Tashfiyah
Tashfiyah

abdullah bin amr bin al-ash, ahli ibadah pun ahli riwayat

9 tahun yang lalu
baca 5 menit
Abdullah bin Amr bin Al-Ash, Ahli Ibadah Pun Ahli Riwayat

gurun-sahara-afrikaAbdullah bin Amr bin Al Ash adalah seorang putra dari tokoh Quraisy sekaligus sahabat yang mulia. Abdullah bin Amr bin Al Ash bin Wail bin Hasyim bin Sa’id bin Sahm bin Amr adalah nasabnya secara lengkap. Abdullah masuk Islam sebelum ayahnya.

Suatu saat, Rasulullah menegur Abdullah bin Amr bin Al-Ash, “Wahai Abdullah bin Amr, apa benar berita bahwa engkau memaksakan dirimu untuk shalat malam dan puasa ketika siangnya (setiap hari)?”

“Ya.” jawab Abdullah bin Amr.

“Sebenarnya, cukup bagimu puasa setiap bulan tiga hari. Satu kebaikan akan dilipatgandakan menjadi sepuluh kali. Sehingga, seakan-akan engkau puasa selamanya.” bimbing Rasulullah.

“Aku punya kekuatan untuk melakukan lebih dari itu.”

“Cukup bagimu untuk berpuasa setiap pekan tiga hari.”

“Aku punya kekuatan untuk melakukan lebih dari itu.”

“Sesungguhnya puasa yang paling adil di sisi Allah adalah puasa Nabi Dawud. Beliau dulu puasa setengah masa (sehari puasa sehari tidak). Sesungguhnya matamu, tamumu, dan keluargamu memiliki hak yang wajib engkau tunaikan.”

Kisah teladan Abdullah bin Amr yang kita baca di atas merupakan kisah yang disampaikan oleh Ibnu ‘Asakir dalam kitab Mu’jam. Dan beliau mengomentari derajatnya, “Ini adalah hadits hasan shahih.”

Kisah ini menunjukkan semangat beliau dalam beribadah. Dan inilah salah satu keutamaan Abdullah bin Amr. Ahli ibadah dari kalangan sahabat.

Bukan berarti Abdullah seorang figur yang suka menyanggah perintah Rasulullah . Tidak. Rasulullah tidak memerintahnya. Beliau hanya berusaha untuk memberikan keringanan kepada Abdullah bin Amr bin Al-Ash.

Sebaliknya, Abdullah justru seorang yang sangat patuh kepada perintah Rasulullah. Terbukti, ketika Rasulullah memerintahkan,“Taatilah ayahmu!” beliau pun melaksanakannya dengan sepenuh hati. Tak pernah satu kali pun beliau durhaka terhadap perintah ayahnya. Bahkan, ketika ayahnya memerintahkan untuk mengikuti perang Shiffin, perang saudara antara kaum muslimin, beliau pun ikut. Meskipun sebenarnya beliau sangat membenci hal itu.

Hal itu tercermin dalam ucapannya, “Ada apa denganku dan dengan perang Shiffin?! Ada apa denganku dan memerangi kaum muslimin?! Demi Allah, aku berharap mati sepuluh tahun sebelumnya.”

“Demi Allah, aku tidak pernah sekali pun menebas dengan pedangku, menusuk dengan tombakku, atau melempar panahku. Aku sangat berharap tidak pernah mendatanginya sedikit pun. Aku istighfar dan bertobat kepada Allah dari hal itu.” Ya, itulah ungkapan yang menunjukkan penyesalan karena ikut dalam perang yang berkecamuk antara kaum muslimin. Padahal, beliau sama sekali tidak pernah menebaskan pedang atau alat peperangan lainnya. Tidak pernah! Beliau waktu itu hanya membawa bendera perang. Itu pun membuatnya sangat menyesal.

