Menurut data Wikipedia, pendidikan keagamaan di Indonesia telah ada sejak tahun 1596.
Pusat pendidikan agama –berikutnya kita sebut sebagai pondok pesantren merupakan pilihan yang tepat untuk menimba ilmu agama sejak usia dini.
Fokus utama pendidikan di pondok pesantren adalah materi diniyah.
Meskipun, materi-materi penunjang lain seperti bahasa Indonesia, matematika, dan kegiatan ekstrakurikuler, juga diajarkan di sana.
Ada banyak jurusan pendidikan yang menjadi program di pesantren.
Pada usia dini, biasanya para santri akan fokus menghafal Al-Quran yang menjadi bekal anak-anak seterusnya.
Setelah target hafalan Al-Quran tercapai, para santri mulai mempelajari materi-materi diniyah yang fundamental, seperti dasar-dasar ilmu akidah, fikih, adab, dan hingga bahasa Arab.
Rata-rata, jenjang pendidikan di pondok pesantren mirip dengan pendidikan formal lainnya.
Mulai dari tingkat TK, SD, SMP, hingga SMA, tetapi dengan istilah penamaan jenjang yang berbeda.
Nah, Syababsalafy, kira-kira apa saja hal yang dilakukan oleh santri setelah mereka menamatkan pendidikannya dan memiliki bekal ilmu agama yang mumpuni? Simak ulasan berikut ini:
Tidak jarang santri pasca kelulusannya merantau ke luar daerah atau bahkan luar pulau. Biasanya, mereka akan menjadi mudarris & musyrif (pengasuh) di pondok pesantren terluar.
Apa saja manfaat merantau bagi santri?
Sebagian santri, setelah menamatkan pendidikannya di pondok pesantren harus kembali ke rumah masing-masing demi membantu orang tua dalam menghidupi keluarga.
Aktivitas mulia ini tentu saja harus diiringi dengan keistiqamahan agar ia tetap menjaga identitasnya sebagai santri.
Banyak santri yang memiliki semangat belajar yang tinggi dan ingin meneruskan jenjang studinya hingga kuliah. Biasanya, mereka punya cita-cita untuk kuliah di Kerajaan Saudi Arabia. Banyak bewasiswa yang disediakan oleh Kerajaan.
Salah satunya adalah Universitas Islam di Kota Madinah yang paling difavoritkan para santri.
Biasanya, santri yang telah berusia dan sudah matang emosionalnya akan memutuskan untuk mencari pasangan hidup. Ini juga merupakan pilihan yang tepat. Pasalnya, ia sudah memiliki bekal ilmu agama sebagai dasar pedoman hidup ke depannya.
Bila umur telah matang dan memasuki usia menikah, tetapi semangat belajar juga tinggi, maka solusi terbaiknya adalah seperti sebuah kaidah dalam Ilmu Ushul Fikih.
Kurang lebih bunyinya begini,
“Tidak perlu memilih salah satunya bila memungkinkan untuk menggabungkan semuanya”.
Jadi, tidak perlu bingung, ya, Syabab! Menikah tidak menghalangi kuliah. Kuliah juga tidak menghalangi untuk menikah. Karena, beasiswa di Saudi Arabia juga berlaku bagi para santri yang sudah memiliki pasangan hidup.
Menarik, bukan? Simak juga informasi ini dalam bentuk grafis melaluin Instagram SyababSalafy: