Kalbu adalah penggerak seluruh jasad. Jika kalbu rusak, niscaya yang digerakkan pun ikut rusak. Maka, kesehatan kalbu mutlak diperlukan agar anggota badan juga ikut merasakan sehatnya. Mari kita diagnosa kalbu-kalbu kita.
Kalbu yang sehat adalah kalbu yang mengenal Allah, mengetahui hak-hak-Nya, tunduk dan taat kepada-Nya. Penuh dengan kecintaan, pengagungan sekaligus perendahan diri dihadapan-Nya. Mudah mengetahui kebaikan, mencerna dan mengamalkannya, ia sangat peka terhadap kebatilan kemudian segera menjauhinya.
Kesehatan kalbu adalah kehidupan dunia dan akhirat. Matinya kalbu adalah kematian abadi yang berujung azab pedih neraka. Sehingga sudah sepantasnya untuk dijaga kesehatannya dan diberikan perkalbuan yang lebih dari pada badan. Seandainya badan sakit, berbagai usaha tawakkal ditempuh untuk mendapatkanya. Rela kesana-kemari mencari dokter, tidak pernah lupa minum obat persis sebagaimana resepnya, tidak menambah tidak mengurangi, bahkan memaksa diri menjauhi makanan pantangan. Demikian pula ketika sehat, sangat ketat menjaga diri dari penyakit. Dari mulai menjaga kebersihan, makan teratur, banyak minum air putih, tidur cukup sampai membuat jadwal olah raga pekanan. Rela berkorban waktu, tenaga dan harta. Maka seharusnya perkalbuan dan usaha menjaga kesehatan kalbu lebih dari itu semua. Apalagi kadang pemiliknya tidak merasa apabila kalbunya sakit. Oleh sebab itu, kita harus mengetahui indikasi sakit kalbu sejak dini untuk segera mengambil sikap dan mengobatinya, jangan sampai bertambah akut kemudian akhirnya mati, na’udzubillah min dzalik (kita berlindung kepada Allah dari hal itu).
Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ فَزَادَهُمُ اللَّهُ مَرَضًا ۖ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ بِمَا كَانُوا يَكْذِبُونَ
“Dalam kalbu mereka ada penyakit, lalu Allah tambah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta.” [Q.S. Al Baqarah:10].
Ketika kalbu mulai kering dari dzikir kepada Allah, lemah dan tidak bersemangat dalam ketaatan, maka ini adalah gejala awal sakitnya kalbu, harus segera disiram dan ditumbuhkan dengan nasehat dan bimbingan rohani, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Tidaklah sekelompok orang berkumpul dalam salah satu masjid Allah, untuk membaca Al Quran dan mempelajarinya, kecuali akan turun ketenangan atas mereka, akan diliputi oleh rahmat, malaikatpun akan mengelilingi serta Allah akan memuji mereka di hadapan para malaikat.” (HR Muslim dari sahabat Abu Hurairah).
Diantara gejala sakit kalbu adalah pemiliknya tidak peka atau bahkan tidak merasa sakitnya luka kemaksiatan. Begitu mudah melakukan kemaksiatan tanpa ada penyesalan apalagi merasa bersalah kemudian bertaubat kepada Allah darinya. Apabila kondisi ini dibiarkan, lambat laun penyakit semakin parah dan akhirnya kalbu tersebut akan mati. Tidak bisa mengenali dan menerima kebenaran. Bahkan semuanya akan menjadi terbalik, menilai kebenaran sebagai kebatilan dan kebatilan sebagai kebenaran.
كَلَّا ۖ بَلْ ۜ رَانَ عَلَىٰ قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
“Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi kalbu mereka.” [Q.S. Al-Muthaffifin:14].
Al-Hasan Al-Bashri Rahimahullah, seorang ulama tabi’in menafsirkan maksud dari ‘apa yang selalu mereka usahakan itu’ adalah dosa di atas dosa hingga kalbu menjadi buta dan mati. Demikian pula tafsir dari Mujahid, Qatadah, Ibnu Zaid dan yang lainnya. (Tafsir Ibnu Katsir)
Kemaksiatan yang bertumpuk menjadikan kalbu hitam pekat tertutup oleh noda dosa. Sebagaimana penjelasan dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda yang artinya,
“Sesungguhnya seorang hamba apabila terjatuh dalam dosa akan menyebabkan titik hitam dalam kalbunya. Apabila bertaubat kepada Allah, kalbunya akan dibersihkan kembali. Jika dosa tersebut bertambah, titik hitampun bertambah. Inilah yang dimaksud dalam firman Allah,
كَلَّا ۖ بَلْ ۜ رَانَ عَلٰى قُلُوبِهِمْ مَّا كَانُوا يَكْسِبُونَ
“Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi kalbu mereka.” [Q.S. Al-Muthaffifin:14].
[H.R. At-Tirmidzi, dari sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, dihasankan oleh Syaikh Al-Albani Rahimahullahdalam Shahihul Jami’].
Abdullah bin Mubarak Al-Marwazi Rahimahullah mengungkapkan dalam syairnya:
Ku lihat dosa matikan kalbu yang kan wariskan rendahnya diri
kehidupan kalbu dengan tinggalkan dosa baik bagimu mengingkarinya.
Ibnul Qayyim Rahimahullah menjelaskan dalam Fawa’id bahwa akar kerusakan kalbu sebenarnya ada dua, mengikuti hawa nafsu dan panjang angan-angan. Mengikuti hawa nafsu akan mengakibatkan butanya kalbu, sehingga tidak bisa mengenali kebenaran apalagi untuk memahami, apalagi untuk mengamalkannya. Panjang angan akan menyebabkan lalainya kalbu terhadap kampung akhirat yang akhirnya tidak mampu mempersiapkan perbekalan untuk menyambutnya dengan baik. Semuanya bisa disembuhkan dengan ilmu mengenal Allah, mencintai-Nya, tawakal dan kembali kepada-Nya yang ditumbuhkan dengan Al Quran,
وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ
“Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi obat dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.” [Q.S. Al Isra’:82]. Allahu a’lam. (Ustadz Farhan)