Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

hukum berobat menurut syariat islam

5 tahun yang lalu
baca 14 menit

APA HUKUMNYA BEROBAT

Hukum Berobat Menurut Syariat Islam
Hukum Berobat Menurut Syariat Islam
Asy Syaikh Al-Allamah Abdul Aziz Ibnu Baz rahimahullah

Pendapat yang benar dalam hukum berobat adalah dianjurkan dan disyari'atkan, 

An Nawawi dan ulama lainnya menyebutkan dari jumhur (mayoritas) ulama rahimahumullah bahwa hukumnya adalah dianjurkan, 

Sebagian ulama berpendapat bahwa hukumnya sama saja, berobat atau tidak, tidak dianjurkan dan tidak dibenci, bahkan hukumnya halal, 

Ulama yang lain ada yang berpendapat bahwa yang afdhal adalah tidak berobat, 

Diriwayatkan dari Abu Bakr ashshiddiq radhiyallahu'anhu bahwa beliau berkata ketika diucapkan kepadanya 

الطبيب؟  "Tidakkah engkau kedokter?". 

Maka beliau menjawab: 

الطبيب أمرضني "Dokter itu membuatku sakit". 

Namun saya tidak mengetahui kebenaran riwayat ini dari Abu Bakr Ash Shiddiq radhiyallahu'anhu. 

Kesimpulannya adalah bahwa mayoritas ulama berpendapat bahwa berobat hukumnya adalah dianjurkan, dan ini adalah pendapat yang benar, 

Pengobatan dengan obat-obat yang sesuai syari'at islam, yang boleh dalam pandangan islam untuk digunakan, tidak ada padanya unsur keharaman, 

Seperti pengobatan dengan AlQur'an, ruqyah, pengobatan dengan kay ketika dibutuhkan dan jika tidak didapati obat lain, 

Berobat dengan perkara-perkara yang boleh digunakan (dalam pandangan islam) tidak mengapa, sungguh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah meruqyah sebagian sahabatnya, dan sungguh malaikat Jibril pernah meruqyah rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, 

Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda: 

عباد الله تداوو ولا تداووا بحرام 

"Wahai hamba-hamba Allah berobatlah! Dan jangan kalian berobat dengan yang haram"

Ketika seseorang berobat, hal itu tidak menafikan ketawakalannya, 

Tawakkal itu mencakup dua perkara: 

  1. Bersandar kepada Allah dan menyerahkan urusan kepadaNya, 
  2. Disertai dengan menempuh sebab. 

Tidak boleh bagi seseorang untuk mengatakan: 

Aku tawakkal, tidak makan minum, tidak menempuh sebab, tidak melakukan jual beli, tidak bercocok tanam, tidak melakukan perindustrian  dan selainnya, 

Ini adalah kesalahan, 

Menempuh sebab tidak menafikan tawakkal, bahkan termasuk dari tawakkal, 

Demikian pula dengan berobat, termasuk bagian dari tawakkal. 

Dikutip dari: https://binbaz.org.sa/fatwas/8104/%D8%AD%D9%83%D9%85-%D8%A7%D9%84%D8%AA%D8%AF%D8%A7%D9%88%D9%8A-%D9%85%D9%86-%D8%A7%D9%84%D8%A7%D9%85%D8%B1%D8%A7%D8%B6

KUHARAPKAN KESEMBUHAN AGAR DAPAT KEMBALI MELAKUKAN KETAATAN KEPADANYA

Asy Syaikh Al-Allamah Abdul Aziz Ibnu Baz rahimahullah

Berobat adalah perkara yang disyari'atkan menurut pendapat yang benar, dan ini adalah pendapat mayoritas ulama, barangsiapa yang meninggalkannya, maka tidak mengapa, 

Jika diperkirakan bermanfa'at dan sangat dibutuhkan, maka lebih ditekankan lagi, karena jika ditinggalkan akan bermudharat, melelahkan jiwanya dan keluarganya dan melelahkan pelayannya, 

