Oleh : Al-Ustadz Abu Nasim Mukhtar bin Rifa'i حفظه الله تعالى
Nabi Syu'aib عليه السلام tanpa kenal lelah mengarahkan kaum Madyan untuk memilih yang halal. Benar! Asalkan halal, sedikit pun lebih baik. Nabi Syu'aib عليه السلام menerangkan bahwa seperti itulah prinsip orang-orang yang beriman. Apakah kaum Madyan menerima nasihat Nabi Syu'aib عليه السلام? Apakah mereka berusaha untuk berubah? Seperti apakah akhir kisah kaum Madyan?
Ya Allah, sungguh kami memohon kepada-Mu dengan sangat, sepenuh hati seluruh jiwa, agar Engkau lembutkan hati kami sehingga mudah menerima kebenaran. Jauhkanlah kami, ya Allah, jauhkanlah kami dari kesombongan dan keangkuhan, sebab Engkau tidak menyukai orang-orang yang sombong. Amin.
Pembaca, semoga Allah عزوجل menyelamatkan kita. Nikmat yang Allah anugerahkan kepada kaum Madyan tidaklah kecil. Keberadaan seorang nabi sebagai utusan Allah di tengah-tengah mereka adalah nikmat besar. Bukankah demikian? Iya, keberadaan hamba yang shalih dan orang yang alim di tengah-tengah kita merupakan sebuah keberuntungan, lebih-lebih lagi seorang nabi.
Sekian banyak dan sekian kali, Nabi Syu'aib عليه السلام mengingatkan dan menegur kaumnya. Bukannya menerima dan mengikuti, justru cemoohan, ejekan, dan caci maki yang mereka berikan. Ini kata mereka:
قَالُوا يَا شُعَيْبُ أَصَلَاتُكَ تَأْمُرُكَ أَنْ نَتْرُكَ مَا يَعْبُدُ آبَاؤُنَا أَوْ أَنْ نَفْعَلَ فِي أَمْوَالِنَا مَا نَشَاءُ ۖ إِنَّكَ لَأَنْتَ الْحَلِيمُ الرَّشِيدُ
"Hai Syu'aib, apakah shalatmu (yaitu agamamu) menyuruhmu agar kami meninggalkan apa yang bapak-bapak kami sembah atau melarang kami memperbuat apa yang kami kehendaki dengan harta kami.” (Q.S. Hud: 87)
Bukankah kata-kata kaum Madyan juga sering terdengar di sekitar kita? Pada saat kebenaran yang dibangun di atas Al Qur'an dan As Sunnah disampaikan, ada-ada saja komentar dan tanggapannya. “Emang gue pikirin! Urusanku bukan urusanmu!” “Sak karepku to (terserah aku)!” atau “Sudah, nggak usah ngurusin orang lain!” Ya, ternyata kebencian dan permusuhan terhadap orang-orang yang beriman telah ada semenjak dahulu kala.
Astaghfirullah! Bukankah agama mengajarkan kepada kita untuk saling mengingatkan? Jika melihat seseorang akan terjatuh atau telah terjatuh, apakah dibiarkan begitu saja? Tidak ditolong? Padahal salah satu pondasi Islam adalah prinsip amar ma'ruf nahi mungkar, yakni mengajak kepada kebaikan dan mencegah dari keburukan.
Apakah Nabi Syu'aib عليه السلام marah? Beliau tetap bersabar dan mengajarkan kepada kita tentang betapa pentingnya sikap sabar bagi para pegiat dakwah. Lemah lembut masih terus dipilih oleh Nabi Syu'aib عليه السلام. Beliau terus mencoba menyadarkan kaumnya bahwa semua nasihat dan peringatan itu bukan berasal dari dirinya sendiri.
Ajaran-ajaran yang maha indah itu adalah nubuwwah dan risalah dari Allah. Nabi Syu'aib عليه السلام menegaskan bahwa tugasnya hanyalah menyampaikan saja dari Allah. Kata Nabi Syu'aib عليه السلام:
قَالَ يَا قَوْمِ أَرَأَيْتُمْ إِنْ كُنْتُ عَلَىٰ بَيِّنَةٍ مِنْ رَبِّي وَرَزَقَنِي مِنْهُ رِزْقًا حَسَنًا ۚ
“Hai kaumku, bagaimana pikiranmu jika aku mempunyai bukti yang nyata dari Rabbku dan Dia anugerahkan kepadaku rezeki yang baik (patutkah aku menyalahi perintah-Nya)?” (Q.S. Hud: 88)
Dengan kondisi kaum Madyan yang tenggelam dalam praktik jual beli yang haram, Nabi Syu'aib عليه السلام berusaha untuk menutup celah sangkaan dari mereka. Nabi Syu'aib عليه السلام sadar jika kaumnya adalah sekumpulan orang yang sangat gila harta dan selalu berebut materi. Barangkali ada anggapan dari mereka, "Syu'aib akan mengeruk keuntungan sendiri! Syu'aib berbicara seperti itu karena ingin mencari senangnya sendiri."
