Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

10 prinsip untuk meraih ilmu

9 tahun yang lalu
baca 38 menit
Hadiah untuk antum para penuntut ilmu, di mana pun antum berada. Bagi antum yang ingin sukses meraih ilmu, berikut 10 prinsip penting yang selayaknya antum perhatikan. Disajikan oleh Syaikhuna ‘Abdullah bin Shalfiq Azh-Zhafiri hafizhahullah :

10 PrinsipUntuk Meraih Ilmu

Oleh : Asy-Syaikh Abdullah bin Shalfiq Azh-Zhafiri hafizhahullah
Muqaddimah :  Asy-Syaikh Al-‘Allamah Ahmad bin Yahya An-Najmi rahimahullah

بسم الله الرحمن الرحيم
Muqaddimah
Asy-Syaikh Ahmad bin Yahya An-Najmi

الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله ، وعلى آله وصحبه وبعد :
Saudaraku fillah ‘Abdullah bin Shalfiq Azh-Zhafiri telah menunjukkan kepadaku buah penanya tentang prinsip-prinsip yang selayaknya dijalani oleh para penuntut ilmu. Sungguh aku melihat tulisan tersebut sebagai karya yang istimewa. Dia telah mendapatkan taufiq untuk mengumpulkan prinsip-prinsip yang dibutuhkan oleh penuntut ilmu, diiringi dengan dalil-dalil dari Al-Kitab dan As-Sunnah.
Kesimpulannya, penulis telah melakukan suatu yang bagus dan memberikan faidah. Semoga Allah membalasnya dengan kebaikan, dan semoga Allah membanyakkan yang semisal ini.
Aku memberikan semangat kepada para penuntut ilmu untuk menghafal danmemperhatikan prinsip-prinsip ini. Wabillahit Taufiq.
Ahmad bin Yahya An-Najmi
27-4-1421 H

* * *

بسم الله الرحمن الرحيم

الحمد لله رب العالمين والصلاة والسلام على رسول الله، أما بعد :
Tulisan ini merupakan penjelasan ringkas tentang prinsip-prinsip penting yang diperlukan oleh seorang yang menempuh jalan thalabul ‘ilmi (menuntut ilmu syar’i). Saya wasiatkan dan saya ingatkan diriku dan saudara-saudaraku sekalian dengannya, karena sesungguhnya seorang yang menempuh jalan thalabul ‘ilmi dan ingin menuai hasilnya maka harus ada 10 prinsip :

Pertama : Meminta Tolong Kepada Allah

Manusia itu lemah. Tidak ada daya dan kekuatan baginya kecuali dari Allah. Apabila dia diserahkan pada dirinya sendiri, maka sungguh dia akan hancur dan binasa. Namun kalau dia menyerahkan segala urusannya kepada Allah Ta’ala dan meminta tolong kepada-Nya dalam menuntut ilmu, maka Allah pasti akan menolongnya. Allah ‘Azza wa Jalla telah memberikan dorongan untuk berbuat demikian dalam Kitab-Nya yang mulia, Allah befirman :
( إياك نعبد وإياك نستعين )
Hanya kepada-Mu kami beribadah dan hanya kepada-Mu kami minta pertolongan. [Al-Fatihah]
Allah juga berfirman :
(ومن يتوكل على الله فهو حسبة ) [ الطلاق :3]
“Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah, maka Dia yang akan menjadi sebagai pencukupnya.” [Ath-Thalaq : 3]
Allah juga berfirman :
( وعلي الله فتوكلوا إن كنتم مؤمنين ) المائدة :23
“dan hanya kepada Allah sajalah hendaknya kalian bertawakkal, jika kalian memang kaum mukminin.”
Nabi Shallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda :
” لو أنكم توكلون على الله حق توكله لرزقكم كما يرزق الطير ، تغدو خماصاً ، وتروح بطاناً
“Kalau seandainya kalian bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benarnya, niscaya Allah akan memberikan rizki kepada kalian, sebagaimana Dia memberi rizki pada burung, yakni burung tersebut berangkat pagi dalam keadaan lapar, pulang sore hari dalam keadaan kenyang.” [1]
Sebesar-besar rizki adalah : ilmu.
Nabi kita Muhammad Shallahu ‘alaihi wa Sallam senantiasa bertawakkal dan meminta pertolongan kepada Rabbnya dalam segala urusan beliau. Dalam doa keluar rumah yang sah dari Nabi Shallahu ‘alaihi wa Sallam terdapat dalil yang menunjukkan hal tersebut. Beliau berdo’a :
بسم الله توكلت على الله ولا حول ولا قوة إلا بالله
“Dengan nama Allah, aku bertawakkal kepada Allah. Tiada daya dan kekuatan kecuali dari Allah.” [2]

Kedua : Niat yang baik

Seseorang niatnya harus karena Allah ‘Azza wa Jalla dalam menuntut ilmu. Bukan menginginkan didengar (orang lain) atau pun ingin terkenal, tidak pula karena kepentingan-kepentingan duniawi. Barangsiapa yang menjadikan niatkan hanya karena Allah, maka Allah akan memberikan taufiq padanya serta memberikan pahala atas amalannya tersebut. karena (menuntut) ilmu adalah ibadah, bahkan termasuk ibadah yang terbesar.
Suatu amalan, seorang hamba tidak akan diberi pahala atas amalan tersebut, kecuali apabila dia mengikhlashkan karena Allah, dan mengikuti Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
( إن الله مع الذين اتقوا والذين هم محسنون ) [ النحل : 128]
“Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang bertaqwa dan orang-orang yang berbuat ihsan.” [An-Nahl : 128]
Ketaqwaan yang terbesar adalah mengikhlashkan niat karena Allah. Adapun orang yang riya’ dalam menuntut ilmu, disamping dia rugi di dunia, dia juga akan diadzab di Hari Akhir. Sebagaimana dalam hadits yang menjelaskan tentang 3 orang yang diseret di atas wajah-wajah mereka. Salah satu dari tiga orang tersebut adalah seorang penuntut ilmu, yang mencari ilmu agar dirinya dikatakan sebagai orang ‘alim (berilmu), dan dia telah dikatakan demikian. [3]
Ketiga : Merendah Kepada Allah dan Memohon Kepada-Nya Taufiq dan Ketepatan
Serta meminta kepada Rabbnya tambahan dalam menuntut ilmu. Seorang hamba itu faqir, sangat butuh kepada Allah. Dan Allah Ta’ala telah memberikan motivasi hamba-hamba-Nya untuk meminta dan merendah kepada-Nya. Allah berfirman :
( ادعوني أستجب لكم ) [ غافر :60]
“Berdo’alah kalian kepada-Ku niscaya Aku kabulkan untuk kalian.” [Ghafir : 60]
Nabi Shallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda :
( ينزل ربنا كل ليلة إلي سماء الدنيا حين يبقى ثلث الليل الآخر ، فيقول : من يدعوني فأستجب له ، من يسألني فأعطية ، ومن يستغفرني فأغفر له)
“Rabb kita tiap malam turun ke langit dunia ketika tersisa sepertiga malam terakhir, seraya berkata : ‘Barangsiapa yang berdo’a kepada-Ku pasti akan Aku kabulkan, barangsiapa yang meminta kepada-Ku niscaya Aku beri dia, dan barangsiapa yang meminta ampun kepada-Ku niscaya Aku ampuni dia.” [4]
Allah ‘Azza wa Jalla juga telah memerintahkan Nabi-Nya untuk memohon kepada-Nya tambahan ilmu. Allah berfirman :
( وقل رب زدني علما ) [ طه : 114]
Dan katakanlah (dalam doamu) Wahai Rabbku, tambahkan untukku ilmu. [Thaha : 114]
Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman mengisahkan tentang Nabi Ibrahim ‘alahis salam :
( رب هب لي حكما وألحقني بالصالحين ) [ الشعراء : 83]
(Ibrahim berdoa) : “Ya Rabbi, berikanlah kepadaku hikmah dan masukkanlah aku ke dalam golongan orang-orang yang shalihin.” [Asy-Syu’ara : 83]
Hikmah di sini yang dimaksud adalah ilmu. Sebagaimana sabda Nabi Shallahu ‘alaihi wa Sallam :
إذا اجتهد الحاكم … الحديث
Apabila seorang hakim (berilmu) telah berijtihad … [5]
Nabi Shallahu ‘alaihi wa Sallam pernah mendo’kan shahabat Abu Hurairah Radhiyallah ‘anhu agar diberi kekuatan hafalan. [6] Beliau Shallahu ‘alaihi wa Sallam juga mendo’akan shahabat Ibnu ‘Abbas agar diberi karunia ilmu. beliau berdo’a :
اللهم فقهه في الدين ، وعلمه التأويل
Ya Allah, jadikan ia faqih (berilmu) tentang agama, dan ajarkanlah padanya ilmu tafsir.” [7]
Allah pun mengabulkan doa beliau Shallahu ‘alaihi wa Sallam. Maka shahabat Abu Hurairah Radhiyallah ‘anhu tidaklah beliau mendengar satu hadits/ilmu kecuali beliau menghafalnya. Dan jadilah Ibnu ‘Abbas Radhiyallah ‘anhuma sebagai hibrul ummah danturjumanul qur`an (gelar bagi shahabat Ibnu ‘Abbas karena keilmuannya yang sangat luas dan pemahamannya yang sangat mendalam terhadap tafsir Al-Qur’an).
Para ‘ulama pun senantiasa berjalan di atas prinsip ini. Inilah Syaikh Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah, beliau menuju ke masjid, kemudian sujud kepada Allah dan meminta kepada-Nya dengan mengatakan : “Wahai Dzat yang telah mengajari Nabi Ibrahim, ajarilah aku. Wahai Dzat yang telah memberikan pemahaman kepada Nabi Sulaiman, pahamkanlah aku.”
Maka Allah pun mengabulkan doa beliau. Sampai-sampai Ibnu Daqiqil ‘Id rahimahullah mengatakan : “Sungguh Allah telah mengumpulkan ilmu untuknya, sampai seakan-akan ilmu tersebut berada di antara kedua matanya, yang bisa beliau ambil sekehendak beliau.”

