Warisan Salaf
Warisan Salaf

al halabi dan keyakinan barunya …. (bag:2)

14 tahun yang lalu
baca 5 menit
image_pdfimage_print

Aqidah Sebagai Ukuran ke-salafiyah-an Seseorang

Walaupun Manhajnya Menyimpang ( 1 )

 

بسم الله الرحمن الرحيم

الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن ولاه

Para pembaca rahimakumullah…, Seperti yang sering kami sebutkan, bahwa satu dari sekian banyak keyakinan bathil Al-Halabi adalah memuji para tokoh sesat yang telah di tahdzir oleh para ulama’ rahimahumullahu ta’ala…. Tentu saja perbuatannya itu menyalahi qo’idah yang telah ditetapkan dan disepakati para ulama’ ahlussunnah dari waktu ke waktu, yaitu tidak boleh seorang sunni memuji, berjalan, dan membenarkan tokoh-tokoh sesat.

Ali Al-Halabi, ketika menyadari bahwa produk-produk barunya tersebut menyelisihi manhaj/metode para ulama’, tentu dia juga menyadari bahwa para konsumen tidak akan menerimanya kecuali jika dipoles oleh label-label cantik disertai promosi menggiurkan yang bisa mengesankan bahwa produk tersebut dibuat oleh peralatan canggih dari alqur’an dan as-sunnah, dan telah mendapatkan lisensi resmi dari para ulama’ rahimahumullah..

Sikap qalbul haqaiq atau memutarbalikkan fakta memang sudah menjadi kebiasaan Ali Al-Halabi, bukan hanya sekali atau dua kali, sebagai contoh, ketika dia membantah fatwa lajnah da’imah, dengan gaya sok ilmiyyah, dia mengesankan kpd pembaca bahwa dia-lah yang benar… wallahul musta’an

Begitulah, telah menjadi ketetapan Allah, bahwa Dia akan memunculkan para du’at yg menyeruh kepada kebaikan, sebagaimana dia telah menetapkan akan munculnya para du’at yang mengajak kepada neraka jahannam.

Para pembaca rahimakumullah…, mari kita mulai menilik bersama qo’idah jadidah yg bathil, produk Ali Al-Halabi, semoga Allah mengembalikannya kpd al-haq.

Di antara qo’idah tersebut adalah:

“Bahwa Seseorang tetap Menjadi Salafy Selama Aqidahnya Benar dan Kokoh Walaupun Manhajnya Menyimpang”

Aqidah dan qo’idah baru ini disebutkan oleh Al-Halabi dalam kitabnya Manhaju As-Salafish Shalih, hal.139, pada poin 11 bertajuk “antara ‘aqidah dan manhaj” dia menjelaskan: “Ringkas kata, setelah isyarat adanya perbedaan antar (ulama’) sunni yg telah disebutkan, dalam mendefnisikan perbedaan antara aqidah dan manhaj; manhaj adalah pagar dari aqidah, sekaligus sebagai bentengnya yang kokoh.

Seandainya ada seseorang yang beraqidah salafiyah pada dirinya akan tetapi dia munharif (berpaling) dalam manhajnya, baik sebagai hizbi atau selainnya, maka sesungguhnya sesuatu yang paling kuat/menonjol pada dirinya; manhaj atau aqidah itulah yang dijadikan patokan atasnya…

Bisa jadi manhajnya (yg rusak) mempengaruhi aqidahnya (yg benar) sehingga dia menjadi mubtadi’ maksyuf.

Bisa jadi aqidahnya (yg benar) mempengaruhi manhajnya (yg rusak) sehinga dia menjadi salafiy yg ma’ruf.

Dan sesungguhnya yang terakhir lebih kami sukai dari yang pertama.

 

========

Perhatikanlah keterangan Al-Halabi di atas…, bagaimana dia menjadikan aqidah sebagai tolok ukur murni dan mengabaikan perkara manhaj… seorang akan menjadi salafy jika aqidahnya kuat walaupun manhajnya menyimpang…. Benarkah demikian? Simak penjelasan berikut…

Ketika mengomentari ucapan Ali Al-Halabi di atas, Syaikh Ahmad Bazmul berkata: “Ini adalah ucapan bathil, penjelasannya sebagai berikut:

– Ucapan Al-Halabi (di atas): “perbedaan antar (ulama’) sunni” aku (Syaikh Bazmul) katakan: “Dia (Al-Halabi) mengisyaratkan kepada perbedaan ahlul ilmi dalam hal aqidah dan manhaj, apakah keduanya sesuatu yg satu ataukah sesuatu yg berbeda?

* Syaikh Ibnu Baaz dan selainnya dari ahlul ilmi berpendapat bahwa keduanya adalah sesuatu yang satu (tidak ada bedanya, pen)

* Sedangkan Asy-Syaikh Al-Albani dan selain beliau dari ahlul ilmi berpendapat bahwa aqidah dan manhaj adalah sesuatu yg berbeda.

Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan berkata: “Manhaj lebih umum dari aqidah. Manhaj mencakup aqidah, suluk, akhlak, mu’amalah, dan segenap kehidupan seorang muslim. Setiap langkah yang dilalui oleh seorang muslim disebut manhaj. Adapun aqidah, yang dimaukan adalah dasar keimanan, makna dua kalimat syahadat dan konsekuensinya. Ini adalah aqidah.” (Al-Ajwibatul Mufidah hal.123)

=====

Maka ulama’ yang tidak membedakan antara manhaj dan aqidah, mereka juga tidak mengakui qa’idahmu (wahai Al-Halabi) bahkan menolaknya. Karena manhaj dan aqidah menurut mereka adalah sesuatu yang satu… maka menyelisihi dalam hal manhaj maka otomatis menyelisihi dalam hal aqidah…

Sedangkan para ulama’ yang membedakan antara aqidah dan manhaj, tidak membedakan secara keseluruhan. Bahkan mereka menjadikan aqidah bagian dari manhaj. Maka tidak diterima seseorang yang aqidahnya salafy, tetapi manhajnya menyelisihi salaf, karena aqidah masuk dalam kategori manhaj.

 

Dengan inilah dapat diketahui kesalahan Al-Halabi dalam permasalahan ini; aqidah dan manhaj adalah dua hal yang saling berkaitan dan tidak boleh dipisahkan.

>> Bersambung Insya Allah….

Ikuti fatwa ulama’ lainnya pada edisi mendatang.. diharapkan untuk tidak berkomentar kritik kecuali telah sempurna edisi berikutnya…. Karena pembahasannya masih terkait.