Apa yang disampaikan Nabi Syu'aib عليه السلام ketika itu?
وَمَا أُرِيدُ أَنْ أُخَالِفَكُمْ إِلَىٰ مَا أَنْهَاكُمْ عَنْهُ ۚ إِنْ أُرِيدُ إِلَّا الْإِصْلَاحَ مَا اسْتَطَعْتُ ۚ
“Dan aku tidak berkehendak mengerjakan apa yang aku larang kalian. Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih sanggup." (Q.S. Hud: 88)
Iya! Bagaimana mungkin seorang nabi melanggar larangan yang justru ia sendiri sampaikan kepada kaumnya? Bagaimana mungkin seorang nabi memerintahkan kebaikan namun tidak melakukannya sendiri? Seorang hamba yang bertekad mewujudkan ishlah (perbaikan demi perbaikan) di masyarakatnya haruslah berpredikat 'alim dan 'amil. Selain berilmu, ia harus beramal!
Demikianiah seharusnya seorang muslim! Pada saat ia mengajak orang lain berbuat baik, dirinyalah yang berada di barisan terdepan sebagai pelaksananya. Ketika ia melarang orang lain dari keburukan, maka ia adalah orang yang paling pertama meninggalkannya. la sendiri tidak melakukan keburukan itu. Inilah kriteria muslim sejati!
Allah berfirman di dalam Al Qur'an:
أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنْسَوْنَ أَنْفُسَكُمْ وَأَنْتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ ۚ أَفَلَا تَعْقِلُونَ
"Mengapa kalian suruh orang lain (mengerjakan) kebaikan, sedang kamu melupakan dirimu sendiri (tidak melakukannya), padahal kalian membaca Al-Kitab (Taurat)? Maka tidakkah kamu berpikir?!"(Q.S. Al Baqarah: 44)
Di dalam sebuah hadits riwayat Bukhari dan Muslim dari sahabat Usamah bin Zaid رضي الله عنهما, Nabi Muhammad ﷺ bercerita kepada kita tentang salah satu gambaran siksa di neraka kelak. Tersebutlah di hari kiamat kelak, ada seseorang yang dibuang ke dalam neraka. Usus-ususnya terburai keluar dari perut. Orang itu berputar-putar persis seekor keledai yang berputar-putar untuk menjalankan alat penggilingan.
"Hai Fulan! Bukankah kamu yang dahulu di dunia, mengajak orang lain untuk berbuat kebaikan dan melarang dari perbuatan jahat?" tanya penduduk neraka kepada orang itu penuh heran.
Lalu apa jawabnya?
بَلَى، قَدْ كُنْتُ آمُرُ بِالْمَعْرُوْفِ وَلَا آتِيهِ، وَأَنْھَى عَنِ الْمُنْكَرِ وَآتِيهِ
“Memang benar. Saya dulu mengajak orang lain untuk berbuat baik, tetapi saya sendiri tidak melakukan. Saya melarang orang lain dari perbuatan jahat, padahal saya sendiri melakukannya.”
Instropeksi diri! Bagaimanakah posisi kita selama ini? Apakah ucapan kita selaras dengan kenyataan? Ataukah lain di bibir beda di hati dan perbuatan? Amar ma'ruf dan nahi munkar adalah kewajiban setiap muslim yang tidak boleh ditinggalkan. Akan tetapi, ia sendiri harus siap dengan segala konsekuensinya!
Setelah itu, Nabi Syu'aib عليه السلام bukannya berhenti. Nabi Syu'aib عليه السلام masih berupaya menyadarkan kaumnya dengan mengingatkan dan mengajak mereka untuk belajar dari sejarah. Iya, belajar dan membaca sejarah itu amat penting. Ada sekian banyak ajaran, pengingat dan renungan dari belajar sejarah yang telah berlalu. Apalagi sejarah yang disebutkan di dalam Al Qur'an dan As Sunnah. Sebuah fakta yang mutlak benarnya!
