenarnya Nabi Harun عليه السلام telah memperingatkan Bani Israil dari kekufuran Samiri dan perbuatannya, sebagaimana Allah ceritakan dalam firman-Nya:
وَلَقَدْ قَالَ لَهُمْ هَارُونُ مِنْ قَبْلُ يَا قَوْمِ إِنَّمَا فُتِنْتُمْ بِهِ ۖ وَإِنَّ رَبَّكُمُ الرَّحْمَٰنُ فَاتَّبِعُونِي وَأَطِيعُوا أَمْرِي
"Dan sesungguhnya Harun telah berkata kepada mereka sebelumnya, 'Hai kaumku, sesungguhnya kamu hanya diberi cobaan dengan anak lembu itu dan sesungguhnya tuhanmu ialah (tuhan) Yang Maha Pemurah, maka ikutilah aku dan taatilah perintahku.'" (Q.S. Thaha: 90).
Tetapi nasihat Harun dianggap angin lalu. Dengan entengnya mereka menjawab sebagaimana Allah firmankan:
قَالُوا لَنْ نَبْرَحَ عَلَيْهِ عَاكِفِينَ حَتَّىٰ يَرْجِعَ إِلَيْنَا مُوسَىٰ
"Mereka menjawab, 'Kami akan tetap menyembah patung anak lembu ini hingga Musa kembali kepada kami." (Q.S. Thaha: 91)
Nabi Musa menarik kepala Harun, menarik rambut dan jenggotnya, tidak lain karena kecemburuan beliau tatkala melihat kemungkaran di tengah Bani Israil. Nabi Musa عليه السلام berkata:
قَالَ يَا هَارُونُ مَا مَنَعَكَ إِذْ رَأَيْتَهُمْ ضَلُّوا (٩٢) أَلَّا تَتَّبِعَنِ ۖ أَفَعَصَيْتَ أَمْرِي (٩٣)
“Berkata Musa, 'Hai Harun, apa yang menghalangimu ketika kamu melihat mereka telah sesat, tidakkah kamu tidak mengikuti aku? Maka apakah kamu telah (sengaja) mendurhakai perintahku ?" (Q.S. Thaha: 92-93)
قَالَ يَا ابْنَ أُمَّ لَا تَأْخُذْ بِلِحْيَتِي وَلَا بِرَأْسِي ۖ إِنِّي خَشِيتُ أَنْ تَقُولَ فَرَّقْتَ بَيْنَ بَنِي إِسْرَائِيلَ وَلَمْ تَرْقُبْ قَوْلِي
"Harun menjawab, 'Hai putra ibuku janganlah kamu pegang jenggotku dan jangan (pula) kepalaku; sesuhgguhnya aku khawatir bahwa kamu akan berkata (kepadaku), 'Kamu telah memecah antara Bani Israel dan kamu tidak memelihara amanatku.'" (Q.S. Thaha: 94)
Makna dari ayat ini, Nabi Harun عليه السلام menyampaikan udzur (alasan), sungguh beliau telah berupaya menyampaikan nasihat, dan tidak semua Bani Israil mengikuti jalan Samiri. Seandainya Harun tetap melakukan perjalanan menuju gunung Thur dan meninggalkan sebagian lagi yang kufur mengikuti Samiri, niscaya akan dikatakan kepada Nabi Harun:
فَرَّقْتَ بَيْنَ بَنِي إِسْرَائِيلَ وَلَمْ تَرْقُبْ قَوْلِي
"Kamu telah memecah antara Bani Israil dan kamu tidak memelihara amanatku.”
Pembicaraan Nabi Musa beralih kepada Samiri, sang penebar kekufuran.
قَالَ فَمَا خَطْبُكَ يَا سَامِرِيُّ
"Berkata Musa, 'Apakah yang mendorongmu (berbuat demikian) hai Samiri?'” (Q.S. Thaha: 95)
قَالَ بَصُرْتُ بِمَا لَمْ يَبْصُرُوا بِهِ فَقَبَضْتُ قَبْضَةً مِنْ أَثَرِ الرَّسُولِ فَنَبَذْتُهَا وَكَذَٰلِكَ سَوَّلَتْ لِي نَفْسِي
"Samiri menjawab, 'Aku mengetahui sesuatu yang mereka tidak mengetahuinya, maka aku ambil segenggam dari jejak rasul lalu aku melemparkannya, dan demikianlah nafsuku membujukku.'” (Q.S. Thaha: 96)
Dengan sebab kekufuran Samiri, Allah سبحانه وتعالى turunkan azab kepada Samiri di dunia sebelum azab Allah di akhirat. Samiri dijauhkan dan terusir dari Bani Israil, sengsara sebatang kara. Samiri tidak bisa hidup bersama manusia. Setiap ada yang mendekat dan hendak menyentuhnya, Samiri berkata, "Jangan sentuh aku!” Karena penderitaan yang dirasakan.
