Nasehat

Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

masuk surga karena mengikhlaskan utang

MASUK SURGA KARENA MENGIKHLASKAN UTANG Al-Ustadz Abu Hisyam Sufyan Alwi حفظه الله تعالى Syariat Islam memang syariat yang sempurna. Bagaimana tidak, syariat ini dibuat oleh Allah yang paling mengerti siapa kita. Sehingga, segala permasalahan yang pasti akan dihadapi dan dibutuhkan oleh manusia, maka Allah pun mengajarkan melalui Rasul-Nya hal-hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaannya. Termasuk dalam permasalahan utang. . Ya, Allah mengetahui bahwa manusia dalam memenuhi hajat hidupnya terkadang membutuhkan pinjam meminjam atau berutang. Maka Allah pun mengajarkan kepada kita hal-hal yang harus diperhatikan dalam permasalahan utang dan pinjaman. Tentu pembahasannya sangatlah panjang. Secara umum, Allah سبحانه وتعالى menjelaskan hukum-hukum yang berkaitan dengan pinjam meminjam dalam surat Al-Baqarah ayat 282. Ayat tersebut yang merupakan ayat terpanjang dalam al Qur’an menjelaskan beberapa hal yang harus diperhatikan oleh orang-orang yang menjalani transaksi utang piutang. Agama Islam sangatlah menjunjung tinggi akhlak mulia. Tidak ada satu akhlak mulia pun yang terluput dari anjuran Islam. Termasuk akhlak mulia dalam hal transaksi utang piutang. Nah di antara pembahasan yang disampaikan oleh Allah dan Rasul-Nya ialah bahwa hendaknya orang yang diutangi memiliki sifat memudahkan orang yang ia utangi. Baik ketika memberikan piutangnya ataupun ketika menagihnya. Ya, Islam mengajarkan para pengikutnya untuk bisa memudahkan dan tidak mempersulit orang-orang yang memang sedang membutuhkan. Ketika ia mendatangi kita untuk melunasinya dan ia dalam keadaan lapang, alhamdulillah, kita terima darinya yang menjadi hak kita tanpa mempersulitnya dengan memberikan persyaratan yang memberatkannya. Dan juga dengan bertekad untuk tidak mengungkit-ungkitnya lagi kelak.  Ketika kita dapati ia dalam keadaan sulit yang berarti ia tidak mungkin mampu melunasi utangnya, maka wajib baginya untuk memberikan kemudahan dengan memberikannya tenggang waktu pelunasan. Atau bahkan lebih utama lagi jika dia menggugurkan tanggungannya. Para ulama رحمه الله berpendapat bahwa menangguhkan waktu pelunasan bagi orang yang memang sedang dalam kesulitan hukumnya ialah wajib. Kesimpulan ini diambil berdasarkan firman Allah سبحانه وتعالى yang artinya, ”Dan jika ia adalah seseorang yang sedang kesulitan maka berilah penangguhan hingga ia diberi kemudahan oleh Allah. Dan jika kalian sedekahkan maka itu lebih baik dari kalian.” (Q.S. Al Baqarah: 280). Pada ayat di atas Allah memerintahkan agar kita memberikan masa tenggang waktu pelunasan kepada orang yang berutang kepada kita. Jika ia benar-benar dalam keadaan yang sulit. Allah juga memotivasi kita untuk menyedekahkan hak kita kepadanya. Baik dengan cara kita gugurkan seluruh tanggungannya –dan ini lebih mulia– atau kita gugurkan sebagiannya. Mengenai hal ini, suatu kisah menarik pernah Rasulullah ﷺ ceritakan. Yang tentu kisah yang beliau sampaikan ini agar kita bisa meniru apa yang terjadi dalam kisah tersebut. Beliau menceritakan: حُوسِبَ رَجُلٌ مِمَّنْ كَانَ قَبْلَكُمْ فَلَمْ يُوجَدْ لَهُ مِنْ  الْخَيْرِ شَيْئٌ إِلَّا أَنَّهُ كَانَ رَجُلًا مُوسِرًا وَكَانَ يُخَا لِطُ النَّاسَ وَكَانَ يَأْمُرُ غِلْمَانَهُ أَنْ يَتَجَاوَزُوا عَنْ الْمُعْسِرِ فَقَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ تَحْنُ أَحَقُّ بِدذَلِكَ مِنْهُ تَجَاوَزُوا عَنْهُ “Ada salah seorang dari orang-orang terdahulu yang dihisab oleh Allah. Ternyata tidak didapati darinya satu kebaikan sama sekali. Hanya saja, ia adalah seorang laki-laki yang suka memudahkan. Dia adalah seorang yang bergaul dengan manusia. Ia selalu memerintahkan para pegawainya untuk membebaskan tanggungan utang orang-orang yang sedang dalam kesulitan. Maka ketika itu, Allah pun berfirman kepada para malaikat-Nya, ‘Kami lebih pantas darinya (untuk melakukan hal yang semisal), bebaskan dia (dari tanggungan dosanya)!’ “  (HR. Muslim dari shahabat Abu Mas’ud رضي الله عنه). Dalam lafazh lain, beliau ﷺ menuturkan bahwa dahulu ada seseorang yang suka memberi utang kepada manusia. Ia selalu berkata kepada pegawainya, “Kalau kamu menagih seseorang yang sedang kesulitan, maka bebaskanlah utangnya, semoga Allah juga kelak akan membebaskan kita (dari dosa-dosa kita). Maka ketika ia berjumpa dengan Allah, maka Allah pun benar-benar membebaskannya.” (HR. Al Bukhari dan Muslim dari shahabat Abu Hurairah رضي الله عنه). Dalam lafazh yang lain pula, beliau ﷺ bercerita bahwa di hari kiamat: Dalam lafazh yang lain pula, beliau bercerita bahwa di hari kiamat: أُتِيَ اللهُ بِعَبْدٍ مِنْ عِبَادِهِ آتَاهُ اللهُ مَالًا فَقَالَ لَهُ مَاذَا عَمِلْتَ فِي الدُّنْيَا قَالَ وَلَا يَكْتُمُونَ اللهَ حَدِيثًا قَالَ يَا رَبِّ آتَيْتَنِي مَالَكَ فَكُنْتُ أُبَايِعُ النَّاسَ وَكَانَ مِنْ حُلُقِي الْجَوَازُ فَكُنْتُ أَتَيَسَّرُ عَلَى الْمُوسِرِ وَأُنْظِرُ الْمُعْسِرَ فَقَالَ الله أَنَا أَحَقُّ بِذَا مِنْكَ تَجَاوَزُوا عَنْ عَبْدِي “Allah akan mendatangkan salah seorang dari hamba-hamba-Nya yang ia berikan padanya nikmat harta. Maka Allah bertanya, ‘Apa yang kau lakukan dengan hartamu di dunia?’ Dan ketika itu manusia tidak bisa menutup-nutupi perbuatannya dengan ucapannya. ‘Wahai Rabb, sungguh, Engkau dahulu memang telah memberikan (sebagian) harta-Mu padaku. Dulu, aku sering memberi utang dan pinjaman kepada manusia. Dan di antara sifatku ialah suka memudahkan. Aku selalu memudahkan orang yang sedang dalam keadaan lapang dan aku memberi tangguh kepada yang kesulitan (yakni tidak memaksa)’. Allah pun berfirman, ‘Kalau begitu, Aku yang lebih berhak melakukan yang demikian daripada kamu, bebaskanlah hamba-Ku’.” (HR. Muslim dari shahabat Hudzaifah رضي الله عنه). Dari kisah-kisah di atas, dapat kita ambil kesimpulan mengenai keutamaan sifat memudahkan dalam menagih utang. Ternyata hal tersebut bisa menjadi sebab masuknya seseorang ke dalam surga. Memberi kemudahan dalam menagih utang bisa dengan menggugurkannya, atau bisa dengan meringankannya, atau memberi tangguh waktu. Bahkan dalam hadits yang lain, Rasulullah ﷺ memberikan kabar gembira bahwa orang ini berhak bernaung di bawah naungan ‘Arsy Allah kelak. Ya, sebagaimana berita dari Rasulullah ﷺ bahwa kelak matahari akan didekatkan oleh Allah sedekat-dekatnya. Panas yang sangat menyengat. Yang tentu sebuah naungan adalah sesuatu yang paling dicari dan dibutuhkan oleh manusia ketika itu.  Ketika itu tidak ada naungan satu pun selain naungan ‘Arsy Allah. Dan ternyata naungan ini tidak diperuntukkan untuk khalayak ramai. Bahkan naungan ini Allah peruntukkan untuk orang-orang tertentu yang Ia ridhai dan Ia pilih. Di antara mereka yang Allah pilih, ialah orang-orang yang suka memudahkan dalam menagih utang. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah ﷺ. مَنْ أَنْظَرَ مُعْسِرًا أَوْ وَضَعَ لَهُ أَظَلَّهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ تَحْتَ ظِلِّ عَرْشِهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ “Barang siapa yang mau memberi tangguhan kepada orang yang sedang kesulitan atau bahkan membebaskannya, maka Allah akan menaunginya di bawah naungan ‘Arsy-Nya di hari tiada naungan selain naungan-Nya.” (HR. At Tirmidzi dari shahabat Abu Hurairah رضي الله عنه dan dishahihkan Al Albani dalam Shahihut Targhib no. 909) Subhanallah, keutamaan yang besar. Di dalam hadits yang lain Rasulullah ﷺ bersabda: مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُنْجِيَهُ اللَّهُ مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ فَلْيُنَفِّسْ عَنْ مُعْسِرٍ أَوْ يَضَعْ عَنْهُ “Barang siapa yang suka Allah menyelamatkannya dari kesusahan-kesusahan di hari kiamat nanti, maka hendaknya ia memberikan masa tangguhan kepada orang yang sedang kesulitan atau bahkan ia membebaskannya.” (HR. Muslim dari shahabat Abu Qatadah رضي الله عنه). Benar, di hari kiamat nanti kita akan menjumpai banyak hal yang sangat mencekam dan menakutkan. Hal-hal tersebut sangatlah memberatkan dan menyusahkan kita. Nah, di antara hal yang bisa meringankan kita ketika menjumpai hal-hal tersebut ialah apa yang beliau sampaikan dalam hadits di atas. Dalam hadits yang lain, Rasulullah ﷺ mendoakan orang yang seperti ini agar ia mendapatkan rahmat-Nya. Beliau ﷺ bersabda: رَحِمَ اللهُ رَجُلًا سَمْحًا إِذَا بَاعَ وَإِذَا اشْتَرَى وَإِذَا اقْتَضَى “Semoga Allah merahmati seseorang yang bersifat lapang jika menjual, lapang jika membeli, dan lapang jika menagih utang.” (HR. Al Bukhari dari shahabat Jabir bin Abdillah رضي الله عنهما). Di antara faedah yang dapat kita ambil dari kisah di atas ialah kaidah yang sering disebutkan oleh para ulama bahwa “al jaza’u min jinsil ‘amal” yang maknanya bahwa balasan tu sejenis dengan amalannya. Orang ini, ketika di dunia suka menggugurkan tanggungan manusia kepadanya, maka Allah pun membalasnya dengan yang semisal dengan Allah gugurkan pula dosa-dosanya. Faedah yang lain yang bisa kita ambil dari kisah di atas ialah bahwa jalan kebaikan sangatlah banyak dan beragam. Seorang muslim, semakin bertambah ilmu yang ia miliki, maka akan semakin jelas dan nampak pula baginya betapa banyaknya jalan-jalan kebaikan. Benar, ilmu merupakan pokok dan asal dari berbagai amal shalih. Ketika demikian adanya, maka seorang muslim, sifat yang harus ada padanya, ialah bersungguh untuk terus mengajak jiwanya dalam menuntut ilmu bermanfaat. Kemudian, setelah ia mendapatkannya, ia pun selanjutnya mengamalkannya. Dan beramal inilah tujuan dalam menuntut ilmu. Bukan untuk sekedar memperkaya wawasan ilmunya, akan tetapi sejak dari awal telah bertekad dan berniat akan mengamalkan apa pun yang ia pelajari. Jangan pernah menganggap remeh amalan ibadah walaupun kecil. Ingat selalu, bahwa kebaikan yang diajarkan syariat ini, sekecil apa pun, jika dilakukan ikhlas dalam pelaksanaannya, pastilah akan dicatat dan diperhitungkan oleh Allah سبحانه وتعالى. Sebaliknya, satu keburukan dan dosa, sekecil apa pun, juga Allah سبحانه وتعالى catat dan perhitungkan. Hanya saja, satu kebaikan akan dilipatgandakan sebanyak-banyaknya oleh Allah سبحانه وتعالى.  