Seringkali keinginan yang sudah dimaukan, gagal diraih. Cukup lama menunggu, namun tak kunjung tiba. Akhirnya diputuskan batal, padahal sudah tinggi berharap.
Kecewa adalah rasa yang kerap mengiringi perjalanan hidup manusia. Efeknya terkadang membekas lama, bahkan tak terlupa. Walau berlalu sekian waktu, sesekali dada sesak dibuat sebab teringat.
Lebih-lebih jika kecewa dialami oleh seorang anak. Apa yang ia rasa, mungkin tak mampu ia ungkap dengan kata-kata. Namun, di balik diamnya, ada sedih yang mendera.
Ada juga anak yang tak bisa menyembunyikan kecewa. Wajah kecut cemberut atau menangis, adalah dampak yang lazim dilakukan. Secara verbal, ada sepatah dua potong kalimat yang menggambarkan kekesalan.
Kecewa mungkin dialami oleh siapa saja. Tetapi, apa yang harus dilakukan jika seorang anak yang merasa kecewa?
Edukasi mengenai hal ini semestinya sudah mulai dikenalkan kepada anak sejak usia dini. Pendidikan agama, terkhusus keyakinan terhadap takdir, jangan sampai terlambat.
Hadis Ibnu Abbas yang pernah dibonceng Nabi Muhammad ﷺ saat berkendara adalah dasar hukumnya.
Momen dibonceng Nabi Muhammad ﷺ, terjadi saat Ibnu Abbas masih berusia 9 atau 10 tahun. Usia yang sangat muda!
Ada beberapa pesan yang disampaikan Nabi Muhammad saat itu, antara lain :
وَاعْلَمْ أَنَّ مَا أَخْطَأَكَ لَمْ يَكُنْ لِيُصِيْبَكَ، وَمَا أَصَابَكَ لَمْ يَكُنْ لِيُخْطِئَكَ
" Ketahuilah, bahwa apa yang ditetapkan luput darimu tidaklah akan menimpamu. Dan apa yang ditetapkan akan menimpamu tidak mungkin luput darimu "
Subhanallah!
Edukasi semacam ini telah dikenalkan sedari anak berusia dini. Masih kecil, sudah ditanamkan pendidikan yang luar biasa.
Agar anak kuat berkarakter, tangguh, dan tidak cengeng. Supaya anak tidak rapuh dan selalu tegar menghadapi berbagai perubahan dalam kehidupan.
Bahwa; segala sesuatu telah ditetapkan Allah Ta'ala, baik yang terjadi maupun yang tidak terjadi. Semua sesuai kehendak- Nya. Tak bisa menolak, tak kuasa mengelak.
Anak mesti dipahamkan, bahwa tak semua keinginan dapat diwujudkan. Seringkali kemauan tertunda karena keadaan. Rencana bisa saja batal dan gagal.
Misalkan anak yang sudah dijanjikan jalan-jalan. Tiba-tiba ada panggilan penting dari orang tua (kakek atau nenek si anak). Jalan-jalan pun batal.
Misal lain; anak yang terlanjur diberi janji akan dibelikan hadiah. Ketika waktunya, ada keperluan darurat yang mengharuskan untuk mengalihkan dana; dari membeli hadiah untuk keperluan tersebut.
Anak pasti kecewa. Ia tentu kesal dan jengkel. Wajar!
Orang tua harus mendampingi dan memberikan perhatian. Paling tidak beberapa hal di bawah ini dapat dilakukan :
1. Sampaikan permohonan maaf. Jangan sungkan, jangan berat hati untuk meminta maaf. Selain menyejukkan hatinya yang tengah panas bergolak, orang tua yang meminta maaf sebenarnya sedang mengajarkan kepada anak sikap perwira. Agar di lain waktu, ketika anak berbuat salah, ia tak berat hati untuk meminta maaf.
2. Berilah kesempatan anak mengekspresikan kecewa. Dengarkanlah dengan sabar. Terangkanlah bahwa Anda sangat mengerti perasaannya dan sangat memahami kecewanya. Sekadar mau mendengarkan saja, sudah tentu membuat anak merasa teduh.
3. Jangan tambahi kecewanya. Jangan bubuhi lukanya dengan luka berikutnya. Dengan, membentak, berkata atau bersikap kasar.
4. Ceritakanlah kisah para Nabi dan orang-orang saleh di zaman Salaf, yang juga mengalami hal sama. Bagaimana mereka bersabar di saat keinginan dan harapan tak terkabulkan.
5. Ajaklah anak untuk berdiskusi tentang hikmah yang dapat digali dari kegagalan atau penundaan rencana. Jelaskan bahwa ada pelajaran berharga dari itu semua.
6. Berkompromilah dengan anak. Berikan kompensasi. Sampaikan bahwa rencana tertunda itu akan diganti di lain waktu, plus tawaran hadiah tambahan. Tentu sedikit banyak akan membuat anak tersenyum.
Intinya; seringlah berdiskusi dengan anak. Jangan diam. Jangan tanpa keterangan. Buatlah saluran komunikasi sejak dini. Jagalah komunikasi agar tidak ada sumbatan yang menghalangi.
26 Sya'ban 1444 H/20 Maret 2023
t.me/anakmudadansalaf