Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

7 tanda kebahagiaan hamba

2 tahun yang lalu
baca 9 menit

7 Tanda Kebahagiaan Hamba

Oleh: Al Ustadz Abu Muhammad Farhan

Terlalu banyak fakta yang membuktikan. Baik dalil Al Quran dan As Sunnah maupun apa yang terjadi di alam nyata. Lihatlah para shahabat, dengan keimanan mereka menjalani hidup penuh bahagia. Walaupun secara materi mereka tergolong tidak ada. Makan, pakaian, tempat tinggal, mayoritas mereka ala Kadarnya. Bukan beragam menu siap Santap di meja hidangan setiap hari. Bukan kain halus lembut beraroma wangi yang selalu mereka pakai. Bukan pula bangunan kokoh lagi megah yang mereka huni. Namun kabahagiaan selalu mengisi relung hati.

Merekalah para shahabat, walaupun hidup penuh dengan perjuangan berat. Bahkan bersimbah darah, bukan hanya bercucur keringat. Namun kebahagiaan tidaklah diukur dengan semata apa yang bisa dilihat. Karena kebahagiaan hakiki sebanding dengan kuatnya iman dalam hati. Itulah buah indah iman. Cermin keteladanan ini sangat kuat terpantul dari para shahabat. Demikian pula setelahnya orang-orang saleh yang mengikuti mereka dengan baik.

Jadi, bagaimana mewujudkan bahagia, di antaranya dengan mengambil keteladanan para pendahulu yang saleh. Meneladani secara utuh sisi-sisi kehidupan mereka. lbadah, akhlak, muamalah, dan semua aplikasi dari Islam yang kaffah ini. Terutama menyimak dan memerhatikan petuah serta nasehat mereka. Bagaimana mereka berpesan tentang kebahagiaan. Apa saran serta Kiat hingga mampu mewujudkannya.

Salah satu nasehat emas dari ulama terdahulu adalah berikut ini, Abu Ali Al Hasan bin Ali Al Juzajani rahimahullah mengatakan:

"Di atara tanda kebahagiaan hamba adalah dimudahkannya dalam keta'atan kepada Allah, Ketepatan terhadap sunnah dalam amalannya, berteman dengan orang-orang saleh, akhlak yang bagus dalam bergaul bersama saudara-saudaranya, mencurahkan kebaikan

kepada siapa saja, perhatian terhadap kaum muslimin, dan memerhatikan waktu." [Asy Syathibi rahimahullah, Al l'tisham 1/66].

Beliau menyebutkan tentang tanda kebahagiaan, yang sebenarnya terkandung dalam nasehat ini hasungan kepada siapa saja yang ingin bahagia untuk memilikinya. Tujuh tanda, semuanya adalah konsekwensi keimanan.

1. Dimudahkan dalam ketaatan kepada Allah subhanahu wata'ala.

Segala bentuk ketaatan dan amal  saleh adalah bagian keimanan. Semakin banyak amal saleh, semakin kuat keimanan seseorang. Sebaliknya, ketika kendur amalan ketaatan tersebut, iman pun semakin melemah. Sementara iman apabila semakin kuat maka kebahagiaan semakin besar. orang yang paling berbahagia adalah mereka yang paling banyak ketaatannya. Rasulullah adalah manusia yang paling bahagia, karena beliau manusia yang paling taat.

Para shahabat adalah kaum berbahagia setelah nabi mereka, karena ketaatan mereka melebihi kaum yang lainnya.

Allah subhanahu wata'ala pun telah berfirman:

"Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan." [Q.S. An Nahl:97]. 

Sehingga siapa saja yang dimudahkan untuk melakukan ketaatan, berarti Allah subhanahu wata'ala menghendaki untuknya kebahagiaan. Bukan sebatas kebahagiaan dunia, bahkan sekaligus kebahagiaan hakiki nan abadi di akhirat nanti.