Sementara, keburukan hanyalah ditulis sesuai dengan kadar besar kecilnya keburukan tersebut, tidak ditambah apalagi dilipatgandakan. Maka, kerugian yang teramat besar ketika ternyata, keburukan yang hanya ditulis “satu demi satu” bisa mengalahkan kebaikan yang pahalanya dilipatgandakan oleh Allah سبحانه وتعالى. Akan tetapi, bukan berarti kemudian kita mencukup-cukupkan diri dengan melakukan amalan yang kecil-kecil dan kemudian tidak pernah berusaha melakukan amalan yang bernilai besar. Ingat, seorang muslim tidak akan pernah merasa puas atas apa pun yang telah ia amalkan. Ia akan terus berusaha memperbaiki dan terus bergerak hingga titel “hamba” Allah pun benar-benar telah ia sandang. Seorang muslim akan selalu mengusahakan dirinya berada dalam level tertinggi paling diridhai oleh Allah untuknya. Faedah yang lain yang dapat kita petik ialah betapa rahmat Allah yang besar. Kita perhatikan kisah tadi, Rasulullah ﷺ menyebutkan bahwa ia tidak memiliki kebaikan apapun selain perbuatan ini. Tentu, sebagai seorang manusia, ia pastilah memiliki kesalahan dan dosa, yang mungkin saja, dosanya sangat banyak. Lalu, bagaimana mungkin ia diampuni. Ya, karena rahmat Allah semata. Allah yang  merahmati dia hingga ia pun dimasukannya ke dalam surga. Faedah yang lain yang dapat kita petik ialah bahwa terkadang amalan yang kecil bisa memasukkan manusia ke dalam surga. Dan terkadang, amalan yang kecil mampu menggugurkan dosa-dosa manusia. Tentu, semuanya kembali kepada rahmat Allah semata. Kisah di atas juga merupakan salah satu contoh bukti nyata dari firman Allah yang artinya, “Dan tidaklah balasan perbuatan baik itu kecuali kebaikan pula.” (Q.S. Ar Rahman: 60) Ayat di atas menerangkan bahwa jika kita menanam kebaikan, maka kita pun akan memanen kebaikan pula. Jika kita terlewatkan dari kebaikan tersebut ketika di dunia, maka kebaikan itu tidak akan meninggalkan kita di akhirat kelak. Secara umum, kisah di atas memberikan faedah anjuran memberikan jalan keluar kepada orang yang sedang kesulitan. Dalam hal apa pun. Dalam kisah di atas secara khusus berkaitan dengan masalah utang piutang. Dalam perkara apa pun, jika kita menjumpai saudara kita mendapatkan suatu kesulitan dan kita mampu untuk memberikan jalan keluar dari permasalahannya, maka hendaknya kita memberikan padanya jalan keluar dari permasalahannya walaupun itu hanya sekedar berupa nasehat dan pemberian solusi. Rasulullah ﷺ bersabda yang artinya, “Barang siapa memberikan jalan keluar dari suatu permasalahan dunia yang menimpa seseorang muslim, maka Allah pun akan memberikan padanya jalan keluar dari permasalahan yang kelak akan menemuinya di hari kiamat.” (H.R. Muslim dari shahabat Abu Hurairah رضي الله عنه). TIGA PERINGATAN Peringatan pertama:  Hendaknya bagi setiap muslim untuk tidak bermudah-mudah dalam berutang dengan utang dari bank-bank lebih-lebih dengan riba. Jangan sampai utang menjadi kebiasaannya. Ia harus berusaha menjauhkan diri dari jerat-jerat utang. Perlu untuk kita pahami, bahwa utang haruslah dibayar. Jika di dunia tidak mampu untuk membayar, maka di akhirat pun utang itu akan dimintai pertanggungjawaban. Utang itu akan dilunasi di mana pahala kitalah yang akan dipindahkan kepada orang yang kita utangi. Rasulullah ﷺ bersabda, مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ دِينَارٌ أَوْ دِرْهَمٌ قُضِيَ مِنْ حَسَنَاتِهِ لَيْسَ ثَمَّ دِينَارٌ وَلَا دِرْهَمٌ “Barang siapa mati dan memiliki tanggungan utang dinar ataupun dirham, maka ia akan dilunasi dengan pahala kebaikannya. Karena di akhirat tiada lagi manfaat dinar ataupun dirham.” (H.R. Ibnu Majah dari shahabat Ibnu Umar رضي الله عنهما dan