Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

kisah karomah abu ubaidah ibnul jarrah, pasukan sebutir kurma

3 tahun yang lalu
baca 6 menit

Pasukan Sebutir Kurma

Sosok ramping cenderung terlihat kurus karena postur yang tinggi. Serasi dengan kepribadian beliau yang terkenal santun, berperangai lembut, pemalu, dan rendah hati. Akhlak mulia adalah perhiasan yang salalu beliau kenakan, dalam penampilan fisik yang sederhana bersahaja. Hidup zuhud, bahkan ketika beliau sebagai komandan tertinggi dalam menaklukkan Syam. Amirul Umara bisy Syam atau pimpinan para komandan di syam itulah julukan beliau pada masa kekhalifahan Abu Bakar Ash Shiddiq. Lalu pada masa Khalifah Umar, beliau diangkat menjadi panglima tertinggi untuk seluruh pasukan Islam menggantikan Khalid bin Al Walid. Sungguh, keimanan dalam jiwa adalah kekuatan yang menopang tubuh kecil beliau.

Beliaulah seorang yang terkenal sebagai kepercayaan umat ini, melalui lisan yang mulia, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Ya, Abu Ubaidah bin Al Jarrah, beliaulah orangnya. Terkenal dengan kunyah dan nisbat kepada kakeknya. Nama beliau adalah Amir bin Abdillah bin Al Jarrah bin Hilal Al Qurasyi Al Fihri Al Makki. Termasuk shahabat yang awal masuk Islam, bersama Ustman bin Mazh’un, Ubaidah bin Al Harits, Abdurrahman bin Al Auf, dan Abu Salamah bin Abdil Asad, mereka mengikrarkan syahadat di hadapan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pada hari yang sama.

Shahabat mulia, salah satu dari sepuluh orang yang mandapat janji surga ini pernah memiliki pengalaman menarik dalam satu kesempatan misi jihad. Tidak lain sebagai karamah beliau, bahwa shahabat yang sempat hijrah dua kali ini benar-benar mulia di sisi Allah dan Rasul-Nya. Seorang pemberani yang tetap tegar berada si sekitar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dalam peristiwa genting kancah Uhud, saat pasukan kaum muslimin sempat buyar kehilangan kontrol. Sebuah kisah yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dan yang lainnya tentang sebagian kecil sisi kehidupan para shahabat.

Memang, mereka adalah para pejuang sejati. Ksatria pilih tanding yang siap berkorban apa saja kapan saja, demi Islam. Hidup mereka bukan hanya penuh dengan perjuangan, bahkan saat-saat sulit adalah kebiasaan yang mengiringi dunia mereka. Keyakinan bahwa dunia adalah sementara terpatri kuat dalam kalbu. Dunia akan segera berlalu membawa segala kesengsaraan yang ada di atasnya. Ya, itulah dunia, negeri ujian semata. Dunia adalah perjuangan. Perjuangan menundukkan hawa nafsu untuk tunduk patuh kepada Allah dan Rasul-Nya. Perjuangan mencari, mempertahankan, dan membela kebenaran. Perjuangan untuk tidak pernah berhenti berjuang selama hayat masih dikandung badan.

Catatan kecil dalam salah satu perjuangan para shahabat, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah mengutus sebuah pasukan kecil di bawah pimpinan Abu Ubaidah. Untuk sebuah misi penting yaitu menghadang rombongan Quraisy. Barangkali kebijakan strategis ini akan mengentikan sikap kaum kafir yang selalu merugikan kaum muslimin. Paling tidak kaum pengganggu itu akan berfikir, bahwa kaum muslimin tidak akan rela agama mereka dihinakan. Bahkan demi Islam, mereka siap berkorban segalanya. Bahwa mereka akan terus berjuang sampai batas akhir perjuangan, saat badan meregang nyawa.  

Sebagai bekal perjalanan, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam hanya memberikan sekeranjang kurma untuk seluruh pasukan. Tidak ada bekal logistik makanan yang lainnya. Karena kondisi yang tidak memungkinkan untuk membekali lebih dari itu. Kehidupan para ksatria itu memang jauh dari kemewahan. Penuh kesahajaan dan ala kadarnya. Bahkan dunia terinjak, berada di bawah telapak kaki mereka. Apalah arti dunia, karena kehidupan sesungguhnya adalah di akhirat sana. Dunia ibarat melintas jalan, atau berteduh di bawah pohon, selanjutnya kembali berangkat meneruskan perjalanan.

Lalu bagaimana sang komandan membagi makanan? Abu Ubaidah membagi masing-masing personel satu butir kurma untuk satu hari. Mereka tidak mengunyahnya, namun menghisap kurma tersebut, sambil minum air. Kurma itu pun cukup untuk bertahan seharian hingga malam. Subhanallah, memang inti dari makanan adalah keberkahannya. Bukan jumlah dan ketersediaan simpanan, bukan semata nilai gizi apalagi sekadar rasa. Apalagi ketika disantap dengan penuh syukur dan tawakkal. Yang sedikit akan mencukupi, yang biasa pun terasa istimewa. 

