Berkata Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullah ta’ala, Allah Subhanahu wata’ala berfirman:
(ثُمَّ اسْتَوى عَلَى الْعَرْشِ)
Ini adalah masalah istiwa. Para ulama mempunyai diskusi khusus dan uraian panjang lebar tentang ini.
Kami sudah menjelaskannya dalam kitab Al Asnaa fii syarh Asmaaillah Al Husna, di sana kami menyebutkan ada empat belas pendapat. Pendapat kebanyakan dari kalangan mutaqaddimin dan muta’akhkhirin adalah bahwa Allah harus ditanzih (dibersihkan) dari arah dan penempatan ruang. Maka, semua konsekuensinya juga harus dihilangkan. Demikian pendapat para ulama mutaqaddimin dan para pentolan dari kalangan mutaakhkhirin. Yaitu, membersihkan Allah dari sifat arah sehingga Allah tidak berada di atas menurut mereka. Karena menurut mereka itu berkonsekuensi bahwa Allah bertempat atau menempati ruang. Kalau sudah menempati ruang berarti harus ada tempat, ruangan untuk bergerak dan diam di tempat yang menaungi, dan adanya perubahan dan hal-hal baru. Ini adalah pendapat mutakallimin (para ahli kalam seperti Asy’ariyyah, maturidiyyah dan yang semisalnya).
Akan tetapi, salaf yang pertama (ulama salaf generasi pertama yaitu para sahabat Nabi) –semoga Allah meridhai mereka- tidak pernah menafikan arah dan tidak pula membicarakannya. Justru mereka semua menetapkan itu semua bagi Allah sebagaimana disebutkan dalam kitab-Nya dan disampaikan oleh Rasul-Nya dan tidak ada seorangpun dari kalangan salafus shalih yang mengingkari bahwa Allah istiwa di atas ‘arsy-Nya secara hakiki.
‘Arsy dikhususkan untuk itu karena dia adalah makhluk Allah terbesar. Mereka hanya *tidak tahu bagaimana kaifiyyah* (caranya bagaimana) istiwa’ itu, karena hal tersebut tidak diketahui bentuknya.
Imam Malik rahimahullah berkata:
الِاسْتِوَاءُ مَعْلُومٌ – يَعْنِي في اللغة – والكيف مَجْهُولٌ، وَالسُّؤَالُ عَنْ هَذَا بِدْعَةٌ.
“Istiwa itu sudah diketahui maknanya -secara bahasa, caranya bagaimana tidak diketahui, bertanya tentang ini adalah bid’ah.”
Demikian juga ucapan yang senada dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha.”
📚 (Tafsir Al-Qurthubi jilid 7 hlm. 219 cetakan Dar Al-Kutub Al-Mishriyyah 1964)
Catatan:
1. Aqidah yang mentakwil sifat-sifat Allah Subhanahu wa ta