Syaikh Al Albani mengomentari hadits ini dalam Shahihut Targhib no. 1803, “Hasan shahih.”) Hadits di atas dengan tegas memberitakan bahwa utang kita yang tidak sempat kita bayarkan, maka di akhirat akan dilunasi dengan memberikan pahala yang kita punya kepada orang yang kita utangi. Semakin banyak utang yang tidak kita bayar, akan semakin banyak pula pahala kita yang terkurangi. Dan jika pahala kita sudah habis, maka dosa orang yang kita utangi akan dilemparkan kepada kita. Rasulullah ﷺ juga bersabda: أَيُّمَا رَجُلٍ يَدِينُ دَيْنًا وَهُوَ مُجْمِعٌ أَنْ لَا يُوَفِّيَهُ إِيَّاهُ لَقِيَ اللَّهَ سَارِقًا “Tidaklah seseorang berutang dengan niatan tidak melunasinya, melainkan ia akan menghadap Allah dalam keadaan teranggap sebagai seorang pencuri.”  (H.R. Ibnu Majah dan al Baihaqi dari shahabat Shuhaib al Khair رضي الله عنه dan Syaikh Al Albani mengatakan dalam Shahih Targhib no. 1802, “Hasan lighairihi.”) Dalam hadits yang lain Rasulullah juga bersabda: مَنْ فَارَقَ الرُّوحُ الْجَسَدَ وَهُوَ بَرِيءٌ مِنْ ثَلَاثٍ دَخَلَ الْجَنَّةَ مِنْ الْكِبْرِ وَالْغُلُولِ وَالدَّيْنِ “Barang siapa yang ruhnya meninggalkan jasad dalam keadaan ia terlepas dari tiga hal, maka ia berhak masuk surga. Tiga hal itu ialah ghulul (mengambil rampasan perang sebelum pembagiannya), utang, dan sombong.”  (H.R. At Tirmidzi dan Ibnu Majah dari shahabat Tsauban رضي الله عنه dan dishahihkan Syaikh Al Albani رحمه الله dalam Shahih Targhib no. 1798). Hadits-hadits di atas mengandung ancaman bagi orang yang menyepelekan permasalahan utang. Dan juga tentunya memotivasi kita agar segera melunasi utang. Demikian pula bagi orang-orang yang memiliki utang untuk benar-benar memperhatikan utangnya, dan ia pun hendaknya mempersaksikan dan mewasiatkan keluarganya untuk melunasinya dengan harta warisan yang ia miliki atau dibayarkan oleh keluarganya. Demikian pula keluarganya, jika ia mendapatkan wasiat seperti itu maka hendaknya ia segera melunasinya. Sehingga ia pun benar-benar terlepas dari tanggungannya. Peringatan kedua,  bagi orang yang berutang dan ia mampu melunasinya, diharamkan baginya untuk melakukan  mumathalah, maknanya menahan harta yang menjadi hak orang yang ia utangi. Rasulullah ﷺ menjelaskan bahwa: مَطْلُ الْغَنِيِّ ظُلْمٌ “Perbuatan mumathalah dari orang yang kaya termasuk perbuatan zalim.” (H.R. Al-Bukhari dan Muslim dari shahabat Abu Hurairah رضي الله عنه) Ya, perbuatan mumathalah merupakan perbuatan kezaliman yang tentunya nanti di hari kiamat pelakunya akan dibalas oleh Allah. Dalam hadits yang lain, beliau ﷺ mengungkapkan: لَيُّ الْوَاجِدِ يُحِلُّ عِرْضَهُ وَعُقُوبَتَهُ “Siapa yang menahan harta yang menjadi tanggungannya padahal ia mampu, halal kehormatannya dan dihukum.” (H.R. Abu Dawud dan dishahihkan Al Albani dalam Shahih Targhib no: 1815) Orang yang melakukan hal yang demikian, maka halal kehormatannya. Yakni, disebarluaskan kelakuannya sehingga orang-orang bisa menjauhinya agar tidak lagi bertransaksi dengannya. Sedangkan hukuman, Ibnul Mubarak رحمه الله menafsirkan, “Halal untuk dipenjara.” Peringatan ketiga,  diutamakan mengikhlaskan utang tentunya bagi mereka yang pantas untuk diberi kemudahan. Karena kondisi ekonomi yang memang sulit atau karena hal lain. Adapun orang yang Mumathalah, maka tidak pantas mereka diberi kemudahan. Inilah tiga peringatan yang perlu untuk disampaikan. Tentunya masih banyak hal yang belum terbahas dalam bab utang piutang. Maka kita senantiasa memohon kepada Allah agar Ia selalu membimbing kita dan menyelamatkan kita dari segala hal yang menggelincirkan. والله أعلم. Sumber || Majalah Qudwah Edisi 13 || https://t.me/Majalah_Qudwah