قَالَ فَاذْهَبْ فَإِنَّ لَكَ فِي الْحَيَاةِ أَنْ تَقُولَ لَا مِسَاسَ ۖ وَإِنَّ لَكَ مَوْعِدًا لَنْ تُخْلَفَهُ ۖ
"Berkata Musa, 'Pergilah kamu, maka sesungguhnya bagimu di dalam kehidupan di dunia ini (hanya dapat) mengatakan, 'Janganlah menyentuh (aku).' Dan sesungguhnya bagimu hukuman (di akhirat) yang kamu sekali-kali tidak dapat menghindarinya.'" (Q.S. Thaha: 97)
Tidak lupa Nabi Musa عليه السلام mencela Samiri sekaligus mengingatkan kaumnya tentang hakikat patung sapi yang Samiri buat, sebagai makhluk yang tidak sedikit pun memiliki manfaat dan mudarat, bahkan membela dirinya sendiri tidak mampu. Nabi Musa عليه السلام menghancurkan patung sapi. Allah kisahkan perkataan Nabi Musa عليه السلام:
وَانْظُرْ إِلَىٰ إِلَٰهِكَ الَّذِي ظَلْتَ عَلَيْهِ عَاكِفًا ۖ لَنُحَرِّقَنَّهُ ثُمَّ لَنَنْسِفَنَّهُ فِي الْيَمِّ نَسْفًا (٩٧) إِنَّمَا إِلَٰهُكُمُ اللَّهُ الَّذِي لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ۚ وَسِعَ كُلَّ شَيْءٍ عِلْمًا (٩٨)
"Dan lihatlah tuhanmu yang kamu tetap menyembahnya. Sesungguhnya kami akan membakarnya, kemudian kami sungguh-sungguh akan menghamburkannya ke dalam laut (berupa abu yang berserakan). Sesungguhnya tuhanmu hanyalah Allah, yang tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Pengetahuan-Nya meliputi segala sesuatu." (Q.S. Thaha: 97-98)
كَذَٰلِكَ نَقُصُّ عَلَيْكَ مِنْ أَنْبَاءِ مَا قَدْ سَبَقَ ۚ وَقَدْ آتَيْنَاكَ مِنْ لَدُنَّا ذِكْرًا
"Demikianlah Kami kisahkan kepadamu (Muhammad) sebagian kisah umat yang telah lalu, dan sesungguhnya telah Kami berikan kepadamu dari sisi Kami suatu peringatan (AI Qur'an).” (Q.S. Thaha: 99)
1. Kisah di atas menetapkan sifat Kalam (berbicara) bagi Allah سبحانه وتعالى.
2. Para Nabi tidak mengetahui perkara yang gaib kecuali melalui wahyu. Dalam kisah ini, Nabi Musa عليه السلام tidak mengetahui apa yang terjadi pada kaumnya berupa kekufuran semenjak ditinggalkan, kecuali setelah mendapatkan wahyu dari Allah.
3. Disyariatkannya marah karena Allah saat melihat batasan-batasan Allah dilanggar, dan bersedih ketika menyaksikan peribadatan kepada selain Allah.
4. Bahaya bermajelis dengan teman-teman duduk yang buruk, sebagaimana Bani Israil disesatkan dengan sebab Samiri, sebagian mereka kembali menyembah patung sapi.
5. Mewaspadai keberadaan orang-orang munafik di tengah kaum muslimin.
6. Disyariatkan boikot (memutuskan atau membatasi) hubungan dengan ahlil bid'ah dan orang-orang yang membuat kerusakan di muka bumi, sebagaimana dalam kisah ini Nabi Musa عليه السلام memerintahkan Samiri untuk pergi meninggalkan Bani Israil dengan kemurkaan Allah dan azab yang dituainya.
7. Balasan sesuai dengan amalan. Karena Samiri menyentuh apa yang tidak boleh dia sentuh. Dia menyentuh tanah bekas Malaikat Jibril. Maka dari itulah, dia pun dihukum dengan tidak boleh ada seorang pun yang menyentuhnya.
8. Azab Allah atas hamba-Nya yang durhaka bisa jadi Allah timpakan di dunia dan di akhirat sebagaimana Allah timpakan azabnya kepada Samiri.
9. Hidayah di tangan Allah, Nabi Harun عليه السلام telah berupaya mencegah kaumnya dari kesyirikan namun tetap mereka lebih mengedepankan hawa nafsunya
10. Disyariatkan bagi seorang yang akan meninggalkan kaumnya atau murid-muridnya mencarikan pengganti untuk menunaikan tugas-tugas, sebagaimana Nabi Musa عليه السلام telah berupaya menugaskan Nabi Harun عليه السلام sebagai penggantinya di tengah Bani Israil.
11. Tercelanya dan bodohnya para penyembah selain Allah. Bukankah yang mereka sembah tidak memberikan manfaat dan mudarat? Bahkan membela dirinya pun tidak bisa. Perhatikan bagaimana Nabi Musa عليه السلام mengingatkan hal itu kepada Bani Israil. "Maka apakah mereka tidak memerhatikan bahwa patung anak lembu itu tidak dapat memberi jawaban kepada mereka, dan tidak dapat memberi kemudaratan kepada mereka dan tidak (pula) kemanfaatan ?" (Q.S. Thaha: 89)
"Dan lihatlah tuhanmu itu yang kamu tetap menyembahnya. Sesungguhnya kami akan membakarnya, kemudian kami sungguh-sungguh akan menghamburkannya ke dalam laut (berupa abu yang berserakan)" (Q.S. Thaha: 97)
12. Jenggot adalah sunnah nabi terdahulu, sebagaimana tampak dalam kisah Nabi Musa عليه السلام menarik jenggot Nabi Harun عليه السلام. Allahu a'lam.
13. Cepat dan bersegeranya para nabi bertaubat dan kembali kepada Allah. Mereka adalah hamba-hamba Allah yang maksum, terjaga dari kesalahan dan selalu mendapat bimbingan dari Allah سبحانه وتعالى.
14. Disyariatkan ijtihad, dan seorang mujtahid boleh jadi benar dalam ijtihadnya atau salah dalam berijtihad, sebagaimana Nabi Harun عليه السلام berijtihad perihal Bani Israil yang telah terbagi menjadi dua, apakah meninggalkan pengikut Samiri atau tidak.
Sumber || Majalah Qudwah Edisi 14 || t.me/majalah_qudwah