Ukhuwah Anak Kuliah
Ukhuwah Anak Kuliah oleh Admin UAK

pernikahan

8 bulan yang lalu
baca 4 menit

Sebuah kata yang mungkin bisa atau sering kali mengusik para muda-mudi kita atau bahkan pun mereka yang telah menjalaninya. Dari berbagai sudut, masing-masing orang memandang berbeda arti sebuah pernikahan.

Para ulama telah banyak membahas perkara yang satu ini. Mereka menamakan pernikahan ini dengan istilah az-zuwaj (berpasangan). Lantaran senangnya mengenai bab ini, mayoritas dari mereka benar-benar mengkhususkan dan menyendirikan bab nikah dalam kitab-kitab mereka dan membagi beberapa pasal disertai hukum-hukumnya. Mereka juga menyertakan target-target dan sumber-sumber sebuah pernikahan.

Mengingat pentingnya hubungan antara pernikahan dan nafkah -jika kita mau meneliti-, mayoritas bab nikah ini selalu dibahas atau diletakkan setelah bab buyu’ (jual-beli) dalam kitab fiqh. Ini karena dalam pernikahan membutuhkan sebuah proses untuk terus berkesinambungan. Dan tentunya, peran kepala keluarga sangatlah urgen dalam perkara ini.

Sebagaimana Allah firmankan,
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

اَلرِّجَا لُ قَوَّا مُوْنَ عَلَى النِّسَآءِ بِمَا فَضَّلَ اللّٰهُ بَعْضَهُمْ عَلٰى بَعْضٍ وَّبِمَاۤ اَنْفَقُوْا مِنْ اَمْوَا لِهِمْ

“Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya.” (QS An-Nisa’: 34)

Al-‘Allamah Ibnu Katsir –rahimahullah- menyebutkan dalam kitabnya (Tafsir Ibn Katsir) mengenai ayat ini, bahwa seorang pemimpin memiliki 5 arti:

1. Roo-is (pemimpin)
Yakni yang memipin keluarga secara umum.
2. Haakim (pemutus perkara)
Yakni yang menentukan solusi atau jalan keluar dalam permasalahan seputar rumah tangganya.
3. Murobbi (pengasuh)
Yakni yang mengasuh istri dan anak-anaknya.
4. Mu’allim (pengajar)
Sifatnya lebih khusus dari murobbi, yakni lebih ke arah pelajaran teori, sedangkan murobbi lebih ke arah praktik.
5. Munfiq (pemberi nafkah)
Yakni telah diketahui oleh masyarakat luas: yang menafkahi keluarganya.

Dari sinilah dapat diambil faedah, menjadi seorang kepala keluarga bukanlah suatu perkara yang mudah. Banyak yang perlu dipertimbangkan jauh-jauh hari sebelum sebuah pernikahan itu dicapai.

Sungguh, betapa kasihan muda-mudi kita di zaman ini. Mereka menginginkan ketenangan jiwa, namun mereka sendiri tidak tahu jalan yang dapat mengantarkan ke sana. Wal ‘iyyadzu billaah.

Dalam ayat lain, Allah menyebutkan:

فَا نْكِحُوْا مَا طَا بَ لَـكُمْ مِّنَ النِّسَآءِ مَثْنٰى وَثُلٰثَ وَرُبٰعَ

“Maka nikahilah perempuan yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat.”
(QS An-Nisa’: 3)

Seringkali ayat ini digunakan kebanyakan manusia sebagai dalil ta’addud (poligami). Benar memang, dan memang benar. Namun, ada di kalangan kaum muslimin yang menafsirkan ayat ini dengan tafsiran yang aneh. Mereka menafsirkan huruf “و” pada kalimat:
مَثْنٰى وَثُلٰثَ وَرُبٰعَ
dengan arti “dan”. Sehingga bila diambil kesimpulan bahwa batas poligami adalah 1+2+3+4 = 10 istri.

Sungguh tafsir yang memalukan dan memilukan! Cukuplah kesesatan bagi pikiran mereka. Semoga Allah mengembalikan fitrah mereka dan melindungi kita dari ahlut-ta’thiil, tahriif, takyiif, tamtsiil dan yang semisal dengannya. aamiin.

Kembali ke pokok permasalahan.

Di sana tersebutkan:
فَا نْكِحُوْا مَا طَا بَ لَـكُمْ مِّنَ النِّسَآءِ
bukan:
فَا نْكِحُوْا مِنَ النِّسَآءِ.

Terkandung faedah bahwa kalimat طَا بَ pada ayat tersebut adalah sebuah bayan atau penjelas, yakni mengenai hal yang langsung berhubungan dengan kepribadian seorang wanita yang akan dinikahi.

Seandainya pun tersebut tertuliskan:
فَا نْكِحُوْا مِنَ النِّسَآءِ
maka telah cukup. Namun secara akal, apakah mungkin anda menikah dengan seseorang yang tidak jelas asal-usulnya? Saya yakin, tentu anda akan berpikir.

Betapa banyak muda-mudi terjerumus dalam hal-hal yang sebenarnya maksiat, namun mereka menamainya dengan nama-nama yang lebih indah dan manis ( indah saja belum tentu manis kok *eh.. ).

Dengan penambahan kalimat طَا بَ di sini juga mengandung faedah: dengan saling mengenal antara dua orang yang berserikat, ini menimbulkan syariat yang bernama ta’aruf.

Adapun dalil anjuran untuk menikah, sudah terlalu banyak disebutkan. Dan antum, tentunya sudah banyak yang hafal baik dari Al-Qur’an maupun dari al-hadits.

Dan adapun faedah dari menikah, berikut kami kutipkan dari ringkasan Dr. Sholih Ibn Fauzan Ibn Abdillah Al-Fauzan.

1. Dengan menikah akan terjadi kelanggengan keturunan manusia.
2. Dengan menikah, akan membuat orang kafir menjadi jengkel lantaran lahirnya seorang mujahid yang akan meneruskan tongkat agama ini.
3. Terjaganya kehormatan dari bersenang-senang yang diharamkan yang dapat merusak.
4. Terlaksananya penjagaan terhadap wanita dan pemberian nafkah.
5. Terciptanya ketenteraman dan kelapangan jiwa.
6. Terjaganya nasab dan keturunan.
7. Dan sebagainya dari kebaikan yang agung atas sebuah pernikahan.

Wa ‘alaa ni’amillaahi, naquulul-hamdu lillaahi robbil ‘aalamiin.

📃 Referensi:
Taklim Rutin di Ma’had Assunnah Ngendut bersama Al-Ustadz Abu Salamah hafizhahullah ; dengan pembahasan Kitabun Nikah dari kitab Mulakhkhosul Fiqh ; Syaikh Shalih al Fauzan Juz 2 ; Cetakan Darul Aqidah Mesir ; pada hari Rabu, 05 Pebruari 2014.

📒 Catatan KiLurah di Magetan, 27 September 2023.

💡Sudah dirapikan oleh: Tim Fawaid dan Asatidzah pembimbing حفظهم الله جميعا

📝 Mau ikut ngirim catatan taklim juga? Klik https://bit.ly/Catatan_Taklim

www.ukhuwahanakkuliah.com

Oleh:
Admin UAK
Sumber Tulisan:
PERNIKAHAN