(Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, ustadz.
Perkenalkan ana Fulan, ikhwan kota X. Ana dapat nomor ustadz dari salah satu ikhwah yang ada di WA grup peternakan, pertanian dan perikanan.
Ustadz, 'afwan ana sedang butuh akan nasehat pernikahan, kiranya antum berkenan memberikan nasehat/wejangannya kepada ana
Baarakallahu fiik)
Pesan telegram di atas sudah ada sejak beberapa hari yang lalu. Saya hanya sebatas menjawab singkat. Saya pikir, jawabannya perlu dipersiapkan secara lebih matang.
Jawaban berikut selain buat saudara saya yang di atas, juga buat kalian adik-adikku di Pusdiklatmu yang tentunya sudah mulai berpikir dan merencanakan untuk berumah-tangga.
Point-point berikut saya tujukan kepadamu, wahai calon suami.
1. Tentukan dan pastikan terlebih dahulu. Apakah tujuanmu menikah? Buat apa berumah tangga?
Mengenai hal ini, engkau harus berani jujur dan berterus-terang. Paling tidak pada dirimu sendiri. Ingat, Allah maha mengetahui apa niatmu untuk menikah.
Tergoda kecantikan. Dapat cerita ini dan itu tentangnya. Orangtuanya kaya raya atau bahkan dia memang kaya. Kepintaran dan kecerdasan. Karena kasihan dan ingin menolong. Tidak enak menolak karena sudah ditawarin. Sudah kenal sejak kecil. Atau apa alasanmu?
Dek, rata-rata jika ditanya, jawabannya adalah niat saya adalah untuk ibadah. Demi melaksanakan sunnah Rasul.
Jika memang demikian, mestinya semua faktor selain ibadah dapat dikelola dan disesuaikan bukan?
Benar! Niat menikah itu adalah ibadah. Menggapai ridha Allah. Mengikuti sunnah Rasul. Mendirikan bangunan ibadah yang banyak tidak dapat dilaksanakan tanpa menikah.
Ada orang datang bertanya kepada Sufyan bin Uyainah,"Aku hendak curhat kepadamu tentang istriku. Rasa-rasanya aku sangat direndahkan dan tidak dianggap olehnya?"
"Barangkali, niatmu dulu menikahinya agar statusmu menjadi meningkat?", Sufyan mencoba bertanya.
Orang itu menjawab,"Benar"
Sufyan lantas menjelaskan, "Barangsiapa menikah supaya status sosialnya naik, ia akan dicoba dengan kehinaan. Barangsiapa menikah agar menjadi kaya, ia tentu dicoba dengan kemiskinan. Barangsiapa menikah bertujuan dapat melaksanakan ibadah, niscaya Allah himpunkan untuknya kemuliaan, kekayaan dan agama sekaligus" (Tahdzibul Hilyah 2/436)
Artinya, apa yang akan engkau rasakan sesuai dengan apa yang engkau niatkan.
2. Ingat-ingatlah bahwa tidak ada sosok sempurna
Point ini sangat penting, Dek.
Jangan pernah berpikir ada wanita sempurna yang bisa engkau peristri. Tidak ada cacat, tanpa cela. Semua serba istimewa. Nol kekurangan. Nihil catatan.
Wanita tercipta dengan kondisinya yang bengkok. Seperti tulang rusuk. Jika dipaksa lurus, patahlah dia. Bila dibiarkan, ia tetap bengkok. Maka, sering-seringlah mengingatkan dengan cara yang baik. Lembut dan bijak.
Mengenai hal ini, ingat-ingatlah pesan Nabi Muhammad (HR Muslim dari sahabat Abu Hurairah) :
:لاَ يَفْرَكُ مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَةً ، إِنْ كَرِهَ مِنْهَا خُلُقًا رَضِيَ مِنْهَا آخَرَ
Artinya : Jangan sampai seorang suami membikin marah istrinya. Jika ia membenci satu hal dari istrinya, bukankah ia menyenangi hal lain dari istrinya?
3. Suami adalah penanggung jawab.
Tanggung jawab dalam hal apa?
Semuanya. Seluruh hal. Bukankah istrimu adalah tanggung-jawabmu? Bukan hanya di dunia, bahkan di akhirat kelak, engkau pun harus mempertanggungjawabkan.
Urusan rumah. Bersih-bersih. Menata. Memasak. Mencuci. Merawat anak. Memperbaiki kerusakan. Ingat, nabi Muhammad pun sering dan senang membantu meringankan pekerjaan rumah istrinya.
