Ukhuwah Anak Kuliah
Ukhuwah Anak Kuliah oleh Admin UAK

thaif: tentang pengusiran yang berbuah manis (bag. 2/tamat)

2 tahun yang lalu
baca 4 menit
Thaif: Tentang Pengusiran yang Berbuah Manis (Bag. 2/Tamat)

Rasulullah ﷺ tak pernah membayangkan akan mendapat perlakuan yang sedemikian buruknya dari Bani Tsaqif. Tanpa alasan yang benar dan hanya dikuasai emosi semata, mudah saja bagi Si Tiga Bersaudara untuk menghasut Banit Tsaqif agar menyerang Rasulullah ﷺ.

Beriman di Sebuah Kebun

Tak mampu menghadapi kebrutalan Bani Tsaqif yang terus saja mencaci dan melempari dengan batu, Rasulullah ﷺ pun beranjak, berjalan keluar dengan kepiluan hati yang teramat sangat, menuju sebuah kebun yang berjarak sekira tiga mil dari Thaif. Kebun itu milik dua orang bersaudara, putra Rabi’ah, yang bernama Utbah dan Syaibah.

Sambil bersedih, Rasulullah ﷺ berusaha menghibur diri, mengadu dan memohon pertolongan kepada Allah ta’ala, satu-satunya Dzat yang bisa dimintai tolong ketika diri sedang terpuruk dalam sepi.

Utbah dan Syaibah yang dari kejauhan melihat Rasulullah ﷺ sedang duduk dan bersedih, merasa iba. Mereka lalu menyuruh budak (atau bekas budak) mereka yang bernama Adas, seorang Nasrani, untuk membawakan setandan anggur kepada Rasulullah ﷺ.

Diturutinya perintah sang tuan oleh Adas. Ia berjalan mendekati Rasulullah ﷺ.

“Ini, makanlah,” kata Adas sembari menyodorkan anggur yang ada di tangannya.

Rasulullah ﷺ menoleh, lalu meraih anggur tersebut dan membaca basmalah.

Adas terheran. Ia sama sekali belum pernah mendengar kalimat tersebut.

Ia berkata, “Ucapan itu (basmalah) sama sekali belum pernah kudengar di negeri ini.”

Tak kalah heran, Rasulullah ﷺ balik bertanya, “Dari mana asalmu dan apa agamamu?

“Aku berasal dari Nainawa¹. Aku adalah seorang Nasrani,” jawab Adas.

Apakah itu negeri tempat tinggal seorang yang saleh, Yunus bin Matta?” Rasulullah ﷺ kembali bertanya.

Adas dibuat kaget oleh pertanyaan Rasulullah ﷺ. Ia bertanya, “Apa yang kau ketahui tentangnya?”

Ia adalah saudaraku. Ia adalah seorang nabi seperti diriku,” jawab Rasulullah ﷺ yang kemudian membacakan ayat-ayat al-Quran yang berisi kisah tentang Nabi Yunus alaihis salam.

Saat mendengar indahnya lantunan ayat suci yang dibacakan kepadanya, seketika itu pula Adas langsung beriman kepada Rasulullah ﷺ, meyakini bahwa beliau memang seorang nabi yang diutus.

Tawaran dari Langit dan Harapan yang Terkabul Dua Puluh Tahun Kemudian

Pertemuan itu tak berlangsung lama. Rasulullah ﷺ pergi meninggalkan kebun tersebut dan kembali berjalan ke arah Makkah dengan perasaan sedih dan khawatir, untuk alasan yang sama: sedih karena kasarnya perlakuan Bani Tsaqif dan khawatir tentang apa yang akan diperbuat oleh Quraisy ketika tiba di Makkah nanti.

•••

Allah ta’ala tak pernah menelantarkan Rasul-Nya ﷺ dalam kesedihan yang berlarut, tapi Dia, Yang Mahabijaksana, saat itu lebih ingin menunjukkan betapa besarnya jiwa Muhammad ﷺ.

Langkah yang sedari tadi terayun tiba-tiba terhenti sejenak ketika melihat segumpal awan menaunginya.

Tepat di sebuah daerah bernama Qarnu ats-Tsa’alib², Rasulullah ﷺ melihat ke atas dan dilihatnyalah Malaikat Jibril alaihis salam bersama Malaikat Penjaga Gunung, yang diutus oleh Allah ta’ala kepada beliau.

“Wahai, Muhammad. Sesungguhnya Allah telah mengutus seorang malaikat kepadamu, yang bisa engkau perintah sesuka hati,” ucap Jibril.

Malaikat Penjaga Gunung menyahut ucapan Jibril,

“Benar. Sekarang, apa yang kau inginkan, Muhammad? Kalau engkau mau, aku akan menimpakan gunung ini (Gunung Abu Qubais) kepada kaum yang durhaka itu (Bani Tsaqif).”

Rasulullah ﷺ, seorang yang sangat penyabar dan amat welas asih kepada umatnya, tak terbuai dengan kesedihan dan tak tersulut pula oleh dendam.

Jika Rasulullah ﷺ mengiyakan tawaran itu dan kemudian Bani Tsaqif benar-benar ditimpakan gunung tadi, lalu apa?

Ya, tak ada yang lebih diharapkan oleh Rasulullah ﷺ selain kebaikan untuk umatnya. Kebaikan berupa hidayah Islam.

Dengan penuh harap kepada Allah ta’ala, Rasulullah ﷺ memanjatkan sebuah doa kebaikan bagi kaum yang telah menyakiti dan mengusir beliau,

Bahkan, aku berharap semoga Allah mengeluarkan dari tulang sulbi mereka, keturunan saleh yang hanya menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun.”

•••

Dua puluhan tahun kemudian, setelah Rasulullah ﷺ wafat, Jazirah Arab dilanda badai kemurtadan.

Kabilah-kabilah yang sebelumnya “tunduk dan patuh”, kini menyatakan diri keluar dari Islam. Mereka semua serentak mengangkat senjata menyerukan perlawanan.

Akan tetapi, di tengah badai yang mengganas tersebut, terlihat tiga buah cahaya yang tetap bersinar terang. Cahaya yang berasal dari tiga negeri yang diberkahi oleh Allah ta’ala melalui lisan Rasul-Nya ﷺ.

Benar, dari seluruh Jazirah Arab itu, hanya tiga yang tetap tegar beriman: Makkah, Madinah, dan Thaif!

Thaif, yang dulu mengusir dengan durjana, kini telah berubah menjadi kawan yang sangat setia …


¹ Ninewe atau Nineveh, berada di Provinsi Mosul, Irak

² Atau bisa disebut juga Qarnul Manazil, yang kini lebih dikenal dengan as-Sail al-Kabir (Wikipedia)


Sumber:

• Abdul Malik bin Hisyam. 1995. Sirah Nabawiyah. Dar ash-Shahabah

• Muhammad bin Abdul Wahhab. 1956. Mukhtashar Sirah ar-Rasul, hlm. 111—112. Dar al-Kitab al-Arabi.

• Shafiyurrahman al-Mubarakfuri. 2006. Sirah Nabawiyah: Taman Cahaya di Atas Cahaya Perjalanan Hidup Rasulullah, hlm. 127—130. Terjemahan oleh Muhammad Daz bin Munir 2006. Tegal: Ash-Shaf Media.