SEBUAH pengalaman berharga. Bisa duduk bersimpuh. Belajar ilmu agama. Di hadapan para ulama (masyaikh) Saudi Arabia. Negeri tauhid dan sunnah. Negeri terbitnya cahaya Islam. Tanah kelahiran penutup nabi dan rasul: Muhammad bin Abdullah shallallahualaihi wasallam.
Daurah nasional ke-16 tahun ini. Bertajuk: Islam sebagai Agama yang Rahmatan lil Alamin. Berlangsung di dua tempat. Daurah umum berbahasa Arab yang kemudian diterjemahkan: Jakarta Islamic Center (JIC), Koja, Jakarta Utara (Sabtu-Ahad/14-15/7). Daurah khusus para ustad (asatidzah). Berbahasa Arab tanpa penerjemah: Pondok Pesantren Al Anshar, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta (Ahad-Sabtu/15-21/7).
Sehari sebelum daurah. Kawasan Ngaglik jadi sorotan. Tepatnya di Jalan Kaliurang (Jakal) KM 10. Tiga terduga teroris tewas ditembak polisi. Sementara kawasan daurah ada di KM 13. Berdekatan. Bahkan Jalan Kaliurang sempat ditutup petugas. Suasana mencekam. TKP disemuti massa.
Tambah menyesakkan. Beberapa jam sebelum daurah Yogya dimulai. Atau kalau di JIC sudah berjalan satu hari. Ahad dini hari (15/7), teroris khawarij beraksi. Menyerang Mapolres Indramayu. Pasangan suami-istri menerebos. Lalu lempar bom panci. Si istri sudah bosan masak rupanya. Suara keras benturan panci. Tapi tak ada ledakan. Gagal. Alhamdulillah. Si suami bahkan tertembak di bagian dada.
Daurah di tengah aksi teroris. Begitu gambaran daurah kali ini. Sungguh tepat. Di antara sub tema: Bahaya Terorisme dan Radikalisme Terhadap Bangsa dan Negara. Pemateri syaikh Arafat bin Hasan Al Muhammadi. Beliau berpesan pada 15 ribu kaum muslimin yang hadir. Agar taat pada pemerintah. Tidak memberontak. Tidak membuat kekacauan. Senantiasa berpegang dengan tauhid dan sunnah nabi shallallahualahi wasallam.
Pesan semacam ini senantiasa disampaikan. Oleh para masyaikh pada daurah-daurah sebelumnya. Tak bisa dikesampingkan. Guna mengingatkan generasi muda muslimin. Agar tidak terpengaruh ajaran menyimpang kaum teroris. Dan, agar para teroris bisa kembali ke jalan yang benar. Sesuai bimbingan dakwah Rasulullah shallallahualaihi wasallam.
Selain syaikh Arafat, hadir Syaikh Abdullah bin Shalfiq Azh Zhafiri, Syaikh Abdul Wahid bin Hadi Al Madkhali dan Syaikh Fawwaz bin Ali Al Madkhali. Syaikh Abdullah Shalfiq yang paling sepuh. Mereka datang ke Indonesia atas arahan Syaikh DR. Rabi bin Hadi bin Muhammad Umair Al Madkhali. Seorang ulama ahlussunnah sunni-salafi. Ahli hadits terkemuka. Beliau saat ini tinggal di kota Madinah. Masuk jajaran ulama kibar (besar) Kerajaan Saudi Arabia yang dihormati.
Usia Syaikh Rabi mendekati 90 tahun. Mapan keilmuan beliau. Banyak menelurkan karya tulis. Penuh wibawa dan pengalaman. Terutama menyingkap penyimpangan berbagai kelompok. Mengingatkan umat akan bahaya pemikiran seseorang. Dan terus istiqamah menegakkan dakwah tauhid. Sesuai metode para sahabat nabi, tabiin, serta tabiut tabiin. Tiga generasi yang disebut Rasulullah sebagai generasi terbaik umat ini.
