Tashfiyah
Tashfiyah

berakhlak dalam musyawarah

8 tahun yang lalu
baca 5 menit
Berakhlak Dalam Musyawarah

Pusing duh pening banget, malam ini terasa susah memikirkan apa pun. Gimana tidak, rapat malam ini menyisakan keganjalan di hati. Ide-ide cemerlang yang kuanggap bisa memberikan jalan keluar terbaik harus ditolak dan dimentahkan. Padahal yang disepakati menurutku tak lebih baik dari pendapatku. Ah, nggak usah aku laksanakan aja keputusannya supaya mereka tahu bahwa ternyata pendapatku itulah yang betul.

 

 

Makhluk sosial bukan makhluk individual

Sobat muda, dalam interaksi sesama manusia, tidak bisa tidak pasti akan terjadi gesekan dan beda paham antar mereka. masing-masing punya prinsip, ide, keinginan, tujuan, dan pemahaman yang berbeda. Di satu sisi, sebagai makhluk sosial kita pasti butuh kepada manusia lainnya. Namun di sisi lainnya, perbedaan pendapat di antara mereka tidak mungkin bisa dihindari.

Ibaratnya setiap isi otak manusia punya pendapat yang berbeda, maka beda keinginan dan beda paham tentu mewarnai interaksi manusia tersebut. Walau begitu, tetap saja kita butuh kepada yang lainnya. Jadi, bila ada seorang yang berniat menjauh dari perselisihan dan beda pendapat dengan cara hidup menyendiri di gunung-gunung maka ini adalah suatu yang tidak lazim dilakukan.

Allah subhanahu wata’ala sendiri telah menyatakan bahwa Ia menciptakan golongan manusia ini saling berbeda suku agar supaya saling mengenal dan saling paham antara sesama mereka. dan ini tidak akan tercapai bila manusia tidak bergaul antar sesama mereka. Allah subhanahu wata’ala berfirman yang artinya, “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu.” [Q.S. Al Hujurat :13]

Hanya saja perbedaan golongan yang menjadikan berbeda pula satu sama lainnya tersebut hendaknya disikapi dengan ketakwaan. Sebab dengan bekal ketakwaan inilah segolongan manusia menjadi lebih unggul dan mulia dibanding golongan yang lainnya, sebagaimana terjemahan ayat yang kita baca di atas.

Sobat muda, berpencarnya kaum muslimin tanpa mau berkumpul, sebenarnya adalah bagian dari makar setan dan godaan setan kepada manusia agar mereka lebih mudah diperdaya. Bahkan berpencar sendiri-sendiri dalam duduknya, istirahatnya, dikatakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai bagian dari godaan setan. Dalam sebuah perjalanan, saat para sahabat singgah di suatu tempat, para sahabat pun berpencar di bukit dan lembah, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda yang artinya, “Jika kalian berpencar seperti ini ada yang di bukit ada yang di lembah, sungguh yang demikian ini adalah termasuk dari godaan setan.” Setelah itu apabila mereka turun singgah di suatu tempat mereka tidak lagi berpencar melainkan mereka saling berkumpul sebagian dengan sebagian lainnya hingga apabila dihamparkan sebuah pakaian kepada mereka niscaya akan mencakup mereka semua.” [H.R. Abu Dawud, dan dishahihkan oleh Al-Albani t dari sahabat Abu Tsa’labah Al Khusyani radhiyallahu ‘anhu].

Terlebih, setan akan lebih mudah menggoda dan mempermainkan manusia saat ia sendirian sebagaimana yang dikatakan oleh Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam yang artinya, “Serigala hanya memakan kambing yang bersendirian.” Jadi, hati-hati loh kalau memutuskan untuk bersendiri.