2. Ketepatan terhadap sunnah dalam amalannya.

Ketaatan akan bernilai ketika sesuai dengan Sunnah nabi shallallahu'alaiwasalam. Bahkan kesesuaian ini adalah syarat kedua diterimanya amalan hamba setelah keikhlasan. Karena ibadah adalah tentang kualitas; ikhlas tidaknya, juga benar tidaknya, bukan asal banyak. Allah subhanahu wata'ala berfirman:

ٱلَّذِى خَلَقَ ٱلْمَوْتَ وَٱلْحَيَوٰةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا وَهُوَ ٱلْعَزِيْزُ ٱلْغَفُورُ

"Dia-lah yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu

yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun." [Q.S. AI Mulk:2]. Al Fudhail bin 'Iyadh rahimahullah menafsirkan ayat ini, amalan yang paling baik adalah, yang paling ikhlas dan paling benar.

Amalan, walaupun ikhlas, namun tidak benar (tidak sesuai dengan sunnah), maka tidak akan diterima. Demikian pula meskipun sesuai sunah, hanya saja tidak ikhlas, maka tetap tidak diterima. Sampai terpenuhi dua syarat; ikhlas dan benar. Ikhlas adalah hanya untuk Allah, benar maksudnya dikerjakan di atas sunnah." [Tafsir Al Baghawi, 5/124-125].

Maka semangat dalam amal saleh, berusaha menepati ajaran Rasulullah shallallahu'alaihiwasalam sebisa mungkin adalah unsur penting kebahagiaan. Sehingga dalam hal ini mutlak diperlukan proses pembelajaran. Mengkaji agama Islam ini, agar setiap amal yang dikerjakan berada di atas bimbingan. Karena ibadah bukanlah dengan perasaan atau sekadar anggapan baik, apalagi hanya ikut-ikutan. Namun bagaimana kata dalil, dan seperti apa penjelasan para ulama. Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam bersabda:

"Teruslah berusaha menepati kebenaran dan selalu mendekat kepadanya, lalu berbahagialah!Sesungguhnya, sekadar amalan saja, tidaklah akan memasukkan seorang ke dalam surga." Para shahabat bertanya, Tidak pula Anda, wahai Rasulullah shallallahu'alaihiwasallam? Tidak pula aku. Hanya saja Allah telah meliputiku dengan rahmat Nya. Ketahuilah, bahwa amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah yang paling berkesinambungan, walaupun Sedikit." [H.R. AI Bukhari dan Muslim dari Ummul Mukminin Aisyah radhiallahu'anhu]

Istiqamah dalam belajar dan beramal, berkesinambungan dalam hal ini adalah nilai penting kebahagiaan. Setelah itu, berharap kepada Allah, senantiasa bergantung terhadap rahmat-Nya, bukan semata amalan yang telah dilakukan.

3. Berteman dengan orang-orang saleh.

Lingkungan adalah faktor penting dalam pembentukan kepribadian. Lingkungan yang baik akan mempermudah seseorang untuk menjadi baik, dan sebaliknya. Bahkan lebih sempit dari pada itu, teman bergaul pun akan sangat memberikan pengaruh. Dalil yang sangat jelas adalah perintah Allah subhanahu wata'ala kepada Rasul-Nya untuk memilih lingkungan yang baik. Padahal beliau manusia paling cerdas, berkepribadian sempurna, sekaligus dikuatkan dengan wahyu. Namun, dalam surat Al Kahfi ayat 28, Allah subhanahuwata'ala tetap memerintahkan beliau untuk hanya bergaul dengan orang saleh. Maka selain beliau tentu lebih sangat butuh untuk memiliki lingkungan yang baik. Rasulullah shallallahu'alaihiwasallam pun bersabda:

"Seorang itu sesuai dengan agama teman dekatnya. Maka lihatlah dengan Siapa ia berteman." [H.R. Abu Dawud dan At Tirmidzi dari Shahabat Abu Hurairah radhillahu'anhu, disebutkan oleh Asy Syaikh Al Albani rahimahullah dalam Ash Shahihah].

Demikian pula kisah pembunuh seratus jiwa yang ingin bertobat. Nasehat seorang alim kepadanya, sehingga ia mendapat kehidupan bahagia yang hakiki adalah:

"Ya, Anda bisa bertobat. Siapa yang mampu menghalangi antara Allah dan tobat?! Namun, pergilah ke wilayah bagian bumi demikian dan demikian, karena di sana lingkungan baik, orang-orang yang beribadah kepada Allah. Beribadahlah kepada Allah bersama mereka, dan jangan kembali ke daerahmu, karena daerahmu adalah lingkungan yang jelek." [H.R. Muslim dari Shahabat Abu Said Al Khudriy radhiyallahu'anhu]. Oleh sebab itulah, dalam pernikahan yang tujuan intinya mencapai kebahagiaan dan ketenangan, seorang dibimbingkan mencari pasangan salehah. Karena istri termasuk orang yang paling dekat dan paling banyak berinteraksi dalam kehidupan seseorang. Sehingga hanya dengan pasangan hidup yang salehah hidup seorang akan bahagia.

4. Akhlak yang bagus dalam bergaul bersama saudara-saudaranya.

Perangai terpuji dan akhlak mulia adalah bagian dari Islam yang tidak dapat dipisahkan. Bahkan Islam adalah akhlak itu sendiri. Baik akhlak kepada Al Khaliq, ataupun kepada sesama makhluk. Hanya dengan akhlak mulia ini seorang akan selamat dan berbahagia dalam kehidupan dunia akhirat. Rasulullah shallallahu'alaihi wasalam bersabda:

"Siapa saja yang ingin diselamatkan dari neraka dan masuk surga, maka hendaknya kematian menjemputnya dalam keadaan ia beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya ia juga bergaul dengan orang lain sebagaimana ia senang dipergauli dengannya." [H.R. Muslim dari Shahabat Abdullah bin Amr bin Al Ash radhillahu'anhu]. Maksudnya ketika seorang ingin agar orang lain berakhlak mulia kepadanya, hendaknya ia memulai pada dirinya untuk berakhlak mulia kepada orang lain. Sehingga, janganlah kita menuntut orang lain untuk berbuat baik kepada kita, namun kita sendiri mengabaikan kebaikan. Mulailah dari kita sendiri, baru orang lain. Lihatlah dalam hadis ini, Rasullah shallallahu'alaihi wasallam menggandengkan antara inti keimanan dengan akhlak mulia dalam pergaulan bersama orang lain untuk terwujudnya kebahagiaan yang abadi.

5. Mencurahkan kebaikan kepada siapa saja.

Al Imam Al Hasan Al Basri rahimahullah mendefinisikan akhlak yang mulia sebagai:

كَفُّ الْأَذَى، وَبَذْلُ النَدَى ، وَطَلَاقَةُ الوَجْهِ

"Menahan diri dari menganggu, mencurahkan kebaikan, dan wajah yang cerah." [Kitabul Ilmi]. Jadi mudah berbuat baik kepada siapa saja adalah bagian akhlak yang mulia. Padahal, akhlak yang mulia adalah bagian terpenting dalam kebahagiaan. Ragam kebaikan yang bisa diberikan termasuk bentuk sedekah. Bukan hanya terbatas pada materi saja. Bisa dengan harta, kedudukan, ilmu, tenaga, atau apa saja. Yang pasti hal itu adalah kebaikan untuk kebaikan orang lain.

Bahkan Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam bersabda, memberikan janji yang besar bagi mereka yang gemar membantu dan berbuat baik kepada orang lain:

