Ada perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang masalah jual beli sistem lelang. Pendapat yang lebih kuat adalah pendapat jumhur ulama bahwa jual beli sistem lelang pada dasarnya dibolehkan dan halal. Bahkan, sebagian ulama menukilkan ijmak dalam masalah ini, seperti Ibnu Qudamah dan Ibnu Abdil Barr.
Ini adalah pendapat al-Lajnah ad-Daimah (13/126), dan Syaikhuna Abdurrahman al-Adni rahimahullah dalam Syarhul Buyu’ (hlm. 53).
Dalam sistem lelang, penjual tidak diperkenankan menyebutkan terlebih dahulu harga barang yang dilelang. Sebab, dikhawatirkan ada orang yang mendengar dari jauh dan mengira barang itu dihargai dengan nominal tersebut. Namun, para pembeli dikumpulkan, lalu salah satu dari mereka menyebutkan nominal harga. Kemudian, sang penjual mengatakan, “Siapa yang mau menambah harga?” Demikianlah hingga harga barang tersebut berhenti pada orang terakhir yang menyebutkannya. (Fatawa al-Lajnah ad-Daimah, 13/120—121, dan Syarhul Buyu’ hlm. 53)
Baca juga: Adab Jual Beli
Dalam lelang tidak boleh ada unsur najasy, yaitu adanya pihak yang menaikkan harga barang padahal dia bukan pembeli (tidak bermaksud membelinya). Al-Lajnah ad-Daimah menjelaskan,
“Seseorang yang menambahi harga barang yang dilelang padahal dia tidak bermaksud membelinya, tindakan tersebut adalah haram karena mengandung penipuan terhadap para pembeli. Sebab, pembeli akan mengira/meyakini bahwa orang tersebut tidak akan berani menambah harga melainkan karena memang barang itu seharga tersebut, padahal tidak demikian. Inilah yang dinamakan najasy yang dilarang oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dengan larangan haram.
Ini sebagaimana dalam hadits Ibnu Umar radhiallahu anhuma,
أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنِ النَّجْشِ
“Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melarang najasy.” (Muttafaqun alaih)
Demikian juga dalam hadits Abu Hurairah radhiallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تَلَقُّوْا الرُّكْبَانَ وَلاَ يَبِعْ بَعْضُكُمْ عَلىَ بَيْعِ بَعْضٍ وَلاَ تَنَاجَشُوا وَلاَ يَبِعْ حَاضِرٌ لِبَادٍ
“Janganlah kalian mencegah kafilah dagang (sebelum masuk pasar). Jangan pula sebagian kalian membeli apa yang sedang dibeli orang lain. Jangan pula kalian saling najasy. Orang kota tidak boleh menjualkan barang orang dusun.” (Muttafaqun alaih)
Baca juga: Jual Beli Sesuai Tuntunan Nabi (bagian 3)
Apabila terjadi najasy dan ada unsur penipuan dalam akad yang tidak seperti biasanya, sang pembeli diberi pilihan: membatalkan akad atau meneruskannya. Sebab, kasus di atas masuk dalam khiyar ghubn.”
Dalam lelang, pembeli tidak diperbolehkan melakukan kesepakatan untuk tidak menambah harga dan menghentikannya pada nominal tertentu padahal mereka membutuhkannya, dengan tujuan agar penjual melepas barangnya dengan harga di bawah standar. Demikian uraian Syaikhul Islam dalam al-Ikhtiyarat; lihat Majmu’ Fatawa (29/304).
Al-Lajnah ad-Daimah (13/114) juga melarang tindakan di atas dan menggolongkannya ke dalam akhlak yang tercela. Pembeli yang merasa ditipu boleh memilih antara membatalkan akad dan meneruskannya.
Baca juga: Kejujuran dalam Jual Beli
Dalam lelang, biasanya para pembeli melakukan sistem muqana’ah, yaitu bersepakat menjadi kongsi dalam lelang. Setelah lelang selesai, mereka melakukan transaksi lagi di antara mereka sendiri. Sistem ini juga tidak diperbolehkan. Demikian fatwa al-Lajnah ad-Daimah (13/115). Alasannya, di dalamnya terkandung unsur kezaliman terhadap penjual untuk kemaslahatan mereka sendiri.
Wallau a’lam bish-shawab.