Di antara tanda qalbu yang sakit adalah qalbu tidak merasa bermasalah terhadap kebodohannya. Tidak peduli dan tidak mau mengenal kebenaran dan kebaikan, bahkan cenderung kepada kebatilan dan kemungkaran. Sesungguhnya qalbu yang sehat akan merasa sakit terhadap keburukan-keburukan yang menimpanya. Qalbu yang sehat merasa sakit terhadap kebodohan yang melekat padanya. Walaupun hal ini tentu sesuai dengan kadar kesehatan dan kehidupan qalbu tersebut. Kadang merasakan sakitnya, tetapi tidak mampu menenggak pahitnya obat. Akhirnya cenderung ‘bersabar’ memilih sakit daripada harus merasakan pahitnya obat.
Alhasil, qalbu akan semakin bertambah sakit. Ia tidak mau mengkonsumsi obat-obat yang bermanfaat, tetapi justru memilih racun yang disangka sebagai obat, walaupun bisa menghilangkan sakit dalam sesaat. Berbeda dengan qalbu yang sehat. Ia akan memilih obat yang paling bermanfaat. Sedangkan Obat yang paling mujarab adalah Al Quran dan nutrisi yang paling bermanfaat adalah keimanan.
Sebab sakitnya qalbu ini adalah godaan-godaan yang menghampirinya. Baik godaan syahwat maupun syubhat. Yang pertama menyebabkan rusaknya niat dan keinginan, adapun yang kedua menyebabkan rusaknya ilmu dan keyakinan.
Hudzaifah bin Al Yaman Radhiyallahu ‘anhu mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Berbagai godaan menghampiri qalbu, sebagaimana memintal tikar sehelai demi sehelai. Maka setiap qalbu yang menerimanya akan ditandai dengan titik hitam. Adapun qalbu yang menolaknya, akan ditandai dengan titik putih. Sehingga akhirnya jadilah dua qalbu: qalbu yang hitam pekat seperti panci terbalik, tidak bisa mengenal yang makruf, tidak pula mengingkari yang mungkar, hanyalah nafsu yang merasukinya. Serta qalbu putih yang godaan tidak memadharatinya selama masih tegak langit dan bumi.” [H.R. Muslim].
Qalbu yang menerima godaan bagaikan tanah yang air merembes cepat masuk kedalamnya. Qalbu seperti ini akan diberikan tanda titik hitam. Ketika qalbu ini selalu menerima godaan yang datang, maka titik hitam semakin banyak dan akhirnya hitam pekat. Inilah makna sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam seperti panci yang terbalik. Saat itulah godaan akan sangat mudah menghampirinya, godaan syahwat dan syubhat yang akan membinasakan. Syubhat berupa kerancuan berpikir dan kesamaran antara yang makruf dan yang mungkar, atau bahkan kadang menyakini sebaliknya. Dan godaan syahwat dengan menjadikan hawa nafsunya sebagai hakim. Ketundukan dan ketaatannya terhadap agama adalah ketika sesuai dengan nafsunya.
Qalbu yang putih bersih akan berkilau sinar keimanannya. Ketika godaan menghampiri ia akan mengingkari dan menolaknya. Ia hidup dengan nutrisi iman, sehat dengan obat Al Quran. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ ۖ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يَحُولُ بَيْنَ الْمَرْءِ وَقَلْبِهِ وَأَنَّهُ إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kalian kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kalian, ketahuilah bahwa Sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan Sesungguhnya kepada-Nyalah kalian akan dikumpulkan.” [Q.S. Al Anfal:24].
Diterangkan oleh Imam Ibnul Qayyim dalam Al Fawa’id, bahwa kehidupan yang bermanfaat adalah dengan menyambut seruan Allah dan Rasul-Nya lahir maupun batin. Sedangkan Imam Qatadah menafsirkan ayat tersebut bahwa maksud dari seruan Allah dan rasul-Nya adalah Al Quran. Di dalamnya terdapat kehidupan, jaminan, keselamatan, dan penjagaan dunia serta akhirat.
Qalbu yang hidup dan sehat dengan iman dan Al Quran akan mampu membedakan antara yang benar dan yang batil, antara hidayah dan kesesatan. Kemudian mampu memilih kebenaran daripada keburukan. Kehidupan inilah yang akan memberikan kekuatan kepadanya untuk membedakan antara yang bermanfaat dan bermadharat dari berbagai ilmu, keinginan, dan amalan. Akan memberikan kepadanya pula kekuatan keimanan, kemauan, serta kecintaan terhadap kebenaran, sekaligus kekuatan kebencian dan antipati terhadap lawannya.
Jadi, kemampuan membedakan antara yang benar dan yang batil, kecintaan, dan kebenciannya terhadap kebatilan sesuai dengan kadar kehidupan qalbunya. Sebagaimana badan yang hidup dan sehat, pengindraannya terhadap perkara yang bermanfaat atau bermadharat lebih sempurna, sehingga kecondongannya kepada yang bermanfaat dan kebenciannya terhadap yang bermadharat akan lebih besar pula. Allahu a’lam. [Ustadz Farhan].