Asysyariah
Asysyariah

syarat eksekusi hukuman cambuk 80 kali terhadap pelaku qadzaf

3 tahun yang lalu
baca 2 menit
Syarat Eksekusi Hukuman Cambuk 80 Kali terhadap Pelaku Qadzaf

Pertanyaan:

Apakah terdapat syarat bahwa maqdzuf (yang dituduh zina) merasa tidak ridha agar dapat ditegakkan hukum cambuk 80 kali dalam kasus tuduhan zina? Maksudnya, apabila maqdzuf memaafkan orang yang melakukan qadzaf, tidak ada hukuman 80 kali cambukan.

Jawaban:

Meskipun sudah resmi diputuskan hukuman cambuk bagi pelaku qadzaf (tuduhan zina tanpa atau tidak terpenuhi bukti), eksekusi tidak dilakukan sampai terpenuhi empat syarat berikut.

  1. Adanya tuntutan atau permintaan dari pihak maqdzuf (korban tuduhan) dan tuntutan tersebut berlanjut sampai eksekusi.

Sebab, hukuman tersebut merupakan hak pihak korban. Hukuman itu tidaklah dilakukan kecuali atas permintaannya. Jadi, hukuman tersebut bisa gugur apabila korban memaafkan.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Al-qadzif (penuduh) tidaklah dicambuk kecuali atas permintaan atau tuntutan, berdasarkan ijmak (kesepakatan ulama).” (al-Mulakhkhash al-Fiqhi 2/527)

Apabila korban tuduhan sudah memaafkan, hukuman cambuk 80 kali pun gugur. Akan tetapi, pelakunya tetap dijatuhi hukuman yang bisa membuatnya jera.

  1. Al-qadzif (penuduh) tetap tidak bisa mendatangkan bukti atas kebenaran tuduhannya, yaitu empat orang saksi.

Hal ini berdasarkan firman Allah subhanahu wa ta’ala,

ثُمَّ لَمۡ يَأۡتُواْ بِأَرۡبَعَةِ شُهَدَآءَ فَٱجۡلِدُوهُمۡ

“Kemudian dia tidak bisa mendatangkan empat saksi, maka cambuklah….” (an-Nur: 4)

  1. Pihak yang tertuduh tetap tidak mengakui apa yang dituduhkan kepadanya.

Apabila pihak tertuduh mengakui, berarti pihak penuduh telah benar sehingga gugurlah hukuman tersebut. Sebab, pengakuan merupakan bukti yang paling kuat.

  1. Tidak ada mula’anah (saling melaknat) antara penuduh dan yang dituduh, yaitu dalam kasus suami menuduh istrinya.

Sebab, ketika terjadi mula’anah, hukuman cambuk menjadi gugur.

(Sumber: al-Fiqh al-Muyassar fi al-Kitab was Sunnah hlm. 359, cet. Dar A’lam as-Sunnah, Riyadh, KSA)

Wallahu a’lam bish-shawab.

(Ustadz Abu Ishaq Abdullah Nahar)