Ya, demikianlah kualitas dari seorang ahli ibadah dari kalangan sahabat. Banyak ibadahnya, namun masih merasa berdosa dengan hal kecil yang diperbuatnya. Tidak seperti ahli ibadah pada umumnya, yang waktunya dihabiskan untuk ibadah, tanpa mau merenungi dosa yang telah diperbuatnya. Mereka merasa telah melakukan ibadah yang banyak, padahal pahalanya telah gugur dengan riya’ dan sum’ah yang dilakukannya. Ya, Abdullah bin Amr bin Al-Ash bukan tipe ahli ibadah yang demikian. Ibadah sesuai dengan sunnah, tanpa merasa dirinya aman dari salah.

 

Penulis Sabda Rasulullah n

Tak hanya ibadah, Abdullah bin Amr juga sangat menonjol dalam periwayatan hadits. Sampai-sampai, Abu Hurairah mengakui banyaknya riwayat hadits beliau. Abu Hurairah pernah mengatakan:

مَا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَحَدٌ أَكْثَرَ حَدِيثًا عَنْهُ مِنِّي إِلَّا مَا كَانَ مِنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍو فَإِنَّهُ كَانَ يَكْتُبُ وَلَا أَكْتُبُ

“Tidak ada seorang pun dari sahabat Nabi yang memiliki lebih banyak hadits Rasulullah dariku, kecuali Abdullah bin Amr. Karena, dia menulis hadits namun aku tidak menulis.” [riwayat Al-Bukhari]

Rasulullah sendiri pun telah mengizinkan Abdullah bin Amr untuk menulis hadits beliau. Abdullah bin Amr sendiri yang bercerita, “Dahulu aku menulis segala sesuatu yang aku dengar dari Rasulullah untuk kuhafal. Maka, orang Quraisy pun melarangku. Mereka mengatakan, ‘Kenapa engkau menulis segala sesuatu yang engkau dengar dari Rasulullah ? Padahal beliau adalah manusia yang berbicara saat marah maupun saat senang?’ Aku pun tidak melanjutkan untuk menulisnya. Lalu aku menyebutkan hal tersebut kepada Rasulullah. Rasulullah pun mengisyaratkan pada mulutnya dan mengatakan, ‘Tulislah! Demi Dzat Yang jiwaku berada di Tangan-Nya, tidak ada yang keluar dari mulut ini kecuali kebenaran.’” [H.R. Abu Dawud dishahihkan oleh Syaikh Al Albani]

Abdullah bin Amr bin Al Ash pun kemudian menamai lembaran yang tertulis hadits dari Rasulullah ini dengan nama Ash Shadiqah. Di dalam lembaran ini, Abdullah bin Amr menuliskan hadits yang beliau dengar langsung dari Rasulullah n tanpa perantara.

Nah pembaca, sudah terbayang ‘kan semangat Abdullah bin Amr? Namun, mungkin masih tersisa tanya, kenapa justru riwayat hadits Abu Hurairah yang sampai kepada kita lebih banyak daripada hadits Abdullah bin Amr? Padahal, Abu Hurairah sendiri telah menegaskan bahwa Abdullah bin Amr memiliki hadits yang lebih banyak. Jawabnya, hal ini disebabkan kesibukan beliau dalam beribadah, sehingga sedikit waktu beliau untuk meriwayatkan hadits.

Menurut Ibnu Sa’ad, sejarawan terkemuka, Abdullah bin Amr bin Al Ash wafat di Syam pada tahun 65 H. Beliau berumur 72 tahun waktu itu.

Demikianlah pembaca, sekelumit cermin dari seorang sahabat yang mulia. Semoga biografi yang ringkas ini bisa kita teladani dan melecutkan semangat kita dalam beribadah dan menuntut ilmu. Allahu a’lam bish shawab. [abdurrahman]

 

Referensi:

Thabaqatul Kubra (Thabaqat Ibni Sa’d), karya Muhammad bin Sa’ad

Al Ishabah fi Tamyiz Ash Shahabah, karya Ibnu Hajar Al Asqalani

Al Isti’ab fi Ma’rifatil Ash-hab, karya Ibnu ‘Abdil Barr