2. Sifat Risalah Nabi -shalallahu ‘alaihi wa sallam-
Oleh :
? Al Ustadz Muhammad bin Umar As-Sewed -hafidzahullah-
Setelah kita mengimani sifat basyariah Nabi -shalallahu ‘alaihi wa sallam- kitapun dituntut untuk mengimani sifat kerasulannya. Sebagaimana Allah -Subhanahu wa Ta’ala- berfirman :
قُلْ سُبْحَانَ رَبِّي هَلْ كُنْتُ إِلَّا بَشَرًا رَسُولًا
“Katakanlah: “Maha Suci Tuhanku, bukankah aku ini kecuali hanya seorang manusia yang menjadi rasul?”(Al-Israa’:93)
Sifat kerasulan inilah yang diingkari oleh kaum musyrikin. Mereka tidak menerima kalau ada seorang manusia diutus sebagai Rasul. Allah -Ta’ala- berfirman tentang mereka :
وَمَا مَنَعَ النَّاسَ أَنْ يُؤْمِنُوا إِذْ جَاءَهُمُ الْهُدَىٰ إِلَّا أَنْ قَالُوا أَبَعَثَ اللَّهُ بَشَرًا رَسُولًا
“Dan tidak ada sesuatu yang menghalangi manusia untuk beriman tatkala datang petunjuk kepadanya, kecuali perkataan mereka:”Adakah Allah mengutus seorang manusia menjadi rasul?” (Al-Israa’:94)
Maka walaupun Ahlus-Sunnah meyakini bahwa Nabi Muhammad -shalallahu ‘alaihi wa sallam- adalah seorang manusia, namun mereka meyakini bahwa ia adalah seorang manusia yang memiliki keistimewaan-keistimewaan: ia adalah sebaik-baik manusia, manusia pilihan, seorang yang diutus sebagai Rasul, pembawa agama ini kepada manusia dan seorang yang diwahyukan kepadanya ayat-ayat Al-Qur’an dari Allah -Subhanahu wa Ta’ala- untuk diterangkan kepada manusia.
Diberi wahyu
Tentunya keistimewaan seorang Rasul dibanding dengan manusia lainnya adalah bahwa ia mendapatkan wahyu dari Allah -Subhanahu wa Ta’ala-.
قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَىٰ إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌ وَاحِدٌ
“Katakanlah: “Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: “Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan Yang Esa”. (ِAl-Kahfi:110)
Adapun selain beliau dari manusia biasa tidak mendapatkan wahyu. Tidak ada satu ayatpun yang turun setelah ayat terakhir dari Al-Qur’an dan tidak pula ada kitab lain setelah kitab suci Al-Qur’an. Maka tidak ada nabi lain setelah Nabi Muhammad -shalallahu ‘alaihi wa sallam-.
Maka barangsiapa yang mengaku dirinya mendapat wahyu, maka dia adalah seorang pendusta yang mengaku nabi seperti Musailamah Al-Kadzdzab (Musailamah sang pendusta). Demikian pula orang-orang yang muncul belakangan ini, yang juga mengaku mendapat wahyu seperti Mirza Gulam Ahmad (Ahmadiyah), Lia Aminuddin dan Ahmad Musadeq. Tentunya mereka juga termasuk barisan para pendusta pengikut Musailamah Al-Kadzdzab.
Menyampaikan Risalah
Diutusnya Nabi Muhammad -shalallahu’alaihi wa sallam- sebagai Rasul adalah untuk menyampaikan risalah agama Islam ini dari Allah -Subhanahu wa Ta’ala-. Maka Nabipun menunaikannya dengan sempurna. Allah -Subhanahu wa Ta’ala- berfirman :
يَا أَيُّهَا الرَّسُولُ بَلِّغْ مَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ ۖ وَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَمَا بَلَّغْتَ رِسَالَتَهُ ۚ وَاللَّهُ يَعْصِمُكَ مِنَ النَّاسِ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ
“Hai Rasul, sampaikanlah apa yang di turunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir”.(Al-Maidah : 67)
Maka jika ada orang yang tidak mau menerima risalah, menolak dan menentang, maka itu bukan tanggung jawab Rasulullah -shalallahu’alaihi wa sallam- karena beliau hanya diperintahkan untuk menyampaikan.