Di tengah dingin dataran tinggi Kaliurang. Selasa malam (17/7), selepas kajian kitab Ushuulul Iman yang dibawakan Syaikh Abdullah Shalfiq, diadakan teleconference dengan Syaikh Rabi bin Hadi Al Madkholi. Keempat syaikh berkumpul dalam masjid Al Anshar. Tampak pengasuh Ponpes As Salafy, Jember, Al Ustadz Luqman Baabduh, duduk di meja kajian. Diapit Syaikh Abdul Wahid dan syaikh Abdullah Shalfiq.
Sekitar 900 ustad Indonesia lainnya menanti penuh harap. Ingin mendengar langsung nasihat syaikh Rabi. Panitia mengumumkan makan malam angkringan ditunda usai teleconference. Semua bersabar. Termasuk saya: kangen nasi kucing, gorengan, teh manis plus secang hangat. Catatan: saya hadir bukan sebagai ustad. Sebatas pengamat dan (mantan) wartawan (senyum).
Beberapa detik jelang 20.45 WIB, terdengar nada panggil ponsel. Syaikh Abdul Wahid bersiap. Sejurus kemudian beliau membuka percakapan. Lantas memindahkan mikrofon ke hadapan Al Ustadz Luqman. Al Ustadz Luqman sigap menyambut. Menyampaikan pengantar. Suranya jelas, tegas, dan penuh semangat. Tentu dalam bahasa Arab. Bukan bahasa Jogja hehe..
Hingga terdengar suara Syaikh Rabi di ujung telepon. Terpisah jarak 7.925 km. Melintasi Samudera Hindia dan Laut Arab: suara orang tua yang khas. Agak serak, namun terdengar antusias. Semua menyimak serius. Tidak sampai satu menit saya kira. Kemudian syaikh Abdullah Sholfiq memberi kata-kata penutup. Teleconference pun selesai. Lancar. Alhamdulillah. Jamaah keluar teratur. Menuju warung angkringan gratis.
Di antara nasihat Syaikh Rabi malam itu. Saya dapat transkrip terjemahannya dari sahab.net. Beliau berwasiat untuk dirinya dan kaum muslimin. Agar bertakwa kepada Allah tabaaraka wa taala. Ikhlas karena Allah di setiap ucapan dan perbuatan. Berpegang teguh dengan Kitabullah dan Sunnah Nabi. Berjalan di atas manhaj salafush shalih. Menegakkan akidah Islam sesuai tuntunan syari.
Saling bersaudara karena Allah. Memerintahkan yang maruf. Mencegah kemungkaran. Mencintai Allah dan Rasul-Nya. Mencintai para sahabat yang mulia. Mencintai orang-orang beriman nan jujur. Semangat mempelajari kitab-kitab sunnah: Hadits Bukhari dan Muslim, Abu Dawud, At Tirmidzi, An Nasai, Ibnu Majah dan selainnya. Termasuk kitab Ibnu Taimiyah dan Ibnul Qoyyim.
Sungguh petuah berharga. Bila dirinci. Bakal mendatangkan hikmah. Menumbuhkan ghirah. Menuntut ilmu sekaligus mengamalkannya. Daurah asatidzah tahun ini. Data panitia: 450 ustad teregistrasi. Sementara distribusi kitab yang dibahas 900 eksemplar lebih. Teregistrasi maksudnya langsung mendapat layanan panitia: tempat tinggal dan konsumsi. Banyak ustad lainnya menyewa rumah secara kolektif per kelompok.
Kegiatan rutin tahunan ini patut kita syukuri. Hanya ilmu agama yang benar. Di bawah bimbingan ulama besar. Kaum muslimin akan selamat. Dari berbagai penyimpangan dan kesesatan. Semoga terus lahir generasi umat ini. Kokoh di atas kebenaran Alquran dan Sunnah Nabi. Sejuk dalam berdakwah. Sesejuk udara kaki Gunung Merapi di Kaliurang. (*)
Mochamad Rona Anggie*
*) Pemerhati pondok pesantren ahlussunnah sunni-salafi. Santri tamu Mahad Dhiyaus Sunnah, Cirebon.