Nggak ada yang kekal di dunia ini. Ada bahagia, ada duka. Ada suka ria, ada bencana. Ada cinta, ada juga luka. Kehidupan ini selalu berotasi dalam perjalanannya menuju titik mati. Terkadang di bawah, terkadang di atas, nggak ada yang bisa menghindari; kaya, miskin, tua, muda, rakyat jelata atau manusia bertahta. Terus berubah-ubah.
Nah, masalahnya tinggal apakah putaran nasib itu membuat kita putus asa dan mandeg. Membuat kita merasa sendiri dan berbeda nasib dengan kebanyakan orang. Sehingga kita ragu untuk terus maju melangkah, padahal sudah jelas kemana harusnya kaki kita melangkah.
“Sungguh, manusia diciptakan bersifat suka mengeluh. Apabila dia ditimpa kesusahan dia berkeluh kesah. dan apabila mendapat kebaikan (harta) dia jadi kikir”[Q.S. Al-Ma’arij: 19-21]
Yang Berlalu, Biarlah Berlalu
Jelas berbeda dengan kondisi orang-orang yang tercerahkan. Yang selalu belajar dari sekolah kehidupan. Baginya, kebahagiaan yang ia lewati adalah sebuah karunia dari Yang Maha Kuasa yang layak disyukuri, sehingga harta, cinta, dan suka tidak membuatnya keblinger, terbang, dan lupa diri tenggelam dalam nikmat dunia.
Sebaliknya, musibah, bencana, dan patah hati, baginya adalah sebuah pelajaran ekstra untuk mendidik karakter diri dan menumbuhkan sebuah mindset hidup; bahwa dimana ada bahagia, di sana akan ada duka. Dimana ada cinta, di sana akan ada luka. Kesengsaraan adalah pelajaran baginya untuk bersabar dan menyadari bahwa dunia ini tidaklah kekal. Tidak ada kebahagiaan yang abadi ataupun kesengsaraan tanpa henti, selama dia masih di dunia ini.
“Tak ada seorang pun kecuali pasti bahagia dan berduka. Hanya saja, jadikanlah bahagiamu menjadi syukurmu dan dukamu menjadi kesabaranmu!” (‘Ikrimah , tafsir Al-Baghawi Q.S. Al-Hadid:23)
Sejatinya, semua itu adalah jenjang pendidikan dalam hidup manusia yang menuntunnya untuk menjadi seorang mukmin kamil, seorang mukmin yang sempurna. Yang memandang segala hal dan peristiwa bukan dari satu sisi saja.
“Sungguh mengagumkan urusan orang mukmin. Sesungguhnya semua urusannya adalah baik ,dan hal itu tak dimiliki oleh siapapun kecuali orang Mukmin. Jika dia mendapatkan kesenangan, dia bersyukur, dan demikian itu lebih baik baginya. Jika ditimpa kesusahan, dia akan bersabar, dan demikian itu lebih baik baginya.” [H.R. Muslim, Al Baihaqi & Ahmad]
Untuk ‘Cinta’
‘Begitu indah, namun sangat pahit‘, mungkin itulah rata-rata perasaannya kalau teringat dengan masa lalu. Terutama jika sudah menyangkut tentang cinta. Dulu, tiada hari tanpa ‘cinta’. Dari bahagia dan tawa yang tiada habisnya saat bersua, hingga pilu dan rindu -saat berjauhan- sampai pun insomnia. Ya, itu dulu. Setelah Allah membuka mata hati ini, menunjuki kita pada jalan keislaman yang benar. Mengingatnya saja membuat hati kecewa. Bukan kecewa karena hal itu telah berlalu dan berhenti, namun kecewa; kenapa hal itu mesti terjadi.
Sobat, siap tak siap, masa lalu itu harus kita lupakan, jangan sampai kita menjadi narapidana masa lalu, yang terpenjara oleh kenangan buta. Jadilah dirimu saat ini, bukan dirimu kemarin pagi. Yakinlah, bahwa “Siapa yang meninggalkan sesuatu karena Allah, Allah pasti akan menggantinya dengan yang lebih baik” (Al-Hadist); dengan seorang yang lebih baik, dan dalam kondisi yang terbaik, insyaAllah.
Sebuah fenomena yang menarik untuk kita renungi. Banyak remaja yang terkurung oleh ‘cinta’-nya di masa lalu. Sehingga membuatnya lemah dan tak bersemangat menjalani hidupnya tanpa ‘dia’. Padahal, jika ditanya; apakah kamu yakin bahagia berjalan dengannya? Nggak ada orang yang bisa memastikan jawabannya. Yang ada hanya angan dan mimpi di siang hari. Yang hasilnya nggak seindah yang dibayangkan, hidupnya hanya akan menambah populasi para penggalau di dunia, sebuah populasi yang tak memiliki prinsip yang kuat, yang hanya mengalir bersama angan yang tak jelas arah.
