“Menurut Imam Abu Yusuf dan Muhammad, seorang yang mendatangi wanita yang bukan mahramnya pada duburnya, ia diberi hukuman had[2], sedangkan Imam Abu Hanifah berpendapat diberi hukuman takzir[3]. Demikian pula Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa (pelaku) liwath (homoseksual) wajib diberi hukuman takzir, sedangkan Imam Abu Yusuf dan Muhammad berpendapat bahwa hukumannya adalah adalah seperti hukum had pada zina; yaitu dirajam jika telah menikah, dan dicambuk apabila belum menikah.” (Lihat al-Mabsuth, 9/77 cet. Dar al-Ma’rifah)
“Umat Nabi Muhammad telah sepakat tentang keharaman homoseksual. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَلُوطًا إِذۡ قَالَ لِقَوۡمِهِۦٓ إِنَّكُمۡ لَتَأۡتُونَ ٱلۡفَٰحِشَةَ مَا سَبَقَكُموَلُوطًا إِذۡ قَالَ لِقَوۡمِهِۦٓ أَتَأۡتُونَ ٱلۡفَٰحِشَةَ مَا سَبَقَكُم بِهَا مِنۡ أَحَدٍ مِّنَ ٱلۡعَٰلَمِينَ
Dan (Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada mereka, “Mengapa kamu mengerjakan perbuatan fahisyah itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun (di dunia ini) sebelummu?” (al-A’raf: 80)
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَلَا تَقۡرَبُواْ ٱلزِّنَىٰٓۖ إِنَّهُۥ كَانَ فَٰحِشَةً وَسَآءَ سَبِيلًا
“Dan janganlah kamu mendekati zina; (zina) itu sungguh suatu perbuatan fahisyah dan suatu jalan yang buruk.” (al-Isra: 32)
Hal ini menunjukkan bahwa homoseksual lebih keji dari perbuatan zina, sebab:
“Pernyataan kami (sebelumnya) ‘memasukkan kemaluan’, termasuk di antaranya adalah liwath (homoseksual). Liwath termasuk perkara keji lagi dosa besar. Apabila ia melakukannya terhadap sesama lelaki (homoseksual), ada dua pendapat tentang hukuman bagi pelakunya:
Ada beberapa pendapat tentang tata cara membunuhnya:
(Lihat Raudhatut Thalibin 10/90)
Baca pula:
LGBT, Sebab Kehancuran & Disegerakannya Azab
Syubhat & Kerancuan Berpikir Pembela LGBT di Indonesia
Data dan Fakta LGBT & HIV/AIDS di Indonesia
“Para ulama telah bersepakat atas haramnya perbuatan homoseksual. Dalam al-Qur’an, Allah subhanahu wa ta’ala mencela perbuatan homoseksual dan pelakunya. Demikian pula Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mencelanya (perbuatan homoseksual dan pelakunya). Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَلُوطًا إِذۡ قَالَ لِقَوۡمِهِۦٓ أَتَأۡتُونَ ٱلۡفَٰحِشَةَ مَا سَبَقَكُم بِهَا مِنۡ أَحَدٍ مِّنَ ٱلۡعَٰلَمِينَ ٨٠ إِنَّكُمۡ لَتَأۡتُونَ ٱلرِّجَالَ شَهۡوَةً مِّن دُونِ ٱلنِّسَآءِۚ بَلۡ أَنتُمۡ قَوۡمٌ مُّسۡرِفُونَ
Dan (Kami juga telah mengutus) Luth alaihis salam (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada mereka, “Mengapa kamu mengerjakan perbuatan fahisyah itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun (di dunia ini) sebelummu? Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kamu adalah kaum yang melampaui batas.” (al-A’raf: 80—81)
Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
لَعَنَ اللهُ مَنْ عَمِلَ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ، لَعَنَ اللهُ مَنْ عَمِلَ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ، لَعَنَ اللهُ مَنْ عَمِلَ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ
“Allah subhanahu wa ta’ala melaknat orang yang melakukan perbuatan kaum Luth. Allah subhanahu wa ta’ala melaknat orang yang melakukan perbuatan kaum Luth. Allah subhanahu wa ta’ala melaknat orang yang melakukan perbuatan kaum Luth.” (Lihat al-Mughni, 12/348—349)
Keterangan para ulama di atas adalah sekadar contoh sebagian pendapat ulama dari empat mazhab tentang homoseksual.
Apabila kita mau sedikit saja mencermati kitab-kitab para ulama, akan banyak kita dapati bagaimana keras dan tegasnya para ulama menghukumi dan menyikapi perbuatan homoseksual dan pelakunya.
Hal ini juga sekaligus menjadi bantahan terhadap pihak-pihak yang mencoba mengaburkan pembahasan LGBT dengan berdalih pendekatan fikih empat mazhab.
[1] Seorang ulama bermazhab Hanafi, wafat pada 500 H.
[2] Jenis hukuman atas suatu maksiat, yang bentuk dan kadarnya telah ditetapkan dalam syariat, untuk mencegah maksiat tersebut terulang.
[3] Jenis hukuman atas suatu maksiat, yang tidak ada had dan kafaratnya dalam syariat. Adapun bentuk dan kadarnya, ditentukan oleh ulil amri.
[4] Seorang ulama bermazhab Maliki, wafat pada 663 H.
[5] Seorang ulama bermazhab Syafi’i, wafat pada 676 H.
[6] Seorang ulama bermazhab Hambali, wafat pada 620 H.