Aqidah Ahlus Sunnah wa Jama’ah adalah aqidah lurus yang diambil dari sumbernya yang murni. Yaitu aqidah yang berlandaskan Al-Qur’an dan Sunnah dengan pemahaman para shahabat. Oleh karenanya, aqidah dalam Islam adalah sebuah permasalahan yang telah disepakati para ulama dari masa ke masa. Salah satunya adalah keyakinan dan aqidah bahwa Al-Qur’an adalah kalamullah (firman Allah) bukan makhluk. Al-Qur’an adalah firman Allah ta’ala yang diturunkan dan berasal dari Allah ta’ala serta akan kembali kepada-Nya. Dalam ayat-ayat-Nya, Allah menegaskan bahwa Al-Qur’an adalah tanzil (diturunkan) dari Rabb alam semesta. Di akhir zaman nanti, akan diangkatlah mushaf dan hafalan Al-Qur’an yang ada dalam dada-dada manusia. Al-Qur’an adalah mu’jizat Nabi shallallahu alaihi wa sallam yang telah dijamin kemurniannya hingga akhir zaman nanti. Al-Qur’an adalah firman Allah dengan huruf dan makna-maknanya bukan makhluk yang dicipta sebagaimana diyakini oleh ahli bid’ah.
Al-Qur’an adalah kalamullah sebagaimana Allah tegaskan dalam ayat-Nya yang artinya;
“Dan jika seseorang diantara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, Maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar kalamallah, kemudian antarkanlah ia ke tempat yang aman baginya. Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak Mengetahui.” [Q.S. At-Taubah : 6]
Syaikh As-Sa’di mengatakan berkenaan dengan ayat di atas, “Dalam ayat ini terkandung dalil sangat tegas yang mendukung madzhab Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Mereka berpandangan bahwa Al-Qur’an adalah kalamullah bukan makhluk. Karena sesungguhnya Allah yang berfirman dan Allah menyandarkan firman tersebut kepada diri-Nya. Sebagai bentuk penyandaran sifat kepada sesuatu yang disifati. Ayat ini juga menunjukkan batilnya madzhab mu’tazilah dan siapa saja yang sejalan dengan mereka. Mereka berkeyakinan bahwa Al-Qur’an adalah makhluk.”
Aqidah ulama Ahlus Sunnah wal Jamaah
Para pembaca yang budiman, ketahuilah bahwa ini merupakan aqidah ulama salaf terdahulu hingga sekarang. Aqidah ini adalah salah satu syiar Ahlus Sunnah dan siapa saja mengingkarinya, maka dia adalah ahli bid’ah. Disebutkan dalam kitab Aqidatus Salaf Ashhabil Hadis karya Ash Shabuni, “Para ahli hadis telah bersaksi dan meyakini bahwa Al-Qur’an adalah Kalamullah dan kitab-Nya. Al-Quran adalah wahyu Allah dan diturunkan oleh-Nya dan Al-Qur’an bukan makhluk. Sehingga barangsiapa menyatakan bahwa Al-Qur’an adalah makhluk dan meyakininya, maka dia telah kafir menurut ulama salaf. Al-Qur’an yang merupakan kalamullah dan wahyu-Nya telah diturunkan Jibril kepada Rasul shallallahu alaihi wa sallam dalam bahasa arab bagi orang-orang yang mengetahui. Sebagai pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan. Sebagaimana firman Allah ta’ala, “Dan sesungguhnya Al-Qur’an ini benar-benar diturunkan oleh Rabb semesta alam. Dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril). Ke dalam kalbumu agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan. Dengan bahasa Arab yang jelas.” Sebagaimana Allah beritakan hal itu dalam firman-Nya, “Wahai Rasul sampaikanlah apa yang telah disampaikan kepadamu dari Rabbmu.” Sehingga yang telah disampaikan kepada umat manusia atas perintah Allah ta’ala adalah kalam (firman)-Nya. Tentang hal ini beliau shallallahu alaihi wa sallam,”Apakah kalian akan menghalangi upayaku untuk menyampaikan kalam Rabbku.” Al-Quran adalah kalamullah yang dihafal oleh dada-dada manusia, dibaca dengan lisan-lisan mereka dan ditulis dalam mushaf-mushaf.” Demikianlah pernyataan para ulama salaf yang dituangkan dalam berbagai kitab-kitab mereka. Dengan demikian jelaslah bahwa siapa saja yang meyakini bahwa Al-Qur’an adalah makhluk maka dia telah kafir.