Dalam pengobatan ini terdapat kemaslahatan untuk dirinya dan keluarganya, 

Dikarenakan pengobatan tersebut, membantunya untuk mendapatkan kesembuhan, membantunya dapat melakukan ketaatan kepada Allah, 

Sehingga dia bisa menunaikan shalat berjama'ah dimasjid, 

Melakukan perbuatan yang bermanfaat untuk manusia dan dirinya, 

Jika dia terhalang disebabkan sakit, maka akan terhalang sekian banyak perkara, meskipun dia mendapat pahala dari amalan yang pernah dia lakukan dimasa sehatnya, 

Sebagaimana didalam hadits yang shahih

إذا مرض العبد أو سافر كتب الله له ما كان يعمله وهو صحيح مقيم 

"Apabila seorang hamba sakit atau melakukan safar (perjalanan jauh), maka Allah menulis untuknya amalan yang  dia lakukan ketika dia sehat dan mukim". 

Ini adalah keutamaan dari Allah, 

Namun pengobatan padanya terdapat sekian banyak maslahat, jika dengan metode yang sesuai syari'at islam dan menggunakan obat-obatan yang boleh digunakan dalam pandangan islam, 

Inilah pendapat yang benar, 

Adapun pendapat yang mengatakan, sama saja hukumnya antara berobat dan tidak, atau pendapat yang mengatakan bahwa meninggalkan berobat itu adalah afdhal, maka pendapat seperti ini adalah lemah, 

Kebenaran lebih berhak untuk diikuti, dalil-dalil syar'i harus dikedepankan dari siapapun.  

Dikutip dari: https://binbaz.org.sa/fatwas/8104/%D8%AD%D9%83%D9%85-%D8%A7%D9%84%D8%AA%D8%AF%D8%A7%D9%88%D9%8A-%D9%85%D9%86-%D8%A7%D9%84%D8%A7%D9%85%D8%B1%D8%A7%D8%B6

TEMPUHLAH JALAN KESEMBUHAN DENGAN BEROBAT, DISERTAI DENGAN KEYAKINAN BAHWA ALLAHLAH YANG MENENTUKANNYA

Asy Syaikh Al-Allamah Abdul Aziz Ibnu Baz rahimahullah

Berobat adalah perkara yang dituntut, tidak mengapa, disertai dengan percaya dan tawakkal kepada Allah, mengimani bahwa Allah subhanahu wa ta'ala Dialah yang menentukan,  ditanganNyalah segala sesuatu, 

Allah subhanahu wa ta'ala berfirman didalam kitabnya yang agung:

يَهَبُ لِمَن يَشَاءُ إِنَاثًا وَيَهَبُ لِمَن يَشَاءُ الذُّكُورَ  أَوْ يُزَوِّجُهُمْ ذُكْرَانًا وَإِنَاثًا ۖ وَيَجْعَلُ مَن يَشَاءُ عَقِيمًا ۚ إِنَّهُ عَلِيمٌ قَدِيرٌ

Dia memberikan anak-anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki dan memberikan anak-anak lelaki kepada siapa yang Dia kehendaki atau Dia menganugerahkan kedua jenis lelaki dan perempuan (kepada siapa) yang dikehendaki-Nya, dan Dia menjadikan mandul siapa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.” (Asy-Syura: 49-50)

Manusia itu terbagi menjadi empat bagian: 
  1. Dianugerahi anak perempuan
  2. Dianugerahi anak lelaki
  3. Dianugerahi lelaki dan perempuan
  4. Mandul dari kalangan lelaki dan perempuan, 
Kamu dan istrimu, bisa jadi tergolong dibagian pertama, bisa jadi dibagian kedua, bisa jadi dibagian ketiga, dan bisa jadi dibagian keempat, terkadang kamu yang mandul dan suamimu tidak mandul, terkadang suamimu mandul dan kamu tidak mandul, Rabb kita, Dialah yang mengetahui segala sesuatu, tidak mengapa kamu menempuh sebab dengan menggunakan obat(yang tidak haram dan tidak melanggar syari'at) untukmu dan istrimu. 

