Tashfiyah
Tashfiyah

menyelisihi orang kafir

8 tahun yang lalu
baca 5 menit
Menyelisihi Orang Kafir

Dalam setiap rakaat salat, setiap muslim berdoa kepada Allah agar ditunjukkan kepada jalan yang lurus. Yaitu jalannya orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Rabb mereka dari kalangan para Nabi, shiddiqin, syuhada dan shalihin. Bukan jalannya orang-orang yang Allah murkai dan orang-orang yang sesat. Tatkala Anda membaca surat Al-Fatihah yang merupakan salah satu rukun salat, maka renungilah kandungan makna ayat-ayat tersebut dan bagaimana konsekuensinya. Tiada lain kandungannya adalah perintah untuk mencontoh Rasul n dan berpegang teguh dengan syariat yang dibawanya. Keteladanan tersebut meliputi segala aspek kehidupan perihal muamalah, adab, akhlak, dan yang lainnya. Demikian pula sebaliknya terkandung perintah menyelisihi semua perkara yang menjadi ciri khas nan identik dengan orang-orang kafir.

Begitu banyak kaum muslimin yang tidak mengetahui atau meremehkan permasalahan ini. Ya, bodoh serta meremehkan perintah dalam meneladani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan menyelisihi kaum kafir. Tidak heran jika fenomena ini merajalela di tengah-tengah kaum muslimin. Kaum tua dan kaum muda dengan bangga meniru tokoh-tokoh barat yang menjadi idola mereka. Mereka enggan mengenakan atribut Islami bahkan malu dan merasa martabatnya jatuh jika memakainya. Padahal akibatnya bisa sangat fatal karena kesamaan secara dzahir terhadap orang kafir bisa memunculkan kecintaan dalam batin terhadap mereka. Oleh karenanya sangat banyak dalil-dalil dalam Al-Qur’an dan sunnah tentang perintah untuk menyelisihi mereka.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sejak empat belas abad yang silam telah mengingatkan akan munculnya fenomena ini. Ini sekaligus menjadi tanda kenabian beliau karena apa yang beliau sampaikan saat itu benar-benar terjadi. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Said Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sungguh kalian akan mengikuti tradisi umat-umat terdahulu bagaikan bulu pada anak panah (maksudnya mengikuti mereka sampai benar-benar serupa). Sampai sekalipun mereka masuk ke lubang hewan Dhab, niscaya kalian akan memasukinya.” Para sahabat pun bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah umat-umat terdahulu yang dimaksud adalah orang-orang Yahudi dan Nasrani? Beliau menjawab, “Siapa lagi kalau bukan mereka?”

Apa yang yang beliau sabdakan di atas sungguh bisa kita saksikan realitanya di zaman ini. Betapa banyak gaya hidup kaum muslimin yang meniru orang-orang ahli kitab. Baik dalam hal ucapan, pakaian, penampilan dan lain sebagainya. Apabila diuraikan secara terperinci akan banyak sekali contohnya. Di antaranya adalah perbuatan sebagian kaum muslimin yang memelihara kumis dan memotong jenggot. Padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam sekian banyak hadisnya telah memerintahkan kaum lelaki supaya memotong kumis dan membiarkan jenggot tumbuh. Bahkan hal ini merupakan syariat nabi-nabi terdahulu sebagaimana dikisahkan dalam Al-Qur’an.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam perintahkan hal ini sebagai bentuk penyelisihan terhadap kaum musyrikin. Karena kebiasaan mereka adalah memotong jenggot dan memelihara kumis. Menurut tinjauan medispun, terbukti memotong kumis memberikan beberapa manfaat. Di antaranya adalah untuk kebersihan mulut agar tidak menjadi sarang kotoran yang keluar dari hidung. Di samping itu jika kumis terlalu panjang dan menyentuh bibir, maka bisa mengotori minuman atau makanan yang terkonsumsi. Sebagaimana kumis yang panjang akan memperburuk penampilan seorang muslim. Meskipun hal ini dianggap baik oleh sebagian orang yang tidak tahu agama atau terpengaruh budaya barat.

Di antara fenomena fanatik terhadap budaya barat adalah kebiasaan sebagian orang yang berbicara dengan bahasa mereka tanpa adanya keperluan. Para ulama menjelaskan bahwa hukum membiasakan diri memakai bahasa orang-orang kafir tanpa ada keperluan adalah makruh. Apalagi sampai mengalahkan petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam mengucapkan salam atau tuntunan beliau yang lainnya. Tidak jarang pula yang mempelajari bahasa-bahasa asing untuk tujuan-tujuan yang tidak bermanfaat atau bahkan terlarang. Sementara bahasa arab yang merupakan bahasa Al-Qur’an dan Sunnah ditinggalkan secara total. Tidak pernah ada upaya dan keinginan untuk mempelajarinya. Belajar bahasa Arab sangat penting karena menjadi faktor pendukung dalam memahami Al-Qur’an dan Sunnah.

Lebih dari itu, kalau kita telusuri di antara fenomena tersebut adalah taklid terhadap orang-orang kafir dalam peribadatan mereka. Di antaranya adalah sikap mengekor mereka dalam berbagai kesyirikan seperti membangun tempat ibadah di atas kuburan. Padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dengan tegas telah melarangnya, “Allah melaknat orang-orang Yahudi dan Nasrani yang telah menjadikan kuburan-kuburan nabi mereka sebagai masjid.” [H.R. Al-Bukhari dan Muslim]. Sungguh syirik besar ini benar-benar terjadi di tengah umat karena sikap berlebihan terhadap kuburan orang saleh. Tidak lain semua ini diadopsi dari adat kebiasaan orang Yahudi dan Nasrani.

Demikian halnya acara-acara bid’ah atau kesyirikan dalam berbagai perayaan hari besar seperti perayaan maulid Nabi, perayaan Isra dan Mi’raj, perayaan hari ulang tahun, Valentine, dan masih banyak yang lainnya. Dalam Islam hanya ada dua hari raya yaitu Idul Fitri dan Idul Adha. Tanpa disadari ternyata semua itu merupakan sikap taklid terhadap adat kebiasaan orang-orang kafir. Maka seorang muslim yang baik tidak silau dan terkecoh dengan banyaknya orang-orang yang melakukannya. Sebagaimana Fudhail bin Iyadh mengatakan, “Janganlah engkau merasa rendah diri karena menempuh jalan yang benar meskipun sedikit orang yang menempuhnya. Dan janganlah kamu tertipu dengan kebatilan meskipun banyak orang yang melakukannya.” Apa yang kami sebutkan di atas hanya sekadar contoh dan masih banyak fenomena yang lain di tengah kaum muslimin. Semoga Allah ta’ala mengokohkan kita di atas kebenaran dan menjaga kita dari segala tipu daya orang kafir. Allahu a’lam.

[Ustadz Abu Hafy Abdullah]