Tidak sedikit oknum distributor dan percetakan mencuri karya-karya tulis kami. Mereka mencetaknya untuk tujuan komersial. Keuntungannya mereka lahap secara haram.
Bahkan, sebagian oknum tadi berbuat hal yang sangat tidak elok dengan mencantumkan label percetakan “Al-Maktab Al-Islami”. Sehingga, mereka terjerat pada tindakan penipuan dan pemalsuan.
Kami juga selalu mengeluhkan tindak pencurian buku dan percetakan ilegal dengan metode ofset.
Sampai-sampai, kriminalitas yang mereka lakukan direaliasasikan dengan metode penulisan ulang naskah lalu mencetaknya langsung –secara ilegal.
Mereka memberikan label percetakan “Al-Maktab Al-Islami”. Sehingga mengesankan bahwa cetakan tersebut original.
Saya juga mendapatkan informasi bahwa di sana ada oknum yang memfatwakan legalnya tindak pencurian buku, mencetaknya, lalu memperjual-belikannya tanpa seizin penulis dan distributor utama.
Tentu, itu semua merupakan tindak kejahatan yang amat nyata. Perbuatan tersebut termasuk bentuk eksploitasi yang sangat jahat terhadap jerih payah para penulis dan distributor.
Padahal, aktivitas menulis dan pendistribusian buku yang mereka lakukan merupakan salah satu sarana yang paling mulia untuk mendapatkan rezeki yang halal.
Mari jawab dengan adil,
“Apakah etis bagi seorang muslim —atau bahkan kafir sekalipun– untuk memutus jalan rezeki mereka dengan cara merampas keuntungan dari hasil jerih payah dan lelah yang mereka derita? Apalagi sampai memfatwakan legalnya tindakan jahat tersebut! Demi Allah, itu merupakan bencana yang amat besar.”
Ada sebuah poin yang mengherankan. Orang-orang kafir barat, mereka sangat perhatian dengan tindak kejahatan pencurian hak cipta ini.
Bahkan, mereka sampai membuat aturan perundang-undangan yang berasaskan keadilan demi menjaga hak-hak para penulis dan penerbit.
Mereka juga mengkonsepkan langkah preventif yang efektif untuk meminimalisir para pencuri itu dari tindak jahatnya.
Namun, sayang sekali sebagian umat Islam justru tidak peduli dengan masalah ini. Padahal, mereka memahami bahwa agama Islam mengharamkan perilaku zalim secara mutlak.
Salah satu dalil pengharaman tindak kezaliman terdapat pada hadits qudsi berikut ini,
“Hai hamba-hamba-Ku! Sungguh Aku telah mengharamkan kezaliman atas diri-Ku. Maka, Aku menjadikannya haram atas kalian. Janganlah kalian saling berbuat zalim!”. (HR. Muslim).
Nabi ﷺ juga bersabda,
“Jauhi kezaliman! Karena, kezaliman adalah kegelapan-kegelapan pada hari kiamat”. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Saya juga mendengar anggapan dari sebagian orang yang memang tidak memiliki kompetensi dalam ilmu agama, menurut mereka pencurian naskah seperti di atas hukumnya sah dengan dalih bahwa hal itu termasuk aktivitas menyebarkan ilmu.
Padahal, demi Allah, para pencuri karya tulis itu sama sekali tidak bisa dikatakan demikian. Karena, ambisi mereka sebenarnya adalah memperkaya diri dengan cara eksploitasi.
Buktinya, buku-buku yang mereka cetak —secara ilegal– bukanlah karya tulis yang dapat memikat daya tarik mereka baik dari sisi ilmiah ataupun mazhab yang mereka anut.
Mereka melakukan percetakan ilegal tersebut semata karena buku-buku itu laris manis dan berhasil mendapatkan animo yang tinggi dari masyarakat.
Sehingga, tindakan kriminal yang mereka lakukan berasaskan kaidah dari kaum yang tak bermoral. Sebuah kaidah yang berbunyi, “Al-Ghayah tubarriru Al-Wasilah!”, (Tujuan menghalalkan segala cara).
Percayalah, Allah pasti akan menghitung amal perbuatan mereka.
“Dan (ingatlah) pada hari (ketika) orang-orang zalim menggigit dua jarinya, (menyesali perbuatannya) seraya berkata, “Wahai! Sekiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama Rasul.” (QS. Al-Furqan: 27)
Referensi:
Catatan Mukadimah Syaikh Al-Albani rahimahullah pada kitab “Talkhis Ahkam Al-Janaiz” —diterjemahkan dengan beberapa penyesuaian.