Hukuman bagi pelakunya
Para imam dan ulama umat juga telah menjelaskan sanksi yang keras bagi para pelakunya. Diriwayatkan dari Ibnu Nafi’ bahwa Malik menyatakan, “Siapa saja yang mengatakan bahwa Al-Qur’an adalah makhluk maka dia dicambuk dan dipenjara.” Dalam kesempatan lain beliau mengatakan, “Ia dibunuh dan tidak diterima taubatnya.” Abu Bakr bin Ayyas berkata, “Barangsiapa mengklaim bahwa Al-Qur’an adalah makhluk maka menurut kami dia adalah kafir, zindiq, dan musuh Allah. Kita tidak boleh bermajlis dan berbicara dengannya.” Abu Yusuf Al-Qadhi berkata, “Kita tidak boleh shalat di belakang orang yang mengatakan bahwa Al-Qur’an adalah makhluk.” Pernah ditanyakan kepada Abdurrahman bin Mahdi, ‘Apa pendapat anda tentang seseorang yang menyatakan bahwa Al-Qur’an adalah makhluk?’ Beliau pun menjawab, “Andaikan aku seorang penguasa, niscaya aku akan berdiri di atas sebuah jembatan. Aku tidak akan membiarkan seorang pun melewatiku kecuali pasti aku bertanya kepadanya. Jika dia menyatakan bahwa Al-Qur’an adalah makhluk, akan aku penggal lehernya dan aku lemparkan ke dalam air.” Demikian sekelumit perkataan para ulama salaf tentang hukuman bagi pelaku yang menyatakan dan meyakini bahwa Al-Quran adalah makhluk.” Dan disana terlalu banyak ucapan senada yang disampaikan oleh ulama salaf yang lainnya.
Ujian Imam Ahmad
Fitnah besar pernah melanda kaum muslimin di masa pemerintahan Al-Makmun yang saat itu menjabat sebagai khalifah. Al-Makmun mendeklarasikan sebuah statmen batil dengan terang-terangan bahwa Al-Quran adalah makhluk. Selanjutnya dia memaksa dan mengancam rakyatnya untuk mengucapkan hal tersebut. Fitnah ini mencapai puncaknya tatkala Al-Makmun memerintahkan bala tentaranya untuk mengumpulkan para ulama. Hanya ada dua alternatif yang disodorkan pemimpin zalim itu kepada para ulama. Dibawah ancaman pedang mereka dipaksa untuk mengucapkan statmen batil itu. Upaya pemaksaan ini dilakukan terhadap ulama-ulama besar seperti Yahya bin Mai’n, Zuhair bin Harb, Qutaibah bin Sain, Imam Ahmad dan masih banyak yang lainnya. Misi yang dibawa oleh Al-Makmun saat itu adalah menjadikan ucapan para ulama sebagai rekomendasi atas pernyataannya. Subhanallah, ujian begitu dahsyat dan berat dihadapi oleh ulama kaum muslimin saat. Akhirnya dari sekian ulama tersebut hanya ada dua yang tetap enggan untuk menuruti kemauan Al-Makmun apapun resikonya. Mereka berdua adalah Imam Ahmad dan salah satu muridnya Muhammad bin Nuh. Adapun Muhammad bin Nuh, beliau meninggal dunia dalam perjalanan menuju Tharsus ketika dipindahkan ke sana. Imam Ahmad menuturkan, “Aku belum pernah menyaksikan seorang pemuda yang pengetahuannya lebih luas daripada Muhammad bin Nuh. Dia mengatakan kepadaku, ‘Wahai Abu Abdillah, sesungguhnya anda tidak seperti saya. Anda adalah teladan bagi kaum muslimin, maka bertakwalah kepada Allah dan tetaplah istiqamah di jalan Allah.” Memang demikianlah adanya, kaum muslimin sangat menantikan bagaimana sikap Imam Ahmad dalam fitnah ini. Andaikan beliau menyatakan bahwa Al-Qur’an adalah makhluk, niscaya kaum muslimin saat itu juga akan menyuarakan hal yang sama. Abu Ja’far Al-Anbari mengatakan kepada Imam Ahmad, “Wahai Imam, sekarang ini anda adalah pemimpin umat dan semua orang mengikuti anda. Demi Allah jika anda menyatakan bahwa Al-Qur’an adalah makhluk, pasti semua orang yang akan mengucapkan hal yang sama. Namun jika anda tidak mengucapkannya, mereka pun juga tidak akan mengucapkannya. Jika anda tidak mati dibunuh oleh Al-Makmun (dalam fitnah ini), suatu saat nanti anda tetap akan mati. Maka bertakwalah kepada Allah dan jangan turuti kemauan mereka.” Dengan taufik dan hidayah dari Allah semata beliau tetap tegar dan tabah menghadapi ujian. Hingga akhirnya ajal pun menjemput Al-Makmun dan Imam Ahmad dibawa kembali ke Baghdad. Demikianlah perjuangan dan pengorbanan seorang Imam Ahmad dalam mempertahankan aqidah yang lurus dan benar. Allahu A’lam