"Orang yang paling Allah cintai adalah yang paling bermanfaat untuk manusia. Dan amalan yang paling Allah cintai adalah memasukkan kebahagiaan kepada seorang muslim, menyingkirkan kesulitan, melunasi hutang, atau menghilangkan rasa lapar darinya. Sungguh, aku berjalan bersama saudaraku muslim untuk menyelesaikan kebutuhannya, lebih aku cintai dari pada beri'tikaf sebulan di masjidku ini. Siapa yang menahan marahnya, Allah akan menutupi aibnya. Dan siapa saja yang meredam amarahnya, walaupun ia mampu melampiaskannya, maka Allah akan memenuhi hatinya dengan keridhaan pada hari kiamat. Siapa saja yang berjalan bersama saudaranya muslim untuk menunaikan kebutuhannya sampai ia menyelesaikannya, niscaya Allah akan mengokohkan kakinya pada saat kaki-kaki tergelincir. Sesungguhnya akhlak yang jelek benar-benar akan merusak amalan sebagaimana cuka merusak madu." [H.R. Ath Thabarani dari Sahabat Abdullah bin Umar radhillahu'anhu, dan dihasankan oleh Asy Syaikh Al Albani rahimahullah dalam Shahihul Jami'].

Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam bersabda:

"Sesungguhnya Allah memiliki hamba-hamba yang Allah khususkan dengan berbagai nikmat untuk memberikan menafaat-manfaat kepada sesama. Allah biarkan nikmat-nikmat itu pada mereka selama mereka mencurahkan kebaikan kepada sesama. Apabila mereka menahannya tidak memberikan kepada orang lain, Allah pasti akan mencabut dari mereka dan memberikannya kepada selain mereka." [H.R. Ath Thabarani dan Ibnu Abid Dunya dari Shahabat Abdullah bin Umar radhillahu'anhu, dan dihasankan oleh Asy Syaikh Al Albani rahimahullah dalam Shahihul Jami']. Jadi dengan berbuat baik kepada sesama, kebahagiaan itu akan senantiasa menyertai kehidupan seorang, langgeng bahkan hingga di akhirat kelak.

6. Perhatian terhadap kaum muslimin

Poin ke enam ini, kurang lebih sama dengan dua poin sebelumnya, walaupun masing-masingnya memiliki makna yang lebih khusus. Semuanya adalah cermin akhlak mulia kepada sesama. Apalagi kaum muslimin memiliki hak lebih yang harus ditunaikan oleh sesama muslim dari pada selain mereka. Dalam sebuah hadis, Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam bersabda:

"Siapa saja yang memberikan jalan keluar kepada seorang mukmin dari satu kesulitan dunia, Allah akan memberikan jalan keluar kepadanya dari satu kesulitan pada hari kiamat. Siapa saja yang memberikan kemudahan kepada seorang yang mengalami kesulitan, Allah pun akan memberikan kemudahan baginya di dunia dan akhirat.

Siapa yang menutup aib seorang mukmin, Allah akan menutup aibnya di dunia dan akhirat. Dan pertolongan Allah kepada seorang hamba, selama hamba tersebut dalam pertolongannya terhadap saudaranya." [H.R. Muslim dari Sahabat Abu Hurairah radhillahu'anhu]. Kebahagiaan Apalagi yang akan menandingi pertolongan Allah terhadap hamba?

7. Memerhatikan waktu.

Waktu adalah modal utama bagi manusia. Betapa pentingnya waktu ini, hingga Allah subhanahu wata'ala pun bersumpah dengan sekian banyak bagian waktu dalam Al Quran. Hal ini menegaskan bahwa waktu adalah nikmat tak terhingga. Maka, menjadi kewajiban atas setiap muslim untuk menjaga waktu. Siapa saja yang ingin selamat dari kerugiaan maka ia harus memanfaat waktu dengan baik. Siapa saja yang ingin mendapatkan keberuntungan dan kebahagiaan, ia wajib menggunakan waktu dengan baik. Allah subhanahu' wata'ala berfirman yang artinya, 

"Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran." [Q.S. Al Ashr:1-3].

Tujuh poin nasehat yang begitu bermanfaat. Siapa yang mengharapkan kebahagiaan yang tiada terputus waktu, hendaknya mewujudkannya. Ya, hanya dengan meneladani dan berupaya mengikuti nasehat ulama salaf yang saleh, kebahagiaan itu akan semakin dekat dan nyata. Allahu Alam.

Sumber: Majalah Qudwah Edisi 73 Vol.07 1441H || @NASEHATINSPIRASI

Oleh:
Atsar ID