Kelak pendidikan anak juga tanggung jawabmu, wahai calon suami.
Apa yang sudah engkau persiapkan untuk menjadi seorang ayah yang baik? Seorang bapak yang shaleh?
Engkau pikir menikah itu hanya sekadar tersenyum bahagia dan tertawa gembira? Senang kita lamaran diterima. Senang saat sah ijab kabul. Senang ketika mendapatkan ucapan selamat dan doa.
Menikah itu perjalanan yang sangat panjang. Jarak tempuhnya amat jauh.
Salah satunya adalah mendidik anak. Engkau harus belajar dan memahami seluk beluk mendidik anak. Jangan menunggu setelah punya anak! Itu terlambat.
Inti point ini adalah memahamkan dirimu,Dek.
Bahwa apa yang terjadi dan dialami dalam rumah tangga adalah tanggung-jawabmu.Jangan lari dari tanggung-jawab! Jangan engkau lemparkan tanggung-jawab pada orang lain.
Ibarat kapal, katanya. Hendak kemana dan bagaimana berlayar, berpulang kepada nahkoda. Ketika mengalami badai atau gelombang besar, nahkoda harus sabar dan tegar. Penumpang menunggu arahanmu.
4. Banyaklah mengalah
Sahabat Khudzaifah pernah berkata, "Saat-saat paling membahagiakan bagiku adalah saat-saat ketika anak dan istriku berkeluh-kesah kepadaku"
Inilah perangai mulia dan karakter positif yang harus engkau persiapkan dari sekarang, Dek.
Saat istrimu mengatakan capek. Ketika ia bilang lelah. Waktu ia memintamu untuk melakukan sesuatu. Apabila istrimu mengeluh. Menceritakan masalahnya. Mewartakan problemnya.
Itulah saat yang membahagiakan bagi seorang suami. Seorang laki-laki.
Jadilah tempat bersandar untuknya! Buatlah ia nyaman di dekapanmu! Dengarkan cerita dan keluh kesahnya! Bikin ia tertawa.
Tsabit bin Ubaid berkisah, "Aku tidak pernah melihat sosok yang lebih menggembirakan saat di rumah, tenang ketika di majelis, dibanding sahabat Zaid bin Tsabit"
Begitulah, Dek! Menjadi suami dengan pribadi yang menyenangkan dan menggembirakan.
5. Jangan kasar
Ini pesan ke-lima,Dek!
Tolong jangan kasari istrimu. Jangan dengan suara, jangan dengan kata-kata dan jangan pula dengan fisik.
Wanita itu makhluk lemah.
Walau engkau tengah emosi. Meski engkau sedang marah. Kendalikan diri dan tetaplah tenang. Lebih baik diam daripada mengumbar kata-kata.
Ini semua demi kebaikan bersama. Ingat, bukankah niatmu adalah ibadah? Jangan kotori niatmu. Jangan nodai tujuan baikmu.
Terakhir, rasa suka bukan satu-satunya pondasi rumah tangga. Maka, ketika tidak ada lagi rasa suka, jangan engkau robohkan keluarga!
Ada orang hendak menceraikan istrinya. Umar bin Khattab bertanya, "Kenapa engkau ingin menceraikannya?".
"Aku sudah tidak suka lagi dengannya?", ia menjawab.
Kata Umar, "Apakah setiap rumah tangga hanya dibangun di atas rasa suka? Di mana engkau tempatkan ri'ayah? Di mana engkau posisikan tadzammum?"
Ri'ayah adalah ibadah dalam bentuk pemenuhan hak dan kewajiban pada masing-masing anggota keluarga.
Masih banyak ibadah dalam rumah tangga yang dapat dilakukan. Masih banyak amal shaleh yang hanya bisa dilakukan melalui rumah tangga.
Tadzammum adalah upaya menjaga keutuhan rumah tangga agar tidak terjadi dampak negatif dari perceraian. Seperti dampak negatif pada anak, keluarga besar dan lain-lain.
Artinya jagalah rumah tangga yang sudah engkau bina. Pertahankanlah sekuat tenaga. Pertimbangkanlah efek-efek buruknya. Berpikirlah dengan jernih dengan bersih.
Buanglah ego. Sirnakan emosi. Jangan ikuti amarah sesaat.
Semoga rumah tanggamu, rumah tangga kita semua, menjadi rumah tangga yang diridhai Allah Ta'ala.
Bersiap-siaplah dari sekarang, Dek. Sebelum terlambat.
Di Lendah 17 Jan 2021
t.me/anakmudadansalaf