Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin ditanya tentang seseorang yang sudah berkeluarga akan tetapi masih tinggal bersama orang tuanya, dan dia memiliki harta. Apakah dia mencukupkan dengan kurban orang tuanya?
Beliau menjawab, “Yang sesuai dengan sunnah ialah seseorang berkurban untuk dirinya dan keluarganya, baik yang masih kecil atau yang sudah besar (yakni cukup satu ekor saja,pen). Adapun jika dia tinggal secara terpisah dari ayahnya, yaitu dia tinggal di rumah sendiri dan ayahnya di rumahnya sendiri, maka masing-masingnya berkurban sendiri-sendiri. Si ayah berkurban untuk dia dan keluarganya (yang serumah dengan dia) dan si anak berkurban untuk dia dan keluarganya.
Akan tetapi perlu diperhatikan bahwa yang disebutkan ini adalah yang sesuai dengan sunnah, bukan maksudnya diharamkan bagi si anak yang tinggal bersama orang tuanya untuk berkurban sendiri. Akan tetapi tidak diragukan lagi bahwasanya mencocoki sunnah itu lebih baik daripada tidak. Aku akan berikan sebuah permisalan: ada dua orang, yang satu menegakkan shalat sunnah fajar secara ringkas dan yang satunya memanjangkannya, mana dari keduanya yang lebih mencocoki sunnah? Jawabannya adalah orang pertama yang shalatnya pendek (yang mencocoki sunnah). Akan tetapi orang kedua walaupun dia memanjangkan shalatnya dan menyalahi sunnah dia tidak dianggap berdosa.
Demikian pula, jika kita katakan bahwa yang sunnah bagi penghuni dalam satu rumah menyembelih 1 hewan kurban, dan yang akan melakukannya adalah kepala rumah tangga. Bukan berarti seandainya mereka berkurban lebih dari satu ekor maka mereka berdosa, mereka tidak berdosa. Hanyasaja beramal sesuai sunnah lebih afdhal ketimbang memperbanyak amalan. Allah Ta’ala berfirman,
(لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا)
“agar Allah menguji kalian, siapakah di antara kalian yang paling baik amalannya.” (QS. Al-Mulk:2)
Oleh karena itu, ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam mengutus dua orang dalam suatu keperluan. Ketika keduanya tidak mendapati air (untuk berwudhu), keduanya pun bertayamum dan melakukan shalat. Kemudian (ketika selesai shalat) keduanya mendapati air. Lantas seorang dari keduanya berwudhu’ dan mengulangi shalatnya, sedangkan yang satu lagi tidak berwudhu’ dan tidak mengulangi shalatnya. Kejadian itu dilaporkan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, maka beliau berkata kepada orang yang tidak mengulangi shalatnya, “Engkau telah benar (mencocoki sunnah,pen).” Dan kepada orang yang mengulangi shalatnya beliau katakan, “Engkau mendapat pahala dua kali.” Maka tentu saja yang afdhal dari keduanya adalah yang mencocoki sunnah. Hanyalah orang satunya mendapat pahala dua kali dikarenakan dia melakukan dua amalan, sehingga mendapat pahala dari dua amalan tersebut. Akan tetapi pahalanya tidak seperti orang yang mencocoki sunnah.
Majmu Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin 25/39