Warisan Salaf
Warisan Salaf

fatawa puasa bin baaz (9): hukum onani dan keluar madzi ketika puasa

11 tahun yang lalu
baca 3 menit
image_pdfimage_print

handuk

Hukum Onani Ketika Puasa

Pertanyaan: Ada seorang pemuda yang berpuasa melakukan onai pada siang hari, apa yang harus dia lakukan?

Syaikh Abdul Aziz bin Baaz menjawab: Melakukan onani di siang hari puasa membatalkan puasa apabila dia secara sengaja melakukannya dan mengeluarkan mani. Wajib baginya mengganti puasa jika itu puasa wajib, dan wajib baginya bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena onani tidak boleh dilakukan ketika sedang puasa dan ketika tidak puasa. Perbuatan itu biasa disebut oleh manusia dengan adat sirriyah (kebiasaan tersembunyi, pen).

MAJMU’ FATAWA IBNU BAAZ 15/267

=========================

Keluar Madzi Dengan Syahwat

* Madzi adalah cairan lendir berwarna bening yang keluar dari kemaluan ketika membayangkan atau melihat sesuatu yang merangsang syahwatnya, dan keluarnya tidak disertai kenikmatan.

Pertanyaan:  Apabila seseorang mencium ketika sedang berpuasa, atau menyaksikan film-film porno kemudian keluar madzi, apakah wajib baginya mengqadha’ puasanya? Dan apabila hal itu terjadi di beberapa waktu yang berbeda (tidak setiap hari,pen) apakah menggantinya harus berturut setiap hari atau selang seling? Jazakumullahu khairan ‘an ummatil islam khairal jaza’.

Syaikh Abdul Aziz bin Baaz menjawab, “Keluarnya madzi tidak membatalkan puasa menurut pendapat yang paling kuat dari dua pendapat ulama’, baik keluarnya disebabkan mencium isteri atau menyaksikan film-film, atau perkara lainnya yang dapat membangkitkan syahwat seseorang.

Akan tetapi tidak boleh bagi seorang muslim melihat film-film porno, dan tidak boleh mendengar lagu-lagu dan musik yang telah Allah haramkan.

Adapun keluarnya mani dengan syahwat, maka membatalkan puasa baik karena bercumbu, mencium, memandang, atau sebab-sebab lainnya yang dapat membangkitkan syahwat seperti onani dan sejenisnya. Adapun karena mimpi atau berpikir maka tidak membatalkan puasa, walaupun mani itu keluar karena sebab keduanya.

Dan mengqadha’ puasa ramadhan tidak diharuskan berurutan. Bahkan boleh dipisah-pisah, berdasarkan keumuman firman Allah Ta’ala,

{فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ}

“Maka barangsiapa di antara kalian sakit atau dalam perjalanan maka hendaknya diganti di hari-hari yang lain.”

MAJMU’ FATAWA IBNU BAAZ 15/269