Warisan Salaf
Warisan Salaf

fatawa puasa bin baaz (10): hukum berjabat tangan kepada wanita yang bukan mahrom ketika puasa

11 tahun yang lalu
baca 3 menit
image_pdfimage_print

berjabat tangan

Pertanyaan: Apa hukum seseorang yang berjabat tangan dengan seorang wanita yang bukan mahrom atau berbicara dengannya di siang hari ketika sedang berpuasa dan wanita tersebut juga berpuasa. Apakah perbuatan ini membatalkan puasa atau hanya mengurangi pahala saja? Kami mengharap kan bimbingan. Dan apakah dia terkena kaffaroh?

Syaikh Abdul Aziz bin Baaz menjawab: Tidak boleh berjabat tangan dengan wanita yang bukan mahrom. Karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda, “Sesungguhnya aku tidak berjabat tangan dengan wanita.” Dan Aisyah berkata, “Demi Allah, sama sekali tidak pernah tangan Rasulullah menyentuh tangan wanita lain . Tidaklah beliau membai’at mereka melainkan dengan ucapan saja.” Yang dimaksud ‘Aisyah adalah wanita yang bukan mahram. Adapun wanita yang mahram seperti saudara wanita dan bibi maka tidak mengapa berjabatan dengannya.

Adapun berbicara dengan wanita selain mahram, maka tidak mengapa jika pembicaraannya sebatas perkarah mubah, tidak ada unsur tuduhan dan kecurigaan. Seperti dia bertanya tentang anak-anaknya, bapaknya, atau bertanya tentang kebutuhannya sebagai seorang tetangga atau kerabat, yang seperti ini tidak mengapa. Adapun jika pembicaraannya menjurus kepada sesuatu yang rusak, zina, janji zina, tentang syahwat, atau meminta untuk dibuka sedikit dari pakaiannya agar dia bisa melihat salah satu bagian tubuhnya maka semua ini tidak boleh.

Jika percakapan tersebut disertai penghalang dan hijab, dan jauh dari perkara yang mencurigakan, dan dari syahwat maka tidak mengapa. Dahulu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam pernah berbicara dengan kaum wanita, dan kaum wanita berbicara dengan beliau. seperti ini tidak mengapa dan puasanya tetap sah. Berjabatan tangan tidak mempengaruhi keabsahannya. Demkian pula berbincang tidak mempengaruhi keabsahannya, jika tidak keluar sesuatu darinya (mani,pen) dengan sebab itu. Apabila keluar sesuatu (mani,pen) maka wajib mandi dan puasanya batal. Wajib baginya mengqadha jika itu puasa wajib.

Kewajiban seorang mukmin adalah waspada terhadap perkara yang telah Allah haramkan kepadanya. Tidak berjabat tangan dengan wanita yang tidak halal baginya, dan tidak berbincang dengannya disertai syahwat atau melihat kepada tubuhnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

{قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ}

Katakanlah kepada orang-orang yang beriman agar menundukkan pandangan mereka dan menjaga kemaluan mereka. Hal itu lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha mengawasi apa yang mereka lakukan.”

Maka menjaga diri dari berbagai sebab kejelekan adalah wajib bagi seorang mukmin di mana pun dia berada.

نسأل الله لنا وللمسلمين السلامة والعافية من كل سوء

MAJMU’ FATA IBNU BAAZ 15/271