Keempat Kebaikan Hati

Hati merupakan wadah bagi ilmu. apabila wadah tersebut bagus, maka bisa melindung dan menjaga sesuatu yang ada di dalamnya. Namun apabila wadanya rusak, maka sesuatu yang ada di dalamnya bisa hilang.
Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam menjadikan hati sebagai dasar bagi segala sesuatu. Beliau bersabda :
ألا وإن في الجسد مضغه ، إذا صلحت صلح الجسد كله ، وإذا فسدت فسد الجسد كله ، ألا وهي القلب
“Ketahuilah bahwa dalam jasad itu terdapat segumpal daging. Apabila segumpal daging tersebut baik, maka baiklah seluruh jasad. Namun jika jelek, maka jasad seluruhnya pun jelek. Ketahulah bahwa segumpal daging tersebut adalah hati.” [8]
Kebaikan hati akan terwujud dengan ma’rifatullah (mengenal Allah Subhanahu wa Ta’ala) dengan nama-nama, sifat-sifat, dan perbuatan-perbuatan-Nya, serta merenungkan makhluk-makhluk dan ayat-ayat-Nya.
Kebaikan hati juga akan terwujud dengan merenungkan Al-Qur`anul ‘Azhim. Demikian juga kebiakan hati akan terwujud dengan banyak sujud dan shalat malam.
Hendaknya seseorang menjauh/menghindarkan dari perusak-perusak dan penyakit-penyakit hati. Perusak dan penyakit tersebut apabila ada dalam hati, maka hati tersebut tidak akan mampu membawa ilmu, kalau pun bisa membawanya namun ia tidak akan memahaminya. Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman tentang orang-orang munafik yang sakit hatinya,
Mereka punya hati namun mereka tidak bisa memahaminya. [Al-A’raf : 179]
Penyakit-penyakit hati, terbagi dua : syahwat dan syubhat.
Syahwat, seperti cinta dunia dan berbagai kelezatannya, serta menyibukkan diri denganya, senang kepada gambar-gambar yang haram, suka mendengarkan sesuatu yang diharamkan berupa suara musik atau lagu, dan juga melihat sesuatu yang haram.
Syubhat, seperti keyakinan-keyakinan yang rusak, amal-amal yang bid’ah, menisbahkan diri pada berbagai paham pemikiran bid’ah yang menyimpang dan menyelisihi manhaj salaf.
Termasuk penyakit hati yang bisa menghalangi dari ilmu adalah, hasad khianat, dan sombong.
Termasuk perusak hati juga adalah kebanyakan tidur, banyak bicara, dan banyak makan.
Maka hendaknya dihindarkan penyakit-penyakit dan perusak-perusak kebaikan hati di atas.
(bersambung Insya Allah)

