Memang, berpegang teguh terhadap sunah bak menggenggam bara api. Tetap digenggam panas tangan terbakar, namun apabila dilepas seluruh badan bisa hangus terpanggang. Dua pilihan yang sama-sama berat. Di zaman penuh ujian ini, sedikit saja lepas dari bingkai sunah, kebinasaan mengancam di depan mata. Ya, sunah ibarat perahu Nabi Nuh, siapa yang menaikinya akan selamat. Siapa yang tertinggal pasti tenggelam binasa. Demikian analogi pelaku sunah dari Imam Malik rahimahullah.
Dalam hadis lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menggambarkan ujian ibarat potongan malam yang datang semakin larut bertambah pekat gulita. Maksudnya, ujian akan datang silih berganti semakin lama bertambah besar. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menyebutkan kata ujian dalam bentuk jamak. Banyak jenisnya, banyak pula bentuknya.
Nyatanya, godaan dunia mengepung kehidupan manusia. Dunia bersolek menawarkan dirinya dengan bermacam rayuannya: harta, wanita, dan tahta. Angan terbuai dengan berbagai janjinya. Jiwa pun berhasrat dengan godaannya. Seolah kenikmatan dan kebahagiaan ada dengan bertumpu pada dunia. Akhirnya lupa dan tak peduli lagi dengan kehidupan setelahnya. Maka, hampir seluruh waktu dipakai untuk mengejar materi duniawi. Segala cara dihalalkan untuk mendapatkan harta dan tahta. Tidak peduli dengan norma dan batasan agama. Persaingan yang ada adalah bagaimana menjatuhkan rivalnya. Di sisi lain, pergaulan bebas sudah menjadi gaya hidup yang membudaya. Bukan hanya pada remaja, orang tua yang sudah menikah pun selingkuh sudah biasa. Laa haula walaa quwwata illa billah.
Belum lagi, ujian syubhat bagaikan ombak datang susul menyusul. Sebagian datang belum menyentuh pantai, telah dikejar yang lain bergulung-gulung. Tidak akan pernah selesai, tidak akan berakhir. Kaum muslimin pun menjadi rancu terhadap Islam yang sesungguhnya. Sebagian membawa kekerasan, menampakkan wajah garang, bengis, dan kejam. Yang lainnya mengusung kebebasan, toleransi tanpa batas dengan penganut kekafiran, bahkan dicampuradukkan dengan adat dan budaya. Ada juga yang memoles syahwat sebagai ibadah seperti nikah kontrak; nikah tanpa harus menghadirkan wali, juga bebas dari kewajiban nafkah bagi suami. Dan masih banyak lagi bentuk kerancuan dan kehancuran dalam beragama ini. Islam menjadi terkotak-kotak, berkelompok-kelompok, masing-masing membawa atribut sendiri. Sementara dari luar, siang malam orang-orang kafir mengerahkan kekuatannya menyusun makar untuk meruntuhkan Islam dan kaum muslimin. Hasbunallahu wani’mal wakil.
Hanya berpegang dengan sunah, kembali kepada Islam yang sebenarnyalah solusinya. Naik perahu Nabi Nuh adalah satu-satunya jalan keluar dari banjir global kala itu. Maka, hanya dengan kokoh menggenggam sunah seorang akan selamat dari terpaan badai ujian ini. Untuk mewujudkannya, tidak ada jalan lain kecuali, yang pertama al istimrar fi thalabil ilmi, terus menerus dalam menuntut ilmu syar’i. Tidak henti dalam belajar ilmu agama. Dengan banyaknya fasilitas sekarang ini menjadikan belajar Islam lebih mudah. Alhamdulillah. Yang kedua, Al Iltihaf haula Al ‘Ulama, selalu mengitari ahlu ilmu. Dalam arti, dekat dengan pembimbing yang bisa menuntun langkah dan mengarahkan tujuan. Terutama di zaman yang penuh cobaan ini. Yang ketiga, Musahabatul Akhyar, bergaul dengan orang-orang yang baik, jelas agamanya, bagus pula akhlaknya. Tidak bergaul dengan sembarang orang. Karena, pergaulan sangat berpengaruh dalam kehidupan. Bahkan, Allah memerintahkan Rasul-Nya untuk hanya bergaul dengan orang-orang yang selalu berdoa di pagi dan sore hari, yaitu orang-orang yang beriman.
Usaha yang jujur, bersandar penuh kepada Allah subhanahu wata’ala, dengan teriring doa terpanjat kepada-Nya, pasti Allah subhanahu wata’ala akan memberikan keamanan dan bimbingan kepada kita di zaman penuh ujian ini.
[Ustadz Farhan]