Musyawarah dalam mengatasi perbedaan persepsi

Sobat muda, dalam mengatasi perbedaan pendapat antara manusia, Allah subhanahu wata’ala telah menjadikan solusi terbaik dengan cara bermusyawarah sesama mereka. Dengan musyawarah, masing-masing akan berembug mengompromikan perbedaan pendapat untuk kemudian mengambil jalan terbaik dalam perselisihan tersebut. Allah l berfirman dengan konteks perintah kepada Rasul-Nya untuk bermusyawarah dalam firman-Nya yang maknanya, “Maka dengan rahmat Allahlah engkau bersikap lemah-lembut kepada mereka. Seandainya engkau keras dan kaku hati sungguh mereka akan menjauh darimu. Maka berilah ampun dan mintakanlah ampunan buat mereka. Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu, kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakal kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya” [Q.S. Ali-Imran:159]

Dalam ayat lainnya Allah subhanahu wata’ala menyebutkan pujian-Nya kepada mereka yang mau melakukan musyawarah, “Dan bagi orang-orang yang mematuhi seruan Rabbnya dan mendirikan salat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka” [Q.S. Asy-Syura:38]

Inilah salah satu solusi dari Allah untuk mengatasi perbedaan dan perselisihan di antara mereka.

SIKAP BIJAK DALAM MUSYAWARAH

“Pendapatkulah yang paling jitu” bila prinsip ini yang dipakai oleh setiap anggota musyawarah, tentu hasilnya adalah bertambah lebarnya perselisihan manusia. Gimana nggak? Bila seseorang telah menyatakan hal ini otomatis ia akan menilai jelek atau buruknya pendapat selainnya. Hal ini akan berakibat ia akan menolak pendapat lainnya. Bila dia seorang yang lebih berkuasa ia pasti akan memaksakan pendapatnya. Namun bila ia dari golongan yang lemah maka ujung-ujungnya ia akan tidak terima, benci, oposisi dengan hasil keputusan bila yang dipakai adalah pendapat orang lain. Tentu keduanya melahirkan dua sikap yang kurang terpuji. Sobat Tashfiyah bukan tipe semacam itu ‘kan?

Sobat muda, sungguh pada diri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ada suri teladan yang utama. Beliau sebagai seorang nabi saja tetap diperintah oleh Rabbnya untuk mengajak musyawarah dengan para sahabatnya. Sedangkan kita tahu bahwa ucapan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam itu adalah wahyu. Keputusan beliau tentu muncul dari seorang yang cerdik, berilmu, dan terbimbing. Namun dalam sejarah kita mendengar beliau memutuskan dengan hasil musyawarah yang bukan dari pendapat beliau. Beliau bersemangat melakukan keputusan itu dengan sebenarnya. Sobat muda tentu ingat bukan tentang hasil keputusan keluarnya kaum muslimin menyambut pasukan musyrikin di Uhud? Tentu ingat pula dengan pembuatan khandaq (parit) yang belum pernah dikenal di kalangan Arab tentang teknik bertempur model ini? Ini adalah usulan sahabat yang beliau realisasikan.

Ingat sobat muda, walau bukan dari hasil pendapatnya, Rasul adalah seorang yang bersemangat dalam menjalankan hasil musyawarah tersebut. Yang pasti beliau tidak mengambil posisi sebagai oposisi, atau minimalnya yang lebih ringan dari itu dengan membiarkan tidak mau mendukung dan tidak membantu dalam melakukan hasil keputusan tersebut.

“Pendapatkulah yang selalu benar,” sikap ini juga mencerminkan kesombongan seseorang, Sedangkan dalam bermusyawarah prinsip tidak mau mengalah pasti akan menimbulkan perpecahan. Bagaimana kiranya apabila prinsip ini disokong dengan sikap keras dan kaku? Tentu yang terjadi adalah manusia akan enggan bergaul dengannya dan menjauh darinya.

“Sesungguhnya orang yang paling aku benci di antara kalian dan yang paling jauh majelisnya dariku pada hari kiamat adalah orang yang berlebihan dalam berbicara, sok fasih dengan ucapannya dan merasa bangga terhadap ucapannya.”[H.R. At Tirmidzi, Ibnu Hibban dan yang lainnya dari hadis Abu Tsa’labah Al-Khusyani radhiyallahu ‘anhu].
Nah sobat muda, mari menjadi orang yang cerdik.

[Ustadz Hammam]