3 tahun yang lalu
baca 12 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

renungan buatnya yang setahun menikah

 .Buatnya Yang Setahun Menikah Jika rumah tangga sering dianalogikan mengayuh biduk di tengah samudra, sebenarnya masih ringan. Sebab, rumah tangga lebih luas dari samudra, tidak sekecil biduk, dan gelombangnya lebih tidak beraturan. Namun, sebagai pendekatan, sah-sah saja. Tidak semua suami istri menyadari dari awal, bahwa rumah tangga bukanlah drama cerita yang alurnya telah ditentukan sampai akhir. Sayangnya banyak yang terbuai oleh drama-drama cengeng buatan khayal manusia. Rumah tangga pun bukan sinetron cinta yang dapat ditebak arahnya yang ujung-ujungnya tertawa bahagia. Walaupun banyak juga yang terbawa angan-angan sinteron. Tinggalkan mimpi-mimpi buruk itu! Engkau harus bangun dari tidur nyenyakmu. Hidup tak seindah mimpi. Hidup tak sedramatis novel fiktif. Hadapilah kenyataan yang ada di depanmu! Memang, lintasan rumah tangga amat berat. Ego harus disingkirkan. Mesti berdamai dengan idealisme. Perfeksionis tidaklah tepat, yang menuntut segala-galanya sesuai rencana. Berpikir bebas konflik tidaklah bijak. Jangan berharap pasangan hidupmu komplit serba bisa dan serba ada. Sebab, cacatmu sendiri terpampang jelas di depan mata. Meskipun, tidak mau mengakui itu namun fakta lah yang bercerita. Wajahmu yang cemberut. Hatimu yang kesal. Dadamu yang sesak. Itu semua sudah cukup memberitakan bahwa engkau lupa bercermin pada diri sendiri. Engkau yang tersinggung. Engkau yang marah. Engkau yang kecewa. Bukankah itu semua adalah bukti bahwa engkau kurang sadar diri? Hanya karena sepatah kata, hatimu bagai tersayat-sayat. Hanya karena satu tekuk wajah, engkau sudah tenggelam dalam prasangka buruk. Hanya karena satu menit terlambat, bagai engkau dikhianati. Hanya karena salah menempatkan tertawa, engkau sudah merasa terhina. Ada apa denganmu? Coba dan teruslah mencoba untuk mengingat! Apa tujuanmu menikah? Bukankah untuk beribadah bersama? Sadarlah, bahwa ibadah itu harus ikhlas. Menikah itu seperti ibadah-ibadah lainnya, yaitu harus mengharap ridha Allah. Bukan puja puji istri. Bukan sanjungan suami. Lupakah engkau tentang hal ini? Engkau merasa tidak dihargai. Engkau anggap kurang dimengerti. Engkau kira tidak diapresiasi. Engkau pandang tidak bernilai. Sebenarnya, ridha siapa yang engkau cari?  Sudahlah, tidak ada yang lebih indah dari sabar. Sabar dalam arti yang sesungguhnya! Sabar luar dalam. Senyummu tetap terpancar. Bahasamu tetap santun. Sikapmu tetaplah lembut. Dan doa-doamu untuk kebaikan pasangan hidupmu selalu mengalir.  Yakinlah bahwa di akhirat kelak, Allah Ta'ala memberi pahala berlimpah. Apa yang tidak engkau dapatkan di dunia, niscaya berlipat-ganda engkau akan memperolehnya. Asalkan engkau sabar! Untukmu suami, Nabi Muhammad  صلى الله عليه و سلم  bersabda ; لَا يَفْرَكْ مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَةً إِنْ كَرِهَ مِنْهَا خُلُقًا رَضِيَ مِنْهَا آخَرَ  “ Jangan sampai seorang suami membenci istrinya. Jika ada satu hal yang ia benci, bukankah ia menerima hal lainnya” (HR Muslim dari sahabat Abu Hurairah 1469) Untukmu istri, Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم  bersabda ; الْمَرْأَةُ إِذَا صَلَّتْ خَمْسَهَا وَصَامَتْ شَهْرَهَا وَأَحْصَنَتْ فَرْجَهَا وَأَطَاعَتْ بَعْلَهَا فَلْتَدْخُلْ مِنْ أَيّ  أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شَاءَتْ “Seorang istri; jika ia mengerjakan salat lima waktu, puasa Ramadhan, menjaga kemaluannya, dan taat pada suaminya, silahkan ia masuk surga dari pintu manapun yang ia suka” (Hadits Anas bin Malik dan disahihkan Al Albani dalam Al Misykah no .3254) Semoga prahara segera berlalu berganti bahagia. Badai segera berlalu berubah angin sejuk. Toh, di dunia hanya beberapa saat saja. Kenapa engkau tidak bersabar untuk meraih surga? Semoga Allah karuniakan istiqomah untuk kita. Ya Allah, wafatkanlah kami dengan husnul khatimah. Pendopo Lama, Lendah 09.26 WIB 28 September 2021 t.me/anakmudadansalaf
3 tahun yang lalu
baca 3 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

renungan : tinggal di yang tak kekal

Tinggal di Yang Tak Kekal Bercerita walau berkenang, Andalus adalah kisah besar dalam sejarah Islami. . Walau kini tak semua ingin mengerti dan mau peduli. Namun, Andalus tetap cerita yang tersimpan dalam sanubari. Di sana, di semenanjung Iberia, yang kini didominasi Spanyol dan Portugal, Islam terpancang kuat sejak pertempuran di Lembah Lakah di bawah komando panglima Thariq bin Ziyad. Sejak itu, sejarah Islam di Andalus mengalir dengan dinamika dan gerak cerita yang berwarna.  Di semenanjung Andalus, ada kisah kepahlawanan, perjuangan, ilmu, adab, teknologi, dan cerita-cerita keadilan Islam yang luar biasa. Kini, lebih banyak cerita yang tersisa dibandingkan yang nyata. Dan lebih banyak reruntuhan material yang tertinggal, bukan kejayaan yang kekal. Selama lebih dari 500 tahun, dari abad ke 7 hingga 12, Islam kokoh menghujam di bumi Andalus. Namun, akhirnya sedikit demi sedikit tergerus. Hingga, berujung pada kesedihan dan tangisan terus menerus.  Seorang pujangga kelahiran Rondah, Andalus bagian selatan, Abul Baqa ar Rundi namanya, bercerita tentang pedih perih Andalus di penghujung kejayaan Islam. Hampir setiap buku tentang Andalus, menyebutkan untaian syair kesedihan yang digubah oleh Abul Baqa. Kumpulan bait syair itu dikenal dengan judul "Ritsaul Andalus" (Ratap Tangis Untuk Andalus) Abu Al-Baqa termasuk saksi jatuhnya sebagian besar kota-kota strategis di Andalusia. Cadiz , Cordoba, Sevilla dan kota lainnya di tangan kerajaan Katolik. Inilah bait-bait pembuka Abul Baqa : لِـكُلِّ شَـيءٍ إِذا مـا تَمّ نُقصان     فَـلا يُـغَرَّ بِـطيبِ العَيشِ إِنسانُ  هِـيَ الأُمُـورُ كَما شاهَدتُها دُوَل      مَـن سَـرّهُ زَمَـن سـاءَتهُ أَزمانُ  وَهذهِ الدارُ لا تُبقي عَلى أَحدٍ       ولا يَدومُ عَلى حالٍ لهـا شــانُ Segala sesuatu jika telah di puncak, akan bertahap berkurang Janganlah seseorang terlena indahnya hidup Seperti yang aku saksikan sendiri, segala hal selalu bergulir Satu waktu ia senang, namun di waktu-waktu lain bersedih Dunia ini tidak akan menyisakan apapun Dan tidak ada satu pun keadaan yang kekal di dunia Dari semua cerita panjang Andalus, sudah lebih dari cukup jika kita mencatat pelajaran dan kita pahat dalam hati bahwa ; tak ada yang kekal di dunia ini. Reruntuhan bangunan sangat banyak ditemukan. Peninggalan kerajaan-kerajaan kuno hanya dipajang. Artefak kraton-kraton masa lalu dimuseumkan. Dinding-dinding istana yang dulu megah dan telah roboh sebatas diteliti. Dulu yang dibanggakan dan disombongkan, akhirnya tinggal cerita bahkan dilupakan. Engkau yang