فَإِنْ تَوَلَّيْتُمْ فَاعْلَمُوا أَنَّمَا عَلَىٰ رَسُولِنَا الْبَلَاغُ الْمُبِينُ
“Jika kamu berpaling (dari ketaatan), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya kewajiban Rasul Kami, hanyalah menyampaikan (amanat Allah) dengan terang”.(Al-Maidah : 92)
Demikianlah Rasulullah -shalallahu’alaihi wa sallam- menyampaikan ayat demi ayat, dijabarkan dengan sunnah demi sunnah hingga sempurnanya agama ini. Kemudian Rasulullah -shalallahu’alaihi wa sallam- pada haji terakhir beliau -yakni pada kesempatan terakhir bertemu dengan kaum muslimin di ‘Arafah;- Rasulullah -shalallahu’alaihi wa sallam- menyampaikan wasiat terakhirnya yang diiringi dengan kalimat pertanyaan untuk meminta persaksian mereka :
“Dan (ketika) kalian ditanya tentang aku, apa pendapat kalian?”
Maka mereka menjawab :”Kami bersaksi bahwa engkau telah menyampaikan, engkau telah menunaikan dan engkau pemberi nasehat yang terbaik.
Maka Rasulullah mengarahkan telunjuknya ke langit dan menurunkannya kearah manusia, sambil berkata:” Ya Allah saksikanlah, Ya Allah saksikanlah, Ya Allah saksikanlah. (H.R Bukhari dan Muslim, lafadz ini dari Muslim)
Menjabarkan Al-Qur’an
Diantara tugas Rasulullah -shalallahu’alaihi wa sallam- menjelaskan kepada manusia tentang Al-Quran yang diturunkan kepada manusia.
وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
“Dan Kami turunkan kepadamu Al- Qur’an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan”.(An-Nahl : 44)
وَمَا أَنْزَلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ إِلَّا لِتُبَيِّنَ لَهُمُ الَّذِي اخْتَلَفُوا فِيهِ ۙ وَهُدًى وَرَحْمَةً لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
“Dan Kami tidak menurunkan kepadamu Al Kitab (Al Qur’an) ini, melainkan agar kamu dapat menjelaskan kepada mereka apa yang mereka perselisihkan itu dan menjadi petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman”.(An-Nahl:64)
Maka tidak mungkin akan dipisahkan antara Al-Quran dan As-Sunnah, karena As-Sunnah yang merupakan ucapan, perbuatan dan persetujuan Rasulullah -shalallahu’alaihi wa sallam- adalah bentuk nyata dan penerapan yang sempurna dari apa yang terkandung dalam Al-Quran. Oleh karena itulah para ulama seperti Imam Ahmad dan lain-lain -rahimahumullah- menyatakan bahwa As-Sunnah adalah penjabaran dari Al-Quran. Bahkan diriwayatkan dari ‘Aisyah -radhiallahu’anha- ketika ditanya tentang akhlak dan tingkah laku Rasulullah -shalallahu’alaihi wa sallam-, dijawab :
“Sesungguhnya akhlak Nabi -shalallahu ‘alaihi wa sallam- adalah Al-Qur’an”.(H.R. Muslim)
Dengan demikian para pengingkar Sunnah (aliran ingkarus-sunnah) adalah kelompok yang tidak mempersaksikan bahwa Nabi Muhammad -shalallahu ‘alaihi wa sallam- adalah utusan Allah -Subhanahu wa ta’ala- untuk menjabarkan Al-Qur’an.
Menunjukkan jalan selamat
Juga diantara tugas Rasulullah -shalallahu’alaihi wa sallam- adalah menunjukkan jalan yang lurus, jalan yang menuju keridhoan Allah dan surga-Nya. Jalan yang menyelamatkan manusia dari adzab Allah -Subhanahu wa Ta’ala-.
Maka setelah Rasulullah -shalallahu’alaihi wa sallam- menjelaskan jalan yang lurus tersebut sejelas-jelasnya. Beliaupun – bersabda :
“Aku telah meninggalkan kalian diatas jalan yang putih bersih, malamnya seperti siangnya, tidak ada yang menyimpang sepeninggalku kecuali ia akan binasa”.(H.R. Ahmad, Ibnu Majah, An-Nasa’i dan Ath-Thabrani)
Maka mengimani beliau sebagai Rasul adalah mengimani bahwa semua jalan yang menuju kepada Surga sudah diterangkan secara sempurna, demikian pula sebaliknya, jalan yang menjerumuskan kepada Neraka juga telah diterangkan dengan sempurna. Rasulullah -shalallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda :
“Sesungguhnya tidak ada seorang nabipun sebelumku kecuali wajib atasnya untuk menunjukkan kepada umatnya segala kebaikan yang ia ketahui dan memperingatkan dari bahaya segala kejelekan yang ia ketahui untuk mereka”.(H.R Muslim)
“Tidak ada yang tertinggal sedikitpun dari apa-apa yang bisa mendekatkan menuju Surga atau sesuatu yang bisa menjauhkan dari Neraka kecuali telah aku jelaskan kepada kalian”. (H.R. Thabrani dalam Mu’jamul-Kabir: 2/211)
Dengan demikian barangsiapa yang menyatakan ada satu kebaikan yang mendekatkan kepada Jannah atau menjauhkan dari Neraka namun tidak diajarkan Rasulullah -shalallahu’alaihi wa sallam-, belum dicontohkan atau belum diperintahkan maka orang ini tidak lepas dari dua kemungkinan;
Kemungkinan pertama dia menuduh Nabi belum menyampaikan kebaikan tersebut padahal Nabi mengetahuinya. Ini berarti tuduhan kepada Rasul dengan pengkhianatan.
