Pertanyaan:
Seseorang berutang kepada saya. Terus dia membayar utang dengan uang yang haram. Apakah boleh saya terima?
Tidak mengapa menerima pembayaran utang dari seseorang yang tidak jelas sumber hartanya atau dari orang yang hartanya tercampur antara yang halal dan haram.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabatnya radhiallahu anhum bemuamalah jual-beli dan utang-piutang dengan orang-orang yang terbiasa dengan praktik riba, seperti kaum Yahudi.
Baca juga: Harta dari Penghasilan Haram
Berikutnya, terkait dengan seseorang yang bekerja di instansi atau lembaga yang terdapat padanya praktik riba atau simpan pinjam berbasis riba, belum bisa kita katakan bahwa hartanya haram. Sebab, bisa jadi dia memiliki harta dari sumber yang lain. Bisa jadi pula, instansi atau lembaganya tersebut tidak hanya bergerak di bidang simpan pinjam, tetapi masih ada kegiatan sosial ekonomi yang mubah. Dengan demikian, gaji yang dia terima tidak mesti atau murni dari dana riba.
Selain itu, kita tidak dituntut untuk menanyakan dari mana sumber hartanya karena hal itu merupakan sikap takalluf (berlebihan).
Meski demikian, para ulama mengatakan bahwa tidak boleh bekerja di instansi atau lembaga yang melayani simpan pinjam dengan sistem riba/bunga, seperti bank. Sebab, hali itu mengandung unsur tolong-menolong dalam perbuatan dosa dan permusuhan.
Baca juga: Bekerja kepada Orang yang Usahanya Banyak Haramnya
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَلَا تَعَاوَنُواْ عَلَى ٱلۡإِثۡمِ وَٱلۡعُدۡوَٰنِۚ
“Dan janganlah kalian tolong-menolong dalam perbuatan dosa dan permusuhan.” (al-Maidah: 2)
Sahabat Abdullah bin Mas’ud radhiallahu anhu mengatakan,
لَعَنَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آكِلَ الرِّبَا وَمُؤْكِلَهُ
“Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melaknat orang yang memakan riba dan memberi makan riba.” (HR. Muslim no. 1597)
Baca juga: Macam-Macam Riba
Dalam riwayat yang lain dengan tambahan,
وَشَاهِدَيْهِ، وَكَاتِبَهُ
“… dan dua saksinya serta juru tulisnya.” (HR. at-Tirmidzi no. 1206 dan Abu Dawud no. 3333)
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata, “Sekalipun dia tidak terlibat dalam prosesnya, keberadaannya bekerja di tempat tersebut menjadi pertanda bahwa dia ridha terhadap hal itu.” (Fatawa Ulama Baladil Haram, hlm. 652)
Baca juga: Bekerja di Tempat Parkir di Bank
Hanya saja, ketika seseorang bekerja di tempat tersebut tidak berarti semua harta yang dia miliki haram. Seandainya pun haram, tidak berarti orang lain tidak boleh bemuamalah jual-beli atau utang-piutang dengannya.
Wallahu a’lam bish-shawab.