وَيَا قَوْمِ لَا يَجْرِمَنَّكُمْ شِقَاقِي أَنْ يُصِيبَكُمْ مِثْلُ مَا أَصَابَ قَوْمَ نُوحٍ أَوْ قَوْمَ هُودٍ أَوْ قَوْمَ صَالِحٍ ۚ وَمَا قَوْمُ لُوطٍ مِنْكُمْ بِبَعِيدٍ
"Hai kaumku, janganlah pertentangan antara aku (dengan kalian) menyebabkan kalian menjadi jahat hingga kalian ditimpa azab seperti yang menimpa kaum Nuh atau kaum Shalih, dan kaum Luth tidak jauh dari kalian." (Q.S. Hud: 89)
Kaum Madyan telah mengetahui dan mengerti, peristiwa apakah yang telah menimpa kaum Nuh, kaum Shalih, dan dan kaum Luth. Kaum Madyan telah mendengar siksa seperti apakah yang menimpa para penentang dakwah Rasul pada masa-masa sebelum mereka. Bahkan secara khusus, Nabi Syu'aib عليه السلام mengingatkan mereka dengan peristiwa kaum Luth. Kenapa demikian?
"...dan kaum Luth tidak jauh dari kamu." Demikian Allah menjelaskan. Apa yang dimaksud dengan “tidak jauh dari kalian"? Sebagian ulama mengatakan, tidak terlalu jauh letaknya. Sebagian ulama yang lain menafsirkan, tidak terlalu jauh rentang waktunya. Namu ada juga ulama yang memahami bahwa kejahatan kaum Madyan tidaklah berbeda jauh dengan kaum Luth.
Ibnu Katsir (Qashashul Anbiya' hal 1/282) menyimpulkan, “Memadukan ketiga pendapat ini sebenarnya memungkinkan. Artinya, kaum Madyan tidaklah jauh dari kaum Luth baik dari segi letak tempat tinggal, rentang waktu, dan kejahatan yang dilakukan."
Semua nasihat-nasihat di atas ditutup oleh Nabi Syu'aib عليه السلام dengan kalimat-kalimat penuh kasih sayang dan harapan. Rasa cinta memang semestinya menjadi dasar seorang muslim ketika berbuat. Nafas perjuangannya berhembus demi menginginkan kebaikan pada orang lain. la tidak rela saudaranya muslim terjatuh di dalam kesalahan dan kesesatan.
Nabi Syu'aib عليه السلام menutup nasihat-nasihatnya dengan kalimat:
وَاسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ ۚ إِنَّ رَبِّي رَحِيمٌ وَدُودٌ
"Dan mohonlah ampunan kepada Rabb kalian kemudian bertaubatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Rabb-ku Maha Penyayang lagi Maha Pengasih". (Q.S. Hud: 90)
Bila hati telah tertutup, bukti-bukti sekuat dan seterang apapun tidak akan bermanfaat. Mengapa hati tertutup? Tertutupnya hati merupakan sebuah akibat dan hukuman. Ketika pertama kali ayat- ayat Allah dibacakan, mereka menutup telinga agar tidak mendengarnya. Mereka lari, menghindar, menjauh, dan berpaling dari kebenaran. Allah pun menghukum dengan menutup hati mereka.
قَالُوا يَا شُعَيْبُ مَا نَفْقَهُ كَثِيرًا مِمَّا تَقُولُ وَإِنَّا لَنَرَاكَ فِينَا ضَعِيفًا ۖ وَلَوْلَا رَهْطُكَ لَرَجَمْنَاكَ ۖ وَمَا أَنْتَ عَلَيْنَا بِعَزِيزٍ
"Hai Syu'aib, kami tidak banyak mengerti tentang apa yang kamu katakan itu dan sesungguhnya kami benar-benar melihat kamu seorang yang lemah di antara kami; kalau tidaklah karena keluargamu tentulah kami telah merajam kamu, sedang kamu pun bukanlah seorang yang berwibawa di sisi kami."(Q.S. Hud: 91)
Betapa keras hati mereka! Naudzu billah min dzalik. Kebencian amat keras mereka tujukan kepada Nabi Syu'aib عليه السلام. Tidak berhenti sampai di situ, mereka pun merendahkan Nabi Syu'aib عليه السلام. Beliau yang digelari sebagai Khathibul Anbiya' “Oratornya Para Nabi” malah mereka katakan ucapannya tidak bisa dipahami. Seperti itulah kondisi hamba yang telah tertutup hatinya. Semua hal dinilai serba terbalik!
Lihatlah pula sikap kasar mereka kepada Nabi Syuaib عليه السلام, seorang utusan Allah! Mereka mencacat Nabi Syu'aib عليه السلام dengan menyebutnya sebagai orang yang lemah. Padahal tidak ada hamba yang lemah jika Allah menolongnya ! Adakah yang mampu melawan kekuatan Allah?
Selain itu, mereka mengutarakan kepada Nabi Syu'aib عليه السلام bahwa keluarga besar Nabi Syu'aib عليه السلام lah yang menjadi faktor kenapa mereka tidak membunuh Nabi Syu'aib عليه السلام. Apakah mereka takut kepada keluarga Nabi Syu'aib عليه السلام dan tidak takut kepada Allah? Mengenaskan! Naudzu billah minal khudzlaan.
Kaum Madyan melanjutkan ancamannya. Jika Nabi Syu'aib عليه السلام dan para pengikutnya tidak kembali ke ajaran nenek moyang, mereka akan diusir dan dikeluarkan dari negeri Madyan. Sebuah ancaman yang selalu ditujukan kepada hamba-hamba Allah di setiap tempat dan di setiap zaman. Sebuah ancaman yang sering kita dengar pada masa kita. Sebuah ancaman usang!
Apa jawaban Nabi Syu'aib عليه السلام ? Bagaimanakah pendirian beliau dan kaum mukminin bersamanya? Agar kita mencontoh mereka ketika dihadapkan dengan ancaman-ancaman yang senada. Inilah sikap Nabi Syu'aib عليه السلام dan kaum beriman:
قَالَ أَوَلَوْ كُنَّا كَارِهِينَ (٨٨) قَدِ افْتَرَيْنَا عَلَى اللَّهِ كَذِبًا إِنْ عُدْنَا فِي مِلَّتِكُمْ بَعْدَ إِذْ نَجَّانَا اللَّهُ مِنْهَا ۚ وَمَا يَكُونُ لَنَا أَنْ نَعُودَ فِيهَا إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ رَبُّنَا ۚ وَسِعَ رَبُّنَا كُلَّ شَيْءٍ عِلْمًا ۚ عَلَى اللَّهِ تَوَكَّلْنَا ۚ رَبَّنَا افْتَحْ بَيْنَنَا وَبَيْنَ قَوْمِنَا بِالْحَقِّ وَأَنْتَ خَيْرُ الْفَاتِحِينَ (٨٩)
"Dan apakah (kalian akan mengusir kami), kendati pun kami tidak menyukainya? Sungguh kami telah mengada-adakan kebohongan yang benar terhadap Allah, jika kami kembali kepada agamamu, sesudah Allah melepaskan kami darinya. Dan tidaklah patut kami kembali kepadanya, kecuali jika Allah, Rabb kami menghendaki(nya).
Pengetahuan Rabb kami meliputi segala sesuatu. Kepada Allah sajalah kami bertawakkal. Ya Rabb kami, berilah keputusan antara kami dan kaum kami dengan hak (adil) dan Engkaulah Pemberi keputusan yang sebaik-baiknya. (Q.S. Al A'raf: 89)
Iman adalah harga mati! Seorang mukmin tidak akan rela menukar agamanya walau dengan imbalan dunia seisinya. Uang, jabatan, dan iming-iming lainnya tidak akan menggoyang. Penjara, siksaan, atau hukuman Iainnya tidak bisa mengubah pendiriannya. Seperti itulah Nabi Syu'aib عليه السلام mengajarkan kepada kita. Tidak lupa juga berdoa, mendekatkan diri, dan memohon kepada Allah, seperti yang terlihat jelas dalam doa-doa Nabi syu'aib عليه السلام.
Pada puncaknya, Nabi Syu'aib عليه السلام memanjatkan doa kepada Allah agar menghukum kaum Madyan yang telah melampaui batas. Seperti itulah rahmat Allah kepada hamba-hamba Nya. Dia tidak akan menghukum dan menurunkan siksa sebelum peringatan demi peringatan disampaikan. Segala sesuatu telah ditentukan batasnya oleh Allah. Dan batas untuk kaum Madyan pun telah tiba.
Allah himpunkan berbagai jenis siksa dan beragam hukuman untuk kaum Madyan karena mereka telah melakukan berbagai macam dosa dan kesalahan. Hukuman apa yang Allah turunkan untuk kaum Madyan?
Awan panas Allah gerakkan di atas Madyan yang membuat pernafasan tersumbat. Tercekik mereka rasakan ketika itu. Bumi digoncangkan sekuat-kuatnya. Di saat demikian, Allah kirimkan untuk mereka awan sejuk tempat bernaung. Satu sama lain lalu saling memanggil untuk berteduh. Setelah mereka berkumpul bersama, nyala api yang begitu dahsyat menyambar dan membakar habis kaum Madyan disertai suara keras yang mengguntur.
Siksa berlipat-lipat itu Allah sebutkan secara terpisah di dalam surat Al A'raf, surat Hud, dan surat Asy Syu'ara. Semoga Allah lunakkan hati kita agar mudah menerima kebenaran. Ya Allah tunjukkanlah kami agar mampu melihat kebenaran sebagai kebenaran supaya kami mengikutinya. Dan perlihatkanlah kebatilan sebagai kebatilan supaya kami bisa menjauhinya, yaa Arhamar Raahimiin.
Referensi inti: Qashashul Anbiya' karya Al Hafidz Ibnu Katsir رحمه الله
Sumber || Majalah Qudwah Edisi 14https://t.me/Majalah_Qudwah/1673