Dipandanginya dengan penuh sayang. Wajah yang selalu menyertai pikirannya. Dibelai rambutnya. Dirapikan poni berjurai rata di dahinya.
Ah, cepat sekali waktu berlalu. Seolah kemarin ia masih bayi ditimang. Sekarang, sudah menjadi gadis yang menyenangkan.
Selimut yang ada, dirapikannya untuk menutup kaki anak perempuannya yang terbuka. Berharap tidurnya nyenyak.
Anak perempuan memang luar biasa. Cintanya kepada sang ayah sangat dalam. Apalagi jika sang ayah benar-benar menyayanginya. Ia memiliki kekuatan dan keberanian untuk membela ayahnya.
Imam Muslim (1794) meriwayatkan cerita Ibnu Mas'ud yang menjadi saksi keberanian Fathimah, putri bungsu Rasulullah ﷺ.
Rasulullah ﷺ yang sedang sujud di hadapan Ka'bah, dilumuri punggungnya dengan kotoran unta. Orang kafir Quraisy yang menyaksikan tertawa terbahak-bahak.
" Andaikan aku punya kekuatan, pasti aku bersihkan punggung Rasulullah dari kotoran itu ", kata Ibnu Mas'ud.
Rasulullah ﷺ tetap sujud. Lalu seseorang melaporkan kejadian itu kepada Fathimah. Sambil berjalan cepat, Fathimah yang masih kecil datang membersihkan punggung ayahnya dari kotoran unta itu. Setelahnya, Fathimah mendatangi orang-orang Quraisy dan mencela mereka.
Anak perempuan seringkali lebih cemburu terhadap ayahnya. Bahkan, jika dibandingkan ibunya.
Anak perempuan memiliki rasa bangga dan hormat tentang ayahnya, walau seringkali tidak diungkapkan.
Anak perempuan merasakan nyaman dan damai bila sudah di dekat ayahnya.
Sebaliknya, anak perempuan punya tempat khusus di hati sang ayah.
As Suyuthi ( Al Kanz, hal.144 ) menerangkan kenapa dalam bahasa Arab, anak perempuan disebut jaariyah ( berlari cepat ). Sebab, anak perempuan lebih cepat terasa di hati dibandingkan anak laki-laki. Dikarenakan kasih dan sayang seorang ayah kepadanya.
Dalam Diwan Malik bin Ar Raib ( hal. 58 ), dinukilkan 12 bait syair yang mengkhabarkan kegalauan seorang ayah tentang anak perempuannya.
12 bait itu disusun oleh Malik bin Ar Raib.
Di dalam kitab di atas, dikisahkan tentang Malik bin Ar Raib yang disebut-sebut berparas tampan. Sejak kecil sudah terbiasa mencuri, bahkan saat remaja namanya dikenal sebagai pencuri ulung. Satu kelompok yang terdiri dari para pencuri yang ahli bisa dikoordinir oleh Malik bin Ar Raib.
Sampai kemudian Malik bertemu dengan Sa'id bin Utsman bin Affan yang ditunjuk oleh khalifah Muawiyah untuk menjadi gubernur Khurasan sekaligus panglima perangnya. Malik pun bertaubat.
Saat Malik berpamitan untuk berangkat berjihad di barisan Sa'id bin Utsman, putrinya menangis sambil memegangi ujung bajunya. Berat melepaskan, dan berat berpisah.
Malik lalu bersyair 12 bait, dan inilah pembukanya :
Sungguh, aku kuatkan untuk berucap kepada putriku yang menangis.
Kegalauan mendalam di hati bersedih tragis
Berpisah, telah mengalirkan air mata membasahi kedua pipi
Derita karena berpisah telah membuat nyeri
Artinya, Malik bin Ar Raib yang ditakuti dan punya nama besar di dunia hitam, yang seolah tidak punya hati ketika melakukan berbagai tindak kejahatan, luluh dan lemah di hadapan putrinya.
Sebab, anak perempuan punya ruang khusus di hati seorang ayah.
Abul Mikhsyan Al A'rabi ( Rabi'ul Abrar 3/252 ) bercerita:
" Dulu, anak perempuanku yang duduk melayaniku saat makan. Setiap kali ada menu istimewa, selalu ia khususkan untukku. Setelah dewasa, aku nikahkan dia. Maka, anak laki-lakiku yang kemudian menemaniku makan. Demi Allah, tidaklah aku tertarik suatu menu, melainkan sudah didahului diambil anak laki-lakiku"
Ah, benar-benar cepat waktu beranjak. Seakan tidak berjeda. Dengan jari-jari tangannya, ia menghitung. Terkejut ia. Sebab, beberapa tahun lagi anak perempuannya akan menjadi seorang istri.
Setelah bersuami, ia bertanya-tanya, " Kelak, siapa yang akan lebih merindu? ". Putrinya yang merindukan suasana terlindungi dan terayomi sang ayah, atau ayahnya yang merindukan perhatian dan pelayanan putrinya.
Ayah, jangan sia-siakan putrimu! Sayangi dan berikanlah perhatian yang cukup!
Area WC 10, 26 Ramadhan 1444 H/16 April 2023
t.me/anakmudadansalaf