Pecinta ilmu fikih, khususnya yang mendalami mazhab Syafi'i, tak mungkin tak kenal Ar Rabi' bin Sulaiman al Muradi.
Adz Dzahabi ( Siyar A'lam 12/588 ) menyebut beliau sebagai, " ... imam ahli hadis, pakar fikih terkemuka...murid terpercaya dan penyampai ilmu Imam Asy Syafi'i. Pemuka para muadzin di Masjid Raya al Fustat dan mustamlii para Masyayikh di masa tersebut".
Beliau lahir tahun 174 H.
Banyak ulama berguru kepada beliau, semacam ; Abu Dawud, Ibnu Majah, An Nasa'i, Abu Zur'ah, Abu Hatim, dan lainnya.
Adz Dzahabi juga memuji, " ... Beliau berumur panjang. Namanya harum tersebar. Para penuntut ilmu hadis memenuhi majlisnya. Seorang ulama yang luar biasa. Umurnya dihabiskan untuk belajar dan mengajar..."
Iya. Saat wafat, usia beliau mencapai 95 atau 96 tahun.
Ar Rabi' adalah murid Imam Syafi'i yang meriwayatkan kitab-kitab Syafi'i untuk kita.
Namun, tahukah kita bila Ar Rabi' meneladankan makna kesungguhan dan perjuangan seorang murid. Sekaligus arti kesabaran dan optimisme seorang guru.
Di dalam Thabaqat Syafi'iyah ( 2/134 ) dikisahkan masa-masa belajar Ar Rabi'. Beliau dikenal lambat memahami dan lamban mencerna pelajaran.
Pernah sampai 40 kali, Asy Syafi'i menerangkan satu pelajaran, namun tetap saja Ar Rabi' tidak bisa memahami. Saking malunya, Ar Rabi' memilih untuk pergi meninggalkan ruang belajar.
Imam Syafi'i tidak menyerah. Beliau panggil Ar Rabi'. Di lokasi yang relatif sepi, Asy Syafi'i mengulang lagi berkali-kali penjelasan sampai Ar Rabi' pun paham.
" Andai saja aku bisa, wahai Rabi'. Aku berikan semua ilmuku sebagai makanan untukmu, pasti aku lakukan ", kata Asy Syafi'i.
Waktu-waktu ini adalah waktu-waktu kembali ke pesantren. Pulang ke pondok sebagai kampung halaman kedua. Waktu-waktu belajar dan mengajar lagi.
Kisah Ar Rabi' dan Asy Syafi'i, murid dan guru, adalah motivasi buat kita.
1. Kesabaran seorang guru.
Kesabaran yang kita pikir ada batasnya, padahal andai batas itu ada, kita masih begitu jauh dari batas itu. Kenapa kita persempit batas tersebut?
Tak pernah terbayang, lebih-lebih dilakukan, seperti yang dicontohkan Asy Syafi'i. Hingga berpuluh kali penjelasan diulangi. Tidak bosan. Tidak pesimis. Apalagi menyerah dan memutuskan berhenti.
Sedih dan menyesal bahkan takut jika tidak dimaafkan, jika sampai merendahkan apalagi memukul seorang murid. Ampunilah hamba, ya Allah...
Seorang guru yang sungguh-sungguh melimpahkan cinta kepada murid. Kata Asy Syafi'i kepada Ar Rabi', " Sungguh! Aku amat sayang kepadamu ".
Sayangi muridmu! Cintailah santrimu!
2. Pantang menyerah seorang murid.
Ar Rabi' selaku murid tidak mudah putus asa. Walau puluhan kali tak paham, ia menolak menyerah. Ia balas cinta gurunya dengan kesungguhan. Ia balas juga dengan melayani gurunya.
Asy Syafi'i memuji, " Tidak pernah ada orang yang melayani saya, seperti Ar Rabi' yang sepenuhnya melayani saya"
Demikianlah, wahai Santri! Dekatlah dengan gurumu. Layani gurumu. Jangan jauh-jauh dari gurumu. Agar kesempatanmu memperoleh ilmu semakin terbuka.
Ketika merasa tak mampu, menganggap dirimu tidak bisa, bukannya berhenti atau memilih pergi. Namun, tetaplah berjuang. Mintalah petuah dan nasehat dari gurumu. Jangan lupa! Banyak-banyaklah berdoa kepada Allah.
Ada bait-bait syair dinisbatkan kepada Ar Rabi' :
صَبْراً جَمِيلاً ما أقربَ الفَرَجَا من رَاقَبَ اللَّهَ فِي الأمورِ نَجَا
منْ صدق الله لم ينلهُ أذى ومن رجَاهُ يكونُ حيثُ رَجَا
Sabar saja dengan indah. Jalan keluar telah dekat.
Siapa yang yakin diawasi Allah, niscaya selamat.
Siapa yang jujur kepada Allah, tidak dikenai gangguan.
Siapa yang hanya berharap kepada Allah, akan terwujudlah sesuai harapan.
Iya! Bait-bait di atas seakan menggambarkan Ar Rabi' sendiri, bukan?
Sekarang, bagaimana denganmu? Apa harapanmu? Sudahkah harapan itu disandarkan hanya kepada Allah?
Sabar sajalah dengan indah. Jalan keluar itu telah dekat.
Azan Zuhur, 22 Syawal 1443 H/23 Mei 2022
t.me/anakmudadansalaf