Karena bekal yang sangat terbatas itu, mereka mencari alternatif makanan lain. Dengan tongkat mereka mencari dedaunan pohon. Tongkat tersebut dipukulkan ke dahan-dahan pohon agar daunnya berguguran. Setelah dibasahi dengan air, daun yang biasa dimakan unta itu pun menjadi santapan. Walaupun bekal sangat kurang, sekelompok pasukan para shahabat ini tidak patah semangat. Ketersediaan logistik yang menipis, tidak menjadikan tekat mereka ikut terkikis. Dengan semangat tawakkal yang tinggi mereka berangkat. Hingga karena kehabisan perbekalan, mereka terpaksa mencari makan dari dedaunan. Karena inilah pasukan ini disebut Jaisyul Khabath atau pasukan daun.

Kondisi yang sangat sempit seperti ini bukan sekali dua kali dihadapi oleh para shahabat. Namun, keimanan yang kokoh membuat jiwa yang lemah mampu bertahan. Tawakal yang kuat menjadikan tubuh yang rapuh siap bersabar. Jadilah mereka para pejuang yang tangguh. Hebat melawan musuh, sigap menghadapi berbagai situasi. Benar! Mereka adalah manusia-manusia pilihan untuk menemani rasul-Nya shallallahu 'alaihi wasallam.

Dengan langkah pasti pasukan mengambil jalur pantai. Pilihan mereka hanya dua; pulang menang, atau mati membawa kemuliaan. Pijakan-pijakan kokoh derap kaki, tetap tak mengalahkan kuatnya iman dalam hati. Terus maju pantang pundur. Dalam perjalanan susur pantai itu, tiba-tiba, mereka melihat seolah gundukan pasir yang menggunung. Semakin dekat, gundukan terlihat semakin besar. Ternyata seekor ikan paus besar terdampar di pantai.

Abu Ubaidah mengatakan, “Bangkai!” Ketika itu, para shahabat belum tahu bahwa bangkai binatang laut adalah halal.

“Tapi kita adalah para utusan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, berjihad di jalan Allah, kalian pun dalam keadaan darurat. Makanlah!” Lanjut Abu Ubaidah.

Allahu Akbar! Allah subhanahu wata'ala tidak akan menyia-nyiakan hamba-Nya. Bahkan siapa yang bertawakkal kepada-Nya, Ia pasti akan mencukupi. Keyakinan kuat dalam jiwa tentang pertolongan Allah dan jaminan kepada hamba yang bertakwa tidak akan melemah pada seorang mukmin yang jujur. Kenapa melemah? Bukankah Allah Dzat yang mahakaya, maha mendengar doa lagi berkasih sayang kepada hamba tidak akan menyelisihi janji-Nya? 

Maka para personel pasukan itu mulai menyayat ikan besar raksasa itu. Mereka makan dari potongan-potongan ikan Paus selama lebih dari setengah bulan. Ketika itu jumlah mereka adalah tiga ratus pasukan. Selama itu makanan mereka tercukupi dari ikan yang terdampar tersebut. Bahkan badan mereka hingga kuat terlihat berisi. Subhanallah, betapa besar ikan itu. Sebagian pasukan menyampaikan, “Bahkan kita bisa mengambil minyak dari lubang bola mata ikan itu menggunakan wadah yang cukup besar. Kita juga memotong-motong daging ikan itu seukuran sapi.”

“Abu Ubaidah meminta 13 orang di antara kami duduk pada lubang mata tersebut.” 

“Abu Ubaidah juga mengambil duri rusuk ikan tersebut, lalu menegakkannya. Kemudian menunjuk personel pasukan yang paling besar agar menaiki unta yang paling besar untuk lewat di bawahnya. Orang itu lewat di bawahnya tanpa menyentuh tulang.”

Sebelum pulang, mereka mengambil sebagian potongan daging itu untuk bekal. Setelah dipanasi sebentar, mereka membawa potongan daging tersebut ke Madinah. Sesampai di Madinah, mereka mengisahkan peristiwa tersebut kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam.

Maka beliau bersabda, “Itu adalah rezeki yang Allah kirimkan untuk kalian. Apakah kalian masih membawa daging ikan itu untuk kami?” Maka kami pun mengirimkan untuk beliau sebagian potongan daging ikan tersebut, beliau lalu memakannya.”

Kisah ini bukan satu-satunya peristiwa yang menunjukkan karamah Abu Ubaidah bin Al Jarrah radhiyallahu 'anhu. Berbagai kejadian luar biasa tentang beliau semakin menunjukkan kedudukan tinggi yang beliau miliki. Semoga Allah subhanahu wata'ala senantiasa meridai beliau dan seluruh shahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Sebagaimana kita tiada henti merasakan hasil perjuangan mereka hingga saat ini. Amin.

Sumber : buku Kisah Keajaiban Hamba Pilihan.