Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan –semoga Allah selalu menjaga beliau- ditanya tentang penejelasan Hadits:
كل لحم نبت من سحت فالنار أولى به
“Setiap Daging yang Tumbuh dari sesuatu yang haram maka neraka lebih berhak baginya.”
Beliau menjawab, “Pertama: hadits tersebut adalah dho’if, ia diriwayatkan dari Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiallahu ‘anhu, dan riwayat ini memiliki dua redaksi, pertama: “Setiap daging yang tumbuh dari sesuatu yang haram maka neraka adalah tempat yang tepat baginya.” Dan yang kedua, “Setiap jasad yang tumbuh dari sesuatu yang haram maka neraka adalah tempat yang tepat baginya.” Dan makna As-Saht (dalam hadits di atas,pen) adalah al-harom (sesuatu yang haram,pen).
Dan makna hadits tersebut adalah, bahwasanya setiap bagian tubuh dan daging yang tumbuh dari sesuatu yang haram maka pada hari kiamat (tubuh dan daging tersebut) akan dimasukkan ke dalam api neraka sebagai hukuman baginya. Karena sesungguhnya Allah subhanahu wa ta’ala telah mengharamkan perkara-perkara yang jelek dan mata pencarian yang haram, dan Allah memerintahkan untuk makan dari sesuatu yang baik dan yang telah dibolehkan bagi hamba-hamba-Nya.
Hal ini disebabkan perkara yang haram akan menumbuhkan sesuatu yang jelek, sedangkan perkara yang baik akan menumbukan sesuatu yang baik, dan perkara-perkara yang halal akan berdampak baik bagi tubuh manusia, juga bagi perilaku dan akhlaqnya. Adapun perkara-perkara yang jelek tidak lain akan menumbuhkan sesuatu yang jelek pula, dan kebalikan dari yang pertama tadi yaitu (berpengaruh) bagi perilaku dan perbuatannya yang menjadi buruk disebabkan pengaruh makanan yang haram. Maka ini menunjukkan bahwa makanan sangat berpengaruh bagi manusia, jika makanannya baik maka pengaruhnya juga baik, dan jika makanannya jelek maka pengaruhnya juga jelek. Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
{يَاأَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا} [المؤمنون: 51]
“Wahai para rasul, makanlah kalian dari sesuatu yang baik dan hendaknya kalian beramal shalih.” (QS. Al-Mukminuun: 51)
dan Allah Ta’ala berfirman,
وقال تعالى: {فَكُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ حَلَالًا طَيِّبًا وَاشْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ} [النحل: 114] .
“Maka hendaknya kalian memakan dari sesuatu yang telah Allah berikan kepada kalian dari makanan yang halal lagi baik. Dan bersyukurlah kalian atas nikmat Allah jika kalian benar-benar beribadah hanya kepada-Nya.” (QS. An-Nahl:114)
dan Allah Ta’ala berfirman,
قال تعالى: {يَاأَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا} [البقرة: 168] .
“Wahai manusia, makanlah apa yang ada di bumi dari perkara-perkara yang halal dan baik.” (QS. Al-Baqarah:168)
dan Allah Ta’ala berfirman,
وقال تعالى: {يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ وَاشْكُرُوا لِلَّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ} [البقرة: 172] .
“wahai orang-orang yang beriman, makanlah dari perkara yang baik yang telah Kami berikan kepada kalian dan bersukurlah kepada Allah jika kalian benar-benar beribadah hanya kepada-Nya .” (QS. Al-Baqarah: 172)
(pada ayat-ayat di atas) Allah memerintahkan manusia secara umum untuk memakan dari makanan yang halal lagi baik. Dan Allah memerintahkan kaum mukminin secara khusus untuk makan dari makanan yang baik yang telah Allah berikan kepadanya, dan agar mereka bersyukur kepada Allah atas berbagai kenikmatan-Nya.
Ini menunjukkan harus ada keseriusan untuk menyeleksi makanan, hendaknya seseorang memperhatikan apa yang akan dia berikan kepada tubuhnya, dan hendaknya menjauhi keharaman. Dan telah shahih dalam sebuah hadits bahwasanya makanan yang haram akan menghalami terkabulnya do’a, sebagaimana dalam hadits seorang musafir,
«أشعث أغبر يمد يديه إلى السماء، يقول: يا رب، يا رب، ومطعمه حرام، ومشربه حرام، وملبسه حرام، وغذي بالحرام، فأنى يستجاب لذلك» وهذا أمر مهم جدًّا.
“Dalam keadaan rambutnya kusut dipenuhi debu, lalu ia menengadahkan tangannya ke arah langit seraya berucap, ‘Wahai Rabbku wahai Rabbku’ sedangkan makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan ia tumbuh dari perkara yang haram, bagaimana mungkin do’anya akan terkabulkan?!” ini adalah perkara yang sangat penting (untuk diperhatikan).
Diterjemahkan dari: MAJMU’ FATAWA AL-FAUZAN 1/204