Kulewati rerumahan, rumah-rumah Laila
Aku ciumi dinding ini; semua dinding-dindingnya
Bukanlah cinta rumahnya yang membuat kalbu merindu
Tapi cintaku kepada sang penunggu rumah itu
Tiada di bumi yang lebih sengsara dari seorang pecinta
Meski ia dapati udara manis dirasa
Engkau ‘kan dapati tangisnya setiap waktu
Karena takut berpisah atau karna rindu
Pindahlah hatimu semau anganmu
Tiada cinta, kecuali cinta pertamamu
Berapa banyak persinggahan seorang pemuda
Dan kekasih abadinya di persinggahan yang pertama
(Syair Qais, Si Penggila Laila)
Sayangnya, indah syair Majnun (seorang gila) tak seindah hikayat akhir hidupnya. Cinta dan kenangan masa lalunya hanya membuatnya ‘mabuk’ dan lupa dunia. Bukan cinta dan happy ending yang didapat, justru kisah pilu, dan kasih yang tak sampai menutup hayat.
Dunia Bukan Segalanya
Berbeda lagi urusan karir atau pekerjaan. Kalau cinta itu identik dengan kecantikan, ketampanan, dan kekayaan, kalau karir banyak orang yang memandang semakin menghasilkan, semakin membahagiakan, tak pandang halal-haram.
Akhirnya, banyak hartawan yang ‘gila’ tanpa sakit jiwa. Mabuk kepayang mengejar dunia, tak peduli apa pun caranya. Terseok-seok dan berdarah-darah, dari terbelit hutang milyaran hingga lari ke luar negeri dengan status sebagai buronan. Dengan rela dia menjual segalanya demi uang; waktu adalah uang, jabatan untuk uang, dan kehormatan pun bisa ditukar dengan uang.
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila.” [Q.S. Al-Baqarah 275]
Uang bukan segalanya, sob. Karena tidak segalanya bisa dibeli dengan uang. Berapa banyak orang yang kaya raya, tapi keluarganya tak bahagia?! Berapa banyak kasus dan peristiwa tragis disebabkan karena luapan harta?! Berapa banyak para jutawan dan ‘triliunan’, namun hatinya bernilai ‘recehan’…?!
Ya, karena kebahagiaan itulah inti dari segalanya. Kekayaan hati, yang artinya merasa cukup dengan apa yang Allah l beri, mensyukuri yang banyak, dan merasa cukup dengan yang ‘sedikit’, itulah kaya yang sebenarnya.
“Kekayaan itu bukanlah tentang banyaknya materi, namun kekayaan itu adalah kekayaan jiwa.” [H.R. Muslim]
Move On! Saatnya Berganti Hati
Jangan pernah menyesali apa yang terlewat dari hidupmu. Musibah dan sengsara bukanlah hal yang hitam dan kelam tanpa putih sedikitpun. Musibah bisa menjadi indah, tinggal bagaimana caramu memandangnya.
Cinta bukan hanya tentang cantik dan tampan lagi berharta. Namun, cinta yang indah adalah ketenangan hidup, kedamaian, dan keharmonisan sebuah keluarga yang dijalin dengan ikatan syar’i, pastinya.
Dan kekayaan hati serta kebahagiaan adalah kekayaan sebenarnya. Bukan seberapa banyak yang kamu miliki dan kamu simpan, namun apa yang kamu manfaatkan dan kamu bagikan pada orang lain, sebagai syukur dan andilmu dalam kehidupan.
Happiness is simple, kebahagiaan itu sederhana, sob. Positiflah memandang segalanya, maafkan masa lalumu, lupakan kenangan pahitmu, dan berjalanlah dengan yakin menuju Allah l, Pencipta hidupmu, dengan yakin, doa, dan taubatmu.
مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ آمِنًا فِي سِرْبِهِ ، مُعَافًى فِي جَسَدِهِ ، عِنْدَهُ قُوتُ يَوْمِهِ ، فَكَأَنَّمَا حِيزَتْ لَهُ الدُّنْيَا
“Siapa –diantara kalian- yang berpagi hari dengan tenang di tengah keluarganya, merasakan sehat tubuhnya, dan memiliki makanan untuk satu harinya, sungguh, seakan-akan telah dikumpulkan untuknya (kenikmatan) dunia seluruhnya “. [H.R. Al Bukhari]
Wallahu a’lam.