Dikutip dari:
https://binbaz.org.sa/fatwas/16834/%D8%A7%D9%84%D8%AA%D9%88%D9%83%D9%84-%D8%B9%D9%84%D9%89-%D8%A7%D9%84%D9%84%D9%87-%D9%84%D8%A7-%D9%8A%D9%86%D8%A7%D9%81%D9%8A-%D8%A7%D9%84%D8%B9%D9%85%D9%84-%D8%A8%D8%A7%D9%84%D8%A7%D8%B3%D8%A8%D8%A7%D8%A8

Alih bahasa: Abu Fudhail Abdurrahman Ibnu Umar غفر الرحمن له. 
Chanel telegram: https://t.me/alfudhail

BACA : KISAH INDAHNYA TANGGUNG JAWAB

SAAT KITA BEROBAT

Di antara ketetapan Allah (sunnatullah) bagi hamba-Nya adalah sebagaimana yang tertuang dalam sebuah ayat,

وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ

“Kami akan menguji kalian dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan  dan hanya kepada Kamilah kalian dikembalikan.” (al-Anbiya`: 35)

Yakni  akan adanya ujian yang menyapa baik berupa keburukan maupun kebaikan. Keburukan semisal musibah, dan kebaikan semisal kebahagiaan. Fungsinya adalah sebagai pembeda dan penyeleksi, siapa yang bersyukur dan siapa yang kufur, siapa yang bersabar dan siapa yang berputus asa. 

Abdullah Ibnu Abbas ketika menjelaskan ayat ini mengatakan, “Kami akan menguji kalian dengan keburukan dan kebaikan, maksudnya yaitu dengan kesempitan dan kelapangan hidup, kesehatan dan kesakitan, kekayaan dan kemiskinan,  halal dan haram, ketaatan dan kemaksiatan, petunjuk dan kesesatan lalu Kami akan membalas amalan-amalan kalian.” (Lihat Tafsir Ibnu Katsir, 5/300)

Dengan adanya ketetapan ini, terkhusus dalam menyikapi keburukan dan musibah, bukan hal aneh jika masing-masing orang akan berusaha mencari solusi.

Para pembaca rahimakumullah, pada edisi kali ini Kami akan sedikit membahas tentang permasalahan berobat. Sebagaimana yang kita maklumi bersama, berobat merupakan salah satu usaha manusia dalam mencari solusi dari sakit yang sedang menimpanya.

Hal-hal Penting Saat Berobat

HUKUM BEROBAT

Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin dalam kitab beliau Asy-Syarhul Mumti’ ‘Ala Zadil Mustaqni’, beliau membagi dan merinci hukum berobat dalam beberapa keadaan,
  • Jika diketahui atau diyakini bahwa berobat sangat bermanfaat, disertai adanya kemungkinan buruk jika meninggalkannya, maka wajib untuk berobat.
  • Jika diyakini bahwa berobat sangat bermanfaat dan tidak ada kemungkinan buruk jika meninggalkannya, maka lebih utama berobat.
  • Jika keadaannya berimbang antara efek positif dan efek negatif, maka meninggalkan berobat lebih utama agar seseorang tidak terjatuh kepada kejelekan tanpa dia sadari.
  • Berobat tidak menafikan tawakal.
Para pembaca rahimakumullah, seseorang yang berobat bukan berarti tidak bertawakal kepada Allah. Justru usahanya untuk mengobati penyakitnya merupakan salah satu bentuk tawakal  kepada Allah. Bahkan lebih dari itu, usaha tersebut merupakan bentuk penyempurna tauhidnya kepada Allah.

