Tashfiyah
Tashfiyah

halalan thayyiban

7 tahun yang lalu
baca 4 menit
Halalan Thayyiban

Seorang muslim adalah orang yang semangat mengusahkan kemanfaatan bagi dirinya, baik kemanfaatan dunia maupun akhirat. Ia selalu berusaha keras disertai penuh tawakal dan doa memohon kepada Allah Yang Maha Kaya lagi Dermawan. Karena ia yakin bahwa Allah menjamin akan memberi seorang yang demikian itu. Apalagi Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman dalam ayat-Nya:

وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ ۖ وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا ۖ وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ ۖ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ ۖ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ

“Dan carilah (kebahagiaan) negeri akhirat, pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu. Dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu. Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” [Q.S. Al Qashash:77].
Seorang ulama tabiin, Imam Qatadah menjelaskan bahwa maksud dari ‘janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi’ adalah rezeki yang halal. Demikian disebutkan dalam Tafsir Al Qurthubi.
Dalam ayat yang mulia di atas, Allah memerintahkan kita semua untuk mencari kebahagiaan di dunia dan akhirat, rezeki yang halal di dunia dan pahala besar di akhirat. Kebahagiaan dunia akhirat ini tentu hanya bisa terwujud dengan berbuat ihsan (berbuat baik) kepada Allah Sang Khaliq sekaligus kepada makhluk. Yaitu mewujudkan ketakwaan kepada-Nya lahir batin di mana pun berada. Takwa adalah mentaati perintah Allah dan menjauhi seluruh larangan-Nya berdasarkan bimbingan ilmu syariat. Karena dalam ayat di atas dengan tegas Allah melarang kita untuk berbuat kerusakan di muka bumi, yaitu berbuat kerusakan dengan bermaksiat kepada-Nya.
Dalam sebuah hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Wahai manusia, bertakwalah kalian kepada Allah, perbaguslah dalam mencari (rezeki). Karena tidaklah jiwa akan mati sampai terpenuhi rezekinya, walaupun lambat. Maka bertakwalah kalian kepada Allah, perbaguslah dalam mencari (rezeki). Ambillah yang halal dan tinggalkan yang haram.” [H.R. Ibnu Majah dari shahabat Jabir bin Abdullah Radhiyallahu ‘anhu, dishahihkan Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhib]. Dalam hadits ini Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menggabungkan antara maslahat dunia dan akhirat. Bahwa kebahagiaannya masing-masing hanya bisa didapatkan dengan takwa kepada-Nya. Rohani dan jasmani akan merasakannya: Ketenangan jiwa, ketentraman, rasa qonaah (merasa cukup), pikiran positif, dan santainya jasmani alias tidak ngoyo bisa didapatkan dengan memperbagus cara dalam mencari rezeki. Yaitu dengan mengambil yang halal saja dan menjauhi yang haram sebagaimana dalam hadits di atas. Inilah aplikasi takwa. Apalagi dalam riwayat Al Hakim dari shahabat Abdullah bin Masud Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menegaskan, “Apabila rezeki lambat bagi kalian maka jangan mencarinya dengan cara bermaksiat kepada Allah. Karena keutamaan-Nya tidak akan didapat dengan kemaksiatan terhadap-Nya.” [dishahihkan Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhib].
Ketika kita yakin bahwa kadar rezeki masing-masing telah ditentukan, maka seberapapun bagian kita yang Allah karuniakan hari ini akan tetap menenangkan jiwa. Jika banyak Alhamdulillah, kita syukuri dengan memanfaatkannya dalam ketaatan kepada Allah. Seandainya sedikit atau bahkan tidak dapat apa-apa, kita bersabar. Kita lihat orang lain yang hidupnya lebih sempit daripada kita, agar kita bisa menilai besarnya nikmat kelonggaran yang telah Allah karuniakan kepada kita. Dengan demikian, InsyaAllah kita akan lebih mampu menguasai diri untuk tetap berusaha mencari rezeki dengan cara yang halal.
Oleh sebab itu, senantiasa meningkatkan ketakwaan adalah keharusan. Apalagi kita hidup pada zaman sebagaimana yang Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebutkan dalam hadits beliau, “Akan datang suatu zaman kepada manusia, yang seseorang tidak peduli apa yang ia ambil. Dari yang halal atau dari yang haram.” [H.R. Al Bukhari dari shahabat Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu]. Subhanallah…, inilah salah satu mukjizat beliau. Kita benar-benar melihat orang sudah tidak peduli dengan agamanya. Manusia saling menjatuhkan dan memangsa demi ambisinya. Mereka tidak peduli lagi yang halal dan yang haram. Sangat mungkin sekali terseret arus seandainya kita tidak kokoh dalam mempertahankan agama. Kita mohon kepada Allah keselamatan dunia dan akhirat.
Perlu diingat, bahwa harta yang didapat dengan cara yang haram tidak ada barakahnya sama sekali. Lantas, apa yang akan diharap dari harta selain barakahnya? Apa artinya harta melimpah, mobil mewah, dan rumah megah, apabila hatinya miskin dan sempit? Apalagi harta haram tersebut kelak di akhirat akan menjadi bahan bakar api yang memanggangnya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak akan masuk surga, jasad yang ditumbuhkan dengan makanan yang haram.” [H.R. Abu Ya’la, Al Bazar, dan yang lainnya, dishahihkan oleh Syaikh Al Abani dalam Shahih At Targhib].
Demikian, semoga Allah memberikan kecukupan pada hati kita, kecukupan pada ma’isyah (penghidupan) kita, kecukupan dari karunia yang halal. Amiin. Allahu a’lam. [Ustadz Farhan].

Sumber Tulisan:
Halalan Thayyiban