إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَٰكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ ۚ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
“Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.” [Q.S. Al-Qashash:56].
Dalam ayat yang mulia ini Allah mengabarkan kepada Nabi-Nya, bahwasanya hidayah merupakan hak yang mutlak milik Allah ta’ala. Tidak ada satu makluk pun yang mampu memberikan hidayah ini. Meskipun dia makhluk yang paling mulia.
Sehingga, tatkala Nabi atau selain mereka yang mendakwahkan hidayah ini tidak disambut, dia tidak berdosa karenanya. Sebab, Allah tidak membebankan kepadanya kecuali sebatas kemampuan. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
“Allah tidak memberikan beban kepada suatu jiwa kecuali apa yang telah ia usahakan” [Q.S. Al-Baqarah:286]
Hidayah yang dimaksud dalam ayat yang pertama adalah hidayah taufik. Yaitu, hidayah untuk memasukkan seseorang ke dalam jalan yang lurus. Hidayah ini merupakan hak khusus bagi Allah. Sedangkan para Nabi dan yang lainnya tidak mempunyai hak sama sekali dalam memberi hidayah taufik ini.
Allah memberikan hidayah ini kepada siapa yang Ia kehendaki dan tidak memberikannya kepada siapa yang Ia kehendaki. Allah memberikan kepada orang miskin atau kaya, orang budak atau merdeka, para wanita dan anak-anak. Kalau Allah tidak menghendaki seseorang mendapatkan hidayah, dia tidak akan pernah mendapatkannya. Walaupun dia orang yang dicintai Nabi, banyak membantu Islam, dan sangat mengetahui keagungan Islam. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman kepada Nabi-Nya, “Bukanlah menjadi bebanmu untuk memberikan hidayah kepada mereka akan tetapi Allah lah yang memberi hidayah kepada siapa yang Ia kehendaki.” [Q.S. Al-Baqarah:282].
Hidayah terbagi menjadi dua:
1.Hidayah Taufik, sebagaimana telah disinggung di muka yang merupakan hak khusus bagi Allah. Tidak ada yang bisa memberinya kecuali Allah. Maka hidayah yang satu ini tidak boleh diminta kecuali kepada Allah sebagai pemiliknya. Jika seseorang menyelewengkan permintaan hidayah ini kepada selain Allah, maka berarti dia telah mempersekutukan Allah, yang berarti ia telah berbuat syirik.
2.Hidayah Al-Irsyad Wal Bayan, yakni hidayah untuk memberikan petunjuk dan penerangan kepada manusia. Hidayah yang kedua ini bisa dilakukan oleh setiap orang. Para Nabi dan Rasul mampu melakukannya, demikian pula orang-orang yang mengikuti mereka. Ini adalah jalan dan amalan utama para Rasul. Allah Subhanahu wa ta’ala telah berfirman, “Katakanlah, ‘inilah jalanku aku berdakwah menyeru kepada Allah diatas ilmu, aku maupun orang-orang yang mengikutiku.’” [Q.S. Yusuf:108].
Berdakwah merupakan hidayah al-irsyad wal bayan, menunjuki manusia kepada Islam, kepada jalan yang memasukkan mereka kepada surga dan menghindarkan dari neraka. Allah memuji Nabinya karena melakukan hal ini, “dan sungguh engkau benar-benar menunjuki kepada jalan yang lurus” [Q.S. Asy-Syura:52].
Dalam ayat Al-Quran yang kami sebutkan di awal pembahasan, terdapat pelajaran yang bisa kita ambil:
1.Hidayah taufik murni hanya milik Allah, tidak ada seorang makhluk pun yang mampu memberi hidayah taufik.
2.Kecintaan kepada karib kerabat yang bukan beragama Islam dan tidak memerangi Islam tidak menyelisihi keimanan seseorang selama tidak melampaui kecintaan terhadap Allah.
Allahu a‘lam bish shawab. (Ustadz Hammam)