Tashfiyah
Tashfiyah

dusta dalam canda

7 tahun yang lalu
baca 4 menit
Dusta Dalam Canda

Dusta merupakan perbuatan yang tak lagi susah dijumpai. Dengan banyak alasan, dusta pun dihalalkan demi melancarkan urusan. Sejatinya, dusta sebenarnya sudah merupakan hal yang dilarang dalam semua kebudayaan. Bahkan, masyarakat Jahiliah pun menganggap perbuatan ini sebagai perbuatan yang rendah. Sebaliknya, orang yang jujur dan amanah mereka anggap sebagai orang yang memiliki kemuliaan.
Maka dari itu, Islam mengukuhkan haramnya dusta dan membuat koridor serta peraturan yang baku mengenainya. Hal ini merupakan realisasi agama Islam sebagai agama yang mengajarkan akhlak mulia, sebagai ajaran yang rahmatan lil ‘alamin (rahmat bagi sekalian alam).

Apakah Dusta
Dusta adalah memberitakan tidak sesuai dengan kebenaran, baik dengan ucapan lisan secara tegas maupun dengan isyarat seperti menggelengkan kepala atau mengangguk.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menyebutkan dusta sebagai salah satu tanda kemunafikan. Beliau bersabda yang artinya,

“Tanda orang yang munafik ada tiga: jika berkata dia dusta, jika berjanji dia ingkari, dan jika diamanahi dia khianati.” [H.R. Al-Bukhari dan Muslim].

Dusta Yang Diperbolehkan Dan Yang Tidak Diperbolehkan
Secara asalnya, semua dusta terlarang dalam Islam. Namun, sebagai agama pertengahan yang tidak berlebihan dan mengurang-ngurangi, Islam memiliki pengecualian dalam berdusta. Karena, terkadang berdusta dibutuhkan pada waktu-waktu tertentu. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan keringanan untuk berdusta dalam tiga keadaan: untuk memperbaiki hubungan antara suami istri, memperbaiki hubungan antara dua orang, dan kebohongan dalam peperangan. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Tidak halal berdusta kecuali pada tiga keadaan: seorang laki-laki berbicara kepada istrinya, dusta dalam peperangan, dan dusta untuk memperbaiki hubungan antara manusia.” [H.R. At-Tirmidzi dari Asma` binti Yazid Radhiyallahu ‘anha, dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani Rahimahullah]. Para ulama sepakat bolehnya berdusta pada tiga keadaan ini.
Lalu bagaimana dengan dusta untuk bergurau? Apakah termasuk yang dikecualikan? Jawabannya terkandung dalam sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang artinya,

“Celaka orang yang berbicara kemudian berdusta untuk membuat tertawa manusia, celakalah ia, celakalah ia.” [H.R. Abu Dawud dan At-Tirmidzi dari sahabat Mu’awiyah bin Haidah z, derajat hadits ini hasan menurut Syaikh Al-Albani Rahimahullah].
Meninggalkan dusta meskipun hanya gurauan adalah kesempurnaan iman. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda yang maknanya,

“Seorang hamba tidak beriman secara sempurna hingga dia meninggalkan dusta meskipun hanya bergurau.” [H.R. Ahmad dan Ath-Thabarani, dari sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, Asy-Syaikh Al-Albani Rahimahullah mengatakan, “Derajat hadits ini shahih lighairih” di dalam kitab Shahih At-Targhib].
Bagaimana dengan berdusta kepada seorang anak? Meskipun hanya berdusta kepada anak kecil agar datang kepadanya, hal itu tidak diperbolehkan di dalam agama Islam. Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:

مَنْ قَالَ لِصَبِيٍّ تَعَالَ هاَكَ ثُمَّ لَمْ يُعْطِهِ فَهِىَ كَذْبَةٌ

“Barangsiapa mengatakan kepada seorang anak, ‘Ke sini nak, aku beri kamu.’ Lalu dia tidak memberinya, maka ini adalah sebuah kedustaan.” [H.R. Ahmad, dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani Rahimahullah].

Bercanda Boleh, Tapi …
Lantas, apakah bercanda dilarang dalam Islam? Jawabannya adalah: tidak. Bercanda hukum asalnya boleh, terkadang menjadi sunah jika ada maslahatnya seperti mengakrabi seseorang dan menghangatkan suasana ukhuwah.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun pernah bercanda bersama sahabatnya. Namun, tentu candaan beliau berada di dalam koridor adab Islam. Berikut ini adalah beberapa adab dalam bercanda:

1.Tidak berdusta.
2.Tidak menakut-nakuti, seperti menyembunyikan barang teman agar dikira hilang, mengunci temannya di dalam kamar, dan lainnya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda yang artinya,

“Janganlah seseorang dari kalian mengambil tongkat saudaranya baik bergurau atau serius. Barangsiapa mengambilnya, hendaknya dia kembalikan.[H.R. At-Tirmidzi, dihasankan oleh Asy-Syaikh Al-Albani Rahimahullah].
3.Tidak menjelek-jelekkan teman.
4.Tidak dibumbui ghibah (membicarakan keburukan orang lain yang tidak ada di tempat tersebut).
5.Jangan terlalu sering. Ulama mengatakan bahwasanya terlalu sering tertawa menyebabkan kebodohan dan kedunguan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun telah menjelaskan,

“Janganlah banyak bercanda karena bercanda mematikan kalbu.” [H.R. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah, dihasankan oleh Asy-Syaikh Al-Albani Rahimahullah].
Inilah aturan Islam yang mulia, tidak meninggalkan satu pun perikehidupan kecuali telah diatur dengan indah. Demikianlah, Islam telah disempurnakan oleh Dzat Yang Maha Bijaksana dan Maha Adil sebelum mewafatkan Rasul-Nya. Allahu a’lam bish shawab. ( Ustadz Abdurrahman)

Sumber Tulisan:
Dusta Dalam Canda