Tashfiyah
Tashfiyah

fatwa kaffarah orang yang menggauli istrinya pada puasa ramadhan

7 tahun yang lalu
baca 2 menit
Fatwa Kaffarah Orang Yang Menggauli Istrinya pada Puasa Ramadhan

Soal: Pada bulan Ramadhan yang diberkahi ini, syahwatku membuatku melampaui batas. Aku pun menggauli istriku setelah salat Subuh. Bagaimanakah hukumnya?

 

 

Jawab: Penanya telah menyebutkan bahwa syahwat telah membuatnya melampaui batas sehingga menggauli istrinya setelah salat Subuh di bulan Ramadhan. Maka yang wajib dilakukannya adalah:

  1. Membebaskan budak; jika tidak mampu
  2. Berpuasa dua bulan berturut-turut; jika tidak mampu
  3. Memberi makan enam puluh orang miskin, setiap orang mendapatkan satu mudd tiga perempat kilogram makanan pokok.

Selain itu, dia juga harus meng-qadha satu hari, sebagai ganti dari hari tersebut.

Adapun sang istri, jika dia melakukannya suka rela, maka hukumnya seperti suami. Namun jika dia terpaksa, maka dia hanya harus meng-qadha.

Dalil wajibnya kaffarah (denda) yang dibayarkan lelaki adalah hadis yang diriwayatkan dari Abu Hurairah z yang artinya, “Saat kami duduk di sisi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, tiba-tiba datang seseorang dan mengatakan, ‘Wahai Rasulullah, binasalah aku!’ Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Kenapa kamu?’ Dia mengatakan, ‘Aku menggauli istriku, padahal aku puasa.’ Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pun mengatakan, ‘Apakah engkau memiliki budak yang bisa engkau bebaskan?’ ‘Tidak.’ katanya. ‘Apakah engkau sanggup untuk berpuasa dua bulan berturut-turut?’ ‘Tidak.’ ‘Apakah engkau mampu untuk memberi makan enam puluh orang miskin?’ ‘Tidak.’ Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pun diam.

Beberapa saat kemudian, datanglah seseorang memberi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sekeranjang kurma. Beliau bertanya, ‘Di mana orang yang bertanya tadi?’ ‘Saya.’ ‘Ambil ini, sedekahkanlah.’” [Muttafaqun ‘alaih]

Adapun dalil wajibnya meng-qadha sejumlah hari dia menggauli istrinya, berdasarkan riwayat Abu Dawud dan Ibnu Majah, “Dan puasalah sehari menggantikannya.”

Adapun wajibnya kaffarah dan qadha terhadap sang istri apabila melakukannya dengan suka rela, hal ini dikarenakan posisi wanita tersebut sama dengan si suami. Adapun dalil tidak wajibnya kaffarah jika dalam keadaan terpaksa, berdasarkan keumuman hadis Nabi n yang artinya, “Diampuni dari umatku apabila tersalah, lupa, dan jika mereka dipaksa.” [H.R. Ibnu Majah]

Wabillahit taufiq, washallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad, wa alihi washahbihi wasallam.

[Fatwa Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Ilmiyah wal Ifta` Soal no. 83, diketuai Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah]