Salafy Cirebon
Salafy Cirebon

kisah nabi yunus

7 tahun yang lalu
baca 5 menit
Kisah Nabi Yunus

Dalam berdakwah kepada kaumnya, Nabi Yunus ‘alahissalam menghadapi penentangan yang demikian keras. Sekian lama beliau berdakwah namun tidak juga membawa hasil. Keadaan ini membuat Nabi Yunus ‘alahissalam marah dan meninggalkan kaumnya. Allah subhanahu wa ta’ala pun menegurnya. Bagaimana akhir dari dakwah Nabi Yunus ‘alahissalam? 

Nabi Yunus ‘alahissalam termasuk nabi dari keturunan Bani Israil. Allah subhanahu wa ta’ala mengutusnya kepada penduduk negeri Ninawa di Mosul (Irak). Beliau menyeru kaumnya untuk kembali kepada Allah subhanahu wa ta’ala, namun mereka menolaknya. Nabi Yunus ‘alahissalam tidak berputus asa, selalu berusaha dan berusaha mendakwahi mereka, namun mereka tetap menolak. Kemudian Nabi Yunus ‘alahissalam mengancam dengan azab dan pergi meninggalkan mereka, tidak sabar sebagaimana mestinya. Beliau ‘alahissalam pergi dalam keadaan marah.

Sementara itu, sepeninggal Nabi Yunus ‘alahissalam, Allah subhanahu wa ta’ala mengilhamkan kepada kaum tersebut untuk bertaubat dan kembali kepada-Nya. Itu terjadi setelah mereka menyaksikan sebagian dari pendahuluan azab yang diancamkan kepada mereka. Allah subhanahu wa ta’ala pun menyelamatkan mereka dari azab tersebut. Secara lahiriah, Nabi Yunus ‘alahissalam mengetahui mereka telah selamat dari azab itu, namun beliau tetap tidak mau kembali. Oleh karena itu, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

إِذ ذَّهَبَ مُغَٰضِبٗا

“Ketika dia pergi dalam keadaan marah.” (al-Anbiya: 87)

Firman Allah subhanahu wa ta’ala,

 إِذۡ أَبَقَ إِلَى ٱلۡفُلۡكِ ٱلۡمَشۡحُونِ ١٤٠

“Ketika dia lari ke kapal yang penuh muatan.” (ash-Shaffat: 140)

Nabi Yunus ‘alahissalam naik ke kapal yang sudah penuh dengan penumpang dan barang. Sampai di tengah lautan, kapal tersebut mulai memperlihatkan tanda-tanda akan tenggelam. Saat itu hanya ada dua pilihan, mereka tetap bersama-sama di atas kapal tapi tenggelam semua, atau satu per satu dilemparkan ke laut sekadar meringankan muatan kapal dan menyelamatkan yang lain. Akhirnya diputuskan untuk memilih yang kedua. Mulailah diundi siapa yang akan dilemparkan ke laut. Termasuk dalam undian itu adalah Nabi Yunus ‘alahissalam. Allah subhanahu wa ta’ala mengatakan,

فَسَاهَمَ فَكَانَ مِنَ ٱلۡمُدۡحَضِينَ ١٤١

“Lalu dia termasuk orang-orang yang kalah.” (ash-Shaffat: 141)

Yakni, Nabi Yunus ‘alahissalam kalah dalam undian tersebut. Mereka pun melemparnya ke laut dan kemudian ditelan bulat-bulat oleh seekor ikan dari dalam laut. Di dalam kegelapan perut ikan itu, beliau berdoa,

لَّآ إِلَٰهَ إِلَّآ أَنتَ سُبۡحَٰنَكَ إِنِّي كُنتُ مِنَ ٱلظَّٰلِمِينَ ٨٧

“Tidak ada Ilah melainkan Engkau. Mahasuci Engkau, sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang zalim.” (al-Anbiya: 87)

Kemudian Allah subhanahu wa ta’ala memerintahkan ikan tersebut melemparkannya ke tanah yang tandus. Nabi Yunus ‘alahissalam keluar dari perut ikan seperti anak burung yang keluar dari sebutir telur, betul-betul dalam keadaan sangat lemah. Allah subhanahu wa ta’ala mengasihani beliau dengan menumbuhkan untuknya sebuah pohon dari jenis labu, dan menaunginya hingga menjadi kuat.

Setelah itu Allah subhanahu wa ta’ala memberi perintah kepadanya untuk kembali ke tengah-tengah kaumnya, supaya mengajari dan mendakwahi mereka. Sekarang penduduk negeri yang berjumlah lebih 100.000 orang itu menyambut seruan beliau. Mereka beriman kepadanya dan mendapat kesenangan sampai waktu yang telah ditentukan.

Pelajaran

  1. Dalam kisah ini, Allah subhanahu wa ta’ala menegur Nabi Yunus ‘alahissalam dengan cara yang halus. Dengan menahannya di dalam perut seekor ikan, sebagai kaffarah (tebusan atas kesalahan beliau) sekaligus tanda kekuasaan Allah subhanahu wa ta’ala yang sangat besar dan karamah (mukjizat) bagi Nabi Yunus ‘alahissalam.
  2. Termasuk nikmat pula dari Allah subhanahu wa ta’ala kepada beliau adalah diterimanya dakwah beliau oleh penduduk negerinya yang berjumlah lebih dari 100.000 orang. Besarnya jumlah pengikut termasuk sebagian keutamaan mereka.
  3. Bolehnya melakukan undian ketika menghadapi persoalan yang musykil, mengenai siapa yang berhak atau tidak terhadap suatu perkara, apabila tidak ada yang menguatkan salah satunya. Apa yang dilakukan penumpang kapal tersebut menunjukkan kaidah yang sudah dikenal, yaitu mengambil kemudaratan yang lebih ringan untuk menolak kerusakan yang lebih besar. Tentunya sudah jelas, melempar salah seorang penumpang ke laut sangat berbahaya, namun malapetaka yang akan menimpa seluruh penumpang jauh lebih besar bahayanya.
  4. Seorang hamba apabila dia memiliki hubungan yang baik dengan Rabb-nya, di mana dia selalu beramal saleh ketika dia dalam keadaan senang, Allah subhanahu wa ta’ala tentu mensyukuri amalnya dan mengingatnya pula ketika dia dalam keadaan kesulitan, yakni dengan melepaskannya dari kesulitan itu atau meringankan keadaannya. Oleh karena itulah Allah subhanahu wa ta’ala berfirman dalam kisah Nabi Yunus ‘alahissalam ini,

        فَلَوۡلَآ أَنَّهُۥ كَانَ مِنَ ٱلۡمُسَبِّحِينَ ١٤٣ لَلَبِثَ فِي بَطۡنِهِۦٓ إِلَىٰ يَوۡمِ يُبۡعَثُونَ ١٤٤

“Kalau sekiranya dia tidak termasuk orang-orang yang banyak mengingat Allah. Niscaya ia akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai hari berbangkit.” (ash-Shaffat: 143—144)

Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

دَعْوَةُ أَخِيْ ذِي النُّونِ مَا دَعَا بِهَا مَكْرُوبٌ إِلاَّ فَرَّجَ اللهُ عَنْهُ: لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّا يِملِْنَ

“Doa saudaraku Dzin Nun (Nabi Yunus). Tidaklah seorang yang dalam kesulitan, lalu berdoa dengan doa ini melainkan Allah akan lepaskan dia dari kesulitan itu, yaitu: ‘Tidak ada ilah melainkan Engkau. Mahasuci Engkau, sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang zalim’.” (HR. at-Tirmidzi dan an-Nasai dari Sa’d bin Abi Waqqash radhiallahu ‘anhu)

  1. Iman itu menyelamatkan pemiliknya dari ketakutan dan kesulitan sebagaimana Allah subhanahu wa ta’ala firmankan,

وَكَذَٰلِكَ نُ‍ۨجِي ٱلۡمُؤۡمِنِينَ ٨٨

“Dan demikianlah Kami selamatkan orang-orang yang beriman.” (al- Anbiya: 88)

(Diterjemahkan dari Taisir al-Lathifil Mannan, karya asy-Syaikh Abdurrahman as-Sa’di rahimahullah)

 

Ditulis oleh al-Ustadz Abu Muhammad Harits Abrar

Sumber : Asy Syariah Edisi 012, Ibrah

Sumber Tulisan:
Kisah Nabi Yunus