[1] HR. Ahmad (I/30), At-Tirmidzi (2344), Ibnu Majah (4164), dari shahabat ‘Umar bin Al-Khaththab Radhiyallah ‘anhu. Dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 310.
[2] HR. Abu Dawud (5095). At-Tirmidzi (3426), dari shahabat Anas bin Malik Radhiyallah ‘anhu. Dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Al-Kalimuth Thayyib no. 59.
[3] Yaitu hadits dari shahabat Abu Hurairah Radhiyallah ‘anhu bahwa Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam menceritakan tentang tiga orang yang pertama kali diadili para hari Kiamat nanti, salah satu di antara mereka adalah orang yang diberi karunia ilmu :
… وَرَجُلٌ تَعَلَّمَ الْعِلْمَ وَعَلَّمَهُ وَقَرَأَ الْقُرْآنَ فَأُتِىَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا قَالَ فَمَا عَمِلْتَ فِيهَا قَالَ تَعَلَّمْتُ الْعِلْمَ وَعَلَّمْتُهُ وَقَرَأْتُ فِيكَ الْقُرْآنَ. قَالَ كَذَبْتَ وَلَكِنَّكَ تَعَلَّمْتَ الْعِلْمَ لِيُقَالَ عَالِمٌ. وَقَرَأْتَ الْقُرْآنَ لِيُقَالَ هُوَ قَارِئٌ. فَقَدْ قِيلَ ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى أُلْقِىَ فِى النَّارِ. …
“… dan seorang yang mempelajari ilmu dan mengajarkannya, serta rajin membaca Al-Qur’an. Maka ia pun didatangkan, kemudian diperlihatkan kenikmatan-kenikmatan yang telah diberikan kepadanya, maka ia pun mengakuinya. Allah berkata : ‘Apa yang kamu amalkan dengan nikmat-nikmat tersebut?’ Dia menjawab : ‘Saya mempelajari ilmu dan mempelajarinya, serta aku rajin membaca Al-Qur’an karena Engkau.’ Allah menjawab :‘kamu telah berdusta!! Engkau mempelajari ilmu karena ingin dikatakan sebagai seorang yang ‘alim (berilmu), dan engkau rajin membaca Al-Qur’an supaya dikatakan dia adalah qari’, dan kamu telah dikatakan demikian.’ Maka dia diperintahkan diseret di atas wajah, kemudian dicampakkan ke dalam Neraka. …” [HR. Muslim 1905]
[4] HR. Al-Bukhari 1145, Muslim 758, dari shahabat Abu Hurairah Radhiyallah ‘anhu
[5] HR. Al-Bukhari 7352, Muslim 1716 dari shahabat ‘Amr bin Al-‘Ash dan shahabat Abu Hurairah Radhiyallah ‘anhuma.
[6] Lihat HR. Al-Bukhari 119
[7] Penggal pertama do’a ini : (اللهم فقهه في الدين ) diriwayatkan oleh Al-Bukhari 143. Adapun penggal kedua diriwayatkan oleh Ath-Thabarani. Lihat Ash-Shahihah no. 2589.
[8] HR. Al-Bukhari no. 52, Muslim 1599, dari shahabat An-Nu’man bin Basyir Radhiyallah ‘anhu.

Sumber : Manhajul Anbiya
Oleh:
Atsar ID