Warisan Salaf
Warisan Salaf

fatawa puasa bin baaz (8): hukum gosok gigi dan tetes telinga, hidung, dan mata pada saat puasa

11 tahun yang lalu
baca 3 menit
image_pdfimage_print

gosong gigi

Pertanyaan: Apa hukum penggunaan pasta gigi, tetes telinga, tetes hidung, dan tetes mata bagi orang yang berpuasa? Dan apabila seseorang yang berpuasa mendapati rasanya di tenggorokannya apa yang harus dia lakukan?

Syaikh Abdul Aziz Bin Baaz menjawab: Membersihkan gigi dengan pasta gigi tidak membatalkan puasa seperti halnya siwak, tapi harus berhati-hati agar tidak ada yang masuk ke tenggorokannya, apabila ternyata ada yang masuk tanpa sengaja dan dia tidak kuasa menahannya, maka tidak perlu mengqadha’. Demikian pula obat tetes mata dan telinga tidak membatalkan puasa menurut pendapat yang lebih kuat dari dua pendapat ulama’. Seandainya orang tersebut mendapati rasa di tenggorokannya, maka mengganti puasa lebih bagus akan tetapi tidak wajib. Karena keduanya (mata dan telinga, pen) bukan tempat yang dipakai untuk makan dan minum.

Adapun obat tetes hidung ini tidak boleh, karena hidung  termasuk tempat untuk menyalurkan makanan, oleh karena itu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda, “Dan bersungguh-sungguhlah di dalam  ber-istinsyaq (memasukkan air ke hidung ketika berwudhu’, pen) kecuali jika engkau sedang berpuasa.” Oleh karenanya, wajib bagi orang yang melakukan hal ini mengganti puasanya berdasarkan hadits tadi. Dan yang serupa dengannya jika dia mendapati suatu rasa di tenggorokannya.

والله ولي التوفيق

Diterjemahkan sebisanya dari MAJMU’ FATAWA IBNU BAAZ 15/261

====================================

Pertanyaan: Apakah dibolehkan bagi seseorang menggosok gigi pada saat puasa?

Syaikh Abdul Aziz Bin Baaz menjawab: Tidak mengapa, hanyasaja perlu dijaga agar tidak ada yang tertelan, sebagaimana halnya disyariatkan bersiwak bagi seorang yang berpuasa di pagi hari sampai sore hari.

Sebagian ulama’ berpandangan makruh bersiwak setelah zawal (dimulai masuknya waktu zhuhur, pen) tapi ini pendapat yang marjuh (lemah/tertolak,pen), pendapat yang kuat adalah tidak makruh, berdasarkan keumuman sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, “Siwak sebagi pembersih mulut dan dicintai oleh Allah.” Diriwayatkan oleh An-nasa’i dengan sanad yang shahih dari Aisyah Radhiallahu ‘anha.

Dan berdasarkan sabda beliau, “Seandainya aku tidak khawatir memberatkan umatku, niscaya aku akan perintahkan mereka bersiwak setiap kali akan shalat.” Muttafaqun ‘alaihi. (Shalat dalam hadits ini) mencakup shalat zhuhur dan ashar, dan keduanya dilakukan setelah zawal.

والله ولي التوفيق

Diterjemahkan sebisanya dari MAJMU’ FATAWA IBNU BAAZ 15/262