Tashfiyah
Tashfiyah

membebani anak sesuai kemampuan

8 tahun yang lalu
baca 3 menit
Membebani Anak Sesuai Kemampuan

Melihat perkembangan zaman yang sangat pesat, kita dihadapkan pada tantangan yang semakin kuat. Seakan seseorang kini harus tahu segalanya, agar tidak ketinggalan dengan yang lainnya dalam segala hal. Bila demikian keadaan manusia di zaman ini, secara logika zaman anak-anak kita nantinya akan semakin ‘maju’. Sehingga kebanyakan orang tua merasa sangat perlu mempersiapkan mereka dengan bekal yang cukup. Jadilah, anak-anak di masa kecil sudah dibebani untuk mengetahui berbagai macam cabang ilmu. Tak cukup dengan apa yang sudah banyak didapat di sekolah, mereka pun masih harus menambah kemampuan dengan mengikuti berbagai les selepas sekolah.

Itulah yang terjadi di sebagian masyarakat umum kita. Para orang tua, dengan niat yang baik tentunya, ingin agar anaknya serba bisa. Ingin anaknya mencetak rekor melebihi kemampuan teman-temannya. Tapi yang disayangkan, kebanyakan orang tua tidak lagi memerhatikan kemampuan yang ada pada anak-anak mereka.

Padahal bila kita sadari, anak-anak tidaklah diciptakan dengan kemampuan yang sama. Di antara mereka ada yang Allah utamakan dengan kecerdasan yang tinggi. Ada pula yang harus dibimbing dengan contoh saat memahami suatu hal. Bahkan tak sedikit pula yang belum bisa memahami suatu hal saat teman-teman sebayanya sudah bisa melakukannya. Hal ini tak lepas dari kemampuan berbeda yang Allah berikan kepada masing-masing mereka.

Mungkin berat bagi orang tua untuk mengakui keadaan ini pada anak-anak mereka, namun sejatinya orang tua yang bijak ialah yang menyadari seberapa besar kemampuan buah hatinya. Sehingga ia bisa memberikan asupan ilmu yang sesuai. Yang bisa diterima anak dengan baik dan tidak memberatkan mereka. Dahulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda yang artinya, “Siapakah di antara kalian yang suka setiap pagi pergi ke Buthhan – sebuah lembah yang ada di Madinah – atau ke Aqiq lalu ia pulang membawa dua unta betina yang besar tanpa melakukan dosa dan memutus silaturrahim?” Kami (para sahabat) menjawab, “Wahai Rasulullah, kami menyukai hal itu.” Beliau bersabda, “Tidaklah salah seorang dari kalian pergi ke masjid lalu ia mempelajari atau membaca dua ayat dari kitabullah ‘azza wa jalla, melainkan hal itu lebih baik baginya dari pada mendapatkan dua unta. Tiga ayat lebih baik dari tiga unta, empat ayat lebih baik daripada empat unta, dan seterusnya setiap bilangan ayat lebih baik dari unta sejumlah itu pula.” [H.R. Muslim no. 251]

Pembaca sekalian, dalam hadis di atas, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mempersyaratkan para sahabat agar mempelajari keseluruhan kitabullah. Namun beliau memerhatikan kemampuan mereka radhiyallahu ‘anhum. Barangsiapa yang mampu membaca atau mempelajari lebih banyak maka hal itu lebih baik. Namun bagi yang kemampuannya kurang dari itu, itu pun baik.

Intinya adalah tetap belajar, maka semestinya kita para orang tua, mengantarkan anak-anak supaya mereka istiqamah dalam belajar. Tidak merasa berat dengan menanggung beban yang melebihi kemampuan mereka, sehingga hal itu bisa membuat mereka bosan, na’udzu billah. Masing-masing dari mereka insya Allah tetap mendapatkan pahala di sisi Allah. Rasulullah n pernah bersabda yang artinya, “Orang yang mahir terhadap Al-Quran niscaya akan bersama para malaikat yang mulia, sementara orang yang terbata-bata dalam membacanya karena kesulitan, maka ia mendapat dua pahala.” [H.R. Muslim no. 244]

Bila mereka senang dan menikmati kegiatan tersebut serta tidak merasa berat, semoga suatu saat Allah beri kemudahan bagi mereka untuk bisa mempelajari lebih banyak lagi. Allahu a’lam bish shawab.

[Ustadzah Ummu Umar]