Al-Imam Ibnul Qayyim di dalam kitab beliau yang berjudul Zadul Ma’ad fii Hadyi Khairil ‘Ibad (4/14) setelah menyebutkan dalil-dalil anjuran untuk berobat, beliau menyatakan, 
“Maka pada hadits-hadits shahih ini terdapat perintah untuk berobat dan bahwasanya berobat tidaklah menafikan tawakal. Sebagaimana menghilangkan rasa lapar, haus, panas dan dingin dengan mengerjakan lawannya (yakni dengan makan, minum dan seterusnya) juga tidak menafikan tawakal. Bahkan tidaklah sempurna tauhid yang hakiki melainkan dengan melakukan sebab-sebab yang telah Allah tetapkan sesuai dengan akibat-akibatnya secara pengalaman maupun syariat. Disisi lain mengabaikan berobat justru merupakan bentuk kekurangan pada sikap tawakal.”
Berobat dengan cara-cara yang diperbolehkan (mubah) dan tidak bertentangan dengan syariat.

Tidaklah ada sesuatu dari makhluk-makhluk Allah kecuali ada lawannya. Termasuk penyakit, ada obatnya sebagai lawan darinya. Jika obat itu tepat dan mampu mengatasi penyakit, seseorang akan sembuh dengan izin Allah. Tatkala Allah telah mencukupi kita dengan obat-obatan yang bermanfaat dan mubah, Allah melarang pula dari berobat dengan obat-obatan yang haram. Nabi bersabda,

إِنَّ اللهَ خَلَقَ الدَّاءَ وَالدَّوَاءَ فَتَدَاوَوْا وَلاَ تَدَاوَوْا بِحَرَامٍ

“Sesungguhnya Allah menciptakan penyakit dan obatnya. Maka berobatlah kalian, namun jangan berobat dengan obat yang haram.” (HR. ad-Daulabi)

Dalam riwayat yang lain beliau bersabda tentang khamr (minuman keras),

إِنَّهُ لَيْسَ بِدَوَاءٍ وَلَكِنَّهُ دَاءٌ

 “Sesungguhnya khamr itu bukanlah obat akan tetapi ia penyakit.” (HR. Muslim no. 1984 dari Thariq bin Suwaid)

Berobat yang paling dilarang adalah dengan metode pengobatan yang berbau kesyirikan. Sebut saja berobat kepada para dukun dan paranormal yang tentunya tidak diragukan lagi tentang kerjasama mereka dengan jin dan setan.

Amalan-amalan nyeleneh yang mereka resepkan pun mau tidak mau dilakukan. Dari menyembelih hewan dengan ciri tertentu yang dipersembahkan untuk selain Allah, menulis tulisan-tulisan arab atau bahkan terkadang ayat-ayat al-Qur’an di secarik kertas atau kain untuk kemudian diletakkan di tempat khusus atau digantungkan, mandi tengah malam dengan ramuan 7 lembar kembang yang berbeda dan amalan-amalan yang menjatuhkan seseorang pada praktek kesyirikan lainnya.

Dikisahkan dalam riwayat al-Imam Ahmad bahwa suatu hari Rasulullah melihat seseorang mengenakan sebuah gelang di tangannya. Beliau bertanya “Apa ini?” “Ini untuk pencegah penyakit.” Jawab orang tersebut. Nabi lalu bersabda “Buang benda ini! Benda ini tidaklah menambah pada dirimu melainkan kelemahan. Jika engkau meninggal dunia sementara benda ini masih ada padamu maka sungguh engkau tidak akan beruntung selamanya.”

Maka, cukupkan dengan pengobatan yang mubah dan tidak bertentangan dengan syariat karena segala penyakit pasti ada jalan keluarnya.

BEROBAT HANYA SEKEDAR SARANA

Suatu hal yang harus terpatri dalam diri setiap insan bahwa berobat bukan sebagai penjamin datangnya kesembuhan. Ia hanya sekedar sarana dan bentuk usaha untuk mencapai kesembuhan. Yang demikian itu karena kesembuhan mutlak datangnya dari Allah, bukan dari obat atau orang yang mengobati. Obat akan manjur dan mengantarkan kepada kesembuhan dengan izin Allah dan kehendak-Nya. Dalam sebuah hadits, Nabi bersabda,

لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءٌ، فَإِذَا أَصَابَ الدَّوَاءُ الدَّاءَ، بَرَأَ بِإِذْنِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ

“Setiap penyakit pasti ada obatnya. Bila sebuah obat tepat untuk sebuah penyakit maka dia akan sembuh dengan izin Allah ‘azza wa jalla.” (HR. Muslim no. 2204 dari shahabat Jabir)

Allah mengabarkan ucapan Nabi Ibrahim,

وَإِذَا مَرِضْتُ فَهُوَ يَشْفِينِ

“Apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkanku.” (asy-Syu’ara`: 80)

Beranjak dari sini, tidak boleh bagi seorang hamba meyakini bahwa obatlah yang menyembuhkan sakitnya. Namun wajib baginya bersandar dan bergantung kepada Allah yang memberikan penyakit dan menurunkan obatnya sekaligus, yakni Allahtabaraka wa ta’ala.

BEROBAT DAN ISTIRAHAT

Para pembaca rahimakumullah, tidak mengapa seseorang yang sedang sakit banyak menggunakan waktunya untuk istirahat. Hanya saja yang perlu diingat, tidak kemudian segala hal ikut diistirahatkan. Terlebih jika penyakit yang menimpa masih dalam taraf ringan.

Sangat disayangkan, masih kita dapati sebagian orang di saat masa-masa pengobatan bermudah-mudahan meninggalkan shalat 5 waktu. Ironis memang, saat dirinya sedang menderita dan sangat butuh terhadap pertolongan Allah justru menjauh dari-Nya. Lebih memprihatinkan lagi manakala kemaksiatan malah dilakukan.

Semoga kita dijauhkan dari sikap yang demikian.

DOA, PENGIRING SAAT BEROBAT

Disamping berobat yang merupakan usaha  dalam memperoleh  kesembuhan, maka langkah selanjutnya adalah berdoa dan memohon pertolongan Allah. Karena doa merupakan penghubung antara seorang hamba dengan Allah, Dzat Yang Maha mampu menyembuhkan dan menghilangkan segala kesulitan.

Allah berfirman,

أَمْ مَنْ يُجِيبُ الْمُضْطَرَّ إِذَا دَعَاهُ وَيَكْشِفُ السُّوءَ وَيَجْعَلُكُمْ خُلَفَاءَ الْأَرْضِ أَئِلَهٌ مَعَ اللَّهِ قَلِيلًا مَا تَذَكَّرُونَ

“Atau siapakah yang mengabulkan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kalian (manusia) sebagai khalifah di bumi?” (an-Naml: 62)

Di ayat yang lain Allah menyatakan;

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ

 “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku. Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu terbimbing dalam kebenaran.” (al-Baqarah: 186)

Nabi mengingatkan kita semua;

احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلاَ تَعْجِزْ

“Bersemangatlah untuk memperoleh apa yang bermanfaat bagimu dan minta tolonglah kepada Allah dan janganlah merasa lemah!” (HR. Muslim no. 2664 dari shahabat Abu Hurairah)

Terkadang seseorang tertipu dengan kemampuan dirinya. Merasa bahwa apa yang dia upayakan dan usahakan pasti membuahkan apa yang diharapkan. Tatkala melihat dirinya memiliki kemampuan untuk berobat, timbul rasa takjub dan menyandarkan kesembuhan terhadap usaha yang dilakukannya hingga akhirnya lupa untuk berdoa, bersandar dan memohon pertolongan kepada Allah Yang Maha memberikan kesembuhan.

Oleh karena itu dalam hadits di atas Rasulullah mengingatkan kita untuk berusaha semaksimal mungkin dalam memperoleh kebaikan kemudian mengiringinya dengan berdoa dan memohon pertolongan kepada Allah.  Sungguh kalaulah bukan karena pertolongan Allah, maka tidak ada sedikitpun daya dan upaya yang bisa kita lakukan. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bish shawab, .

Penulis: Ustadz Abdullah Imam | https://mahad-assalafy.com/saat-kita-berobat/
Oleh:
Atsar ID