Kemungkinan kedua orang ini menganggap bahwa Rasulullah -shalallahu’alaihi wa sallam- tidak tahu kebaikan tersebut. Berarti dia merasa lebih ‘alim dari Rasulullah -shalallahu’alaihi wa sallam-.
Berkata Imam Malik -rahimahullah-: “Barangsiapa yang mengada-adakan kebid’ahan dalam Islam dan menganggapnya sebagai satu kebaikan, maka ia telah menuduh bahwa Nabi Muhammad -shalallahu ‘alaihi wa sallam- telah berkhianat dalam menyampaikan risalah, karena Allah berfirman:
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu…”.(Al-Maidah:3). Maka apa-apa yang waktu itu bukan agama, maka hari inipun bukan agama”.(lihat Al-I’tisham oleh Imam Asy-Syathibi hlm.37)
Maka seorang yang beriman bahwa beliau adalah seorang Rasul yang telah menyampaikan seluruh kebaikan, tentu tidak mungkin ia mengada-adakan kebid’ahan dan menanggapnya baik.
Nabi diutus untuk ditaati
Mengimani Nabi Muhammad -shalallahu ‘alaihi wa sallam- sebagai Rasul, konsekuensinya adalah mentaati perintah-perintahnya dan menjauhi larangan-larangannya. Karena Allah -Subhanahu wa Ta’ala- mengutus Rasul-Nya adalah agar ditaati.
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ رَسُولٍ إِلَّا لِيُطَاعَ بِإِذْنِ اللَّهِ
“Dan kami tidak mengutus seseorang rasul, melainkan untuk dita`ati dengan seizin Allah”.(An-Nisa:64)
Maka seorang yang tidak mau tunduk dan taat kepada perintah-perintah Rasulullah -shalallahu ‘alaihi wa sallam-maka ia belum benar-benar mengimani bahwa beliau seorang Rasul yang diutus Allah -Subhanahu wa Ta’ala- pencipta alam semesta.
Menghalalkan yang baik-baik dan mengharamkan yang jelek-jelek
Demikian pula diantara apa yang Allah perintahkan pada Rasulullah -shalallahu’alaihi wa sallam- adalah menghalalkan apa yang pernah diharamkan terhadap Bani Israil atau mengharamkan apa yang pernah dihalalkan. Dengan kata lain diutusnya Rasulullah -shalallahu’alaihi wa sallam- membawa syariat yang baru, menggantikan syariat-syariat sebelumnnya, maka semua syariat yang terdahulu terbatalkan hukumnya dengan datangnya syariat Islam yang dibawa oleh Rasulullah -shalallahu’alaihi wa sallam- untuk seluruh manusia.
الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الرَّسُولَ النَّبِيَّ الْأُمِّيَّ الَّذِي يَجِدُونَهُ مَكْتُوبًا عِنْدَهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَالْإِنْجِيلِ يَأْمُرُهُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَاهُمْ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ
“(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma`ruf dan melarang mereka dari yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk …”(Al-A’raf : 157)
Syariat yang dibawa oleh Rasulullah -shalallahu’alaihi wa sallam- adalah syariat yang paling sempurna diatas seluruh syariat yang sebelumnya. Karena diperintahkan untuk seluruh manusia, seluruh tempat dan waktu sampai hari kiamat. Inilah keistimewaan Rasulullah -shalallahu’alaihi wa sallam-. Rasulullah bersabda :
“Aku diberi 5 keistimewaan yang tidak diberikan kepada seorang Nabipun setelahku, yaitu ; bahwasanya semua para Nabi diutus hanya khusus untuk umatnya, sedangkan aku diutus untuk seluruh manusia, baik berkulit merah atau hitam…”(H.R. Bukhari dan Muslim, lafadz ini dari Muslim)
? Risalah Dakwah Manhaj Salaf Edisi 21/th.IV