kini berencana membuat bangunan, apapun itu bentuk dan tujuannya. Sadarilah bahwa akan ada suatu masa, bangunan itu hilang dan roboh. Bukankah kenyataan di sekelilingmu telah mengatakannya? Engkau yang sedang membangun rumah. Engkau yang sedang membuat tempat usaha. Engkau yang sedang merancang taman dan kebun. Engkau yang sedang mendirikan tempat ibadah. Engkau yang sedang merenovasi lokasi pendidikan. Engkau yang sedang memperbaiki sarana fisik. Janganlah lupa dan terlena! Ingat, itu semua hanya sementara. Tiap-tiapnya ada batas akhir yang telah ditentukan oleh- Nya. Maka, perbaikilah niatmu! Lurus dan tulus lah dalam membangun!  Untuk kepentingan duniamu, secukupnya saja lah. Jika engkau semangat membangun rumah di dunia, lebihlah semangat untuk membangun istana di surga. Dengan ibadahmu. Dengan sedekahmu. Dengan infakmu. Dengan taatmu. Bangunlah rumah yang akan kekal ditempati, bukan bangunan yang akan ditinggal pergi. Semoga Allah Ta'ala melimpahkan istiqamah untuk kita hingga akhir hayat nanti. Koridor ruang MRI di sebuah rumah sakit yang megah. Jumat pagi 10 Sept 2021 t.me/anakmudadansalaf
3 tahun yang lalu
baca 3 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

untukmu yang bertekad taubat

Untukmu Yang Bertekad Taubat Bertaubat artinya bertekad untuk berbenah diri. Bukan hanya ingin, namun mesti bertekad kuat. Kenapa harus ada tekad? Kenapa mesti berkemauan bulat? Sebab, bertaubat itu berat. Berpisah dan meninggalkan kebiasaan yang telah menjadi pola hidup itu berat. Kebiasaan merokok, kebiasaan ghibah, kebiasaan menipu, kebiasaan begadang malam tak bermanfaat, kebiasaan bermusik, kebiasaan tanpa batas wanita dan pria, kebiasaan mencuri, kebiasaan berbohong, dan kebiasaan-kebiasaan buruk lainnya. Apalagi jika kebiasaan itu seolah-olah menjadi tumpuan hidup. Seperti kebiasaan ribawi. Berhutang untuk usaha dengan cara riba. Atau bekerja di tempat ribawi. Atau bekerja yang haram. Berat. Sehingga, kemauan untuk bertaubat diuji dengan sesak dan sempitnya dada. Diuji dengan cemoohan dan ejekan orang. Diuji dengan godaan dan rayuan. Supaya tetap dengan kebiasaan lama yang buruk. Ada-ada saja ketakutan yang dihembuskan setan. Takut miskin lah, takut kelaparan lah, takut dikucilkan lah, takut tidak punya teman lah, takut dibilang ini dan dikata itu lah. Ingat, itu batu ujian! Lewati dan lompati saja. Ingat kata-kata Ibnul Qayyim berikut ini! "Mula-mula, orang bertaubat itu pasti mengalami tekanan dan kesempitan hati. Bisa berujud resah, galau, sesak, atau sedih. Sebabnya? Ia "terluka" karena putus dari kebiasaan yang ia sukai." Namun, yakinlah bahwa proses itu akan berakhir indah. Allah mencintai hamba yang bertekad taubat. Jika Allah telah mencintai, apa lagi yang ditakuti? Apakah tersisa alasan untuk bersedih? Jika Allah telah mencintai, percayalah bahwa kedamaian dan kebahagiaan adalah jalanmu. Dunia dan akhirat. Ibnul Qayyim melanjutkan,  ."Orang bijak pasti mengerti ; bahwa seusai tekad bertaubat, kelezatan hidup yang akan dirasa, sebanding dengan sesaknya dada. Semakin sesak dan sempit prosesnya, niscaya semakin bertambah sempurna dan utuh lezatnya" ( Ibnul Qayyim, Thariqul Hijratain, hal 242 ) Semoga Allah Ta'ala memudahkan kita dalam memilih jalan. Sebab, kini di hadapanmu ada persimpangan. Arahnya bercabang. Jangan salah langkah! (Refleksi Buatmu Anak Muda, Lendah 27 Juli 2021) t.me/anakmudadansalaf
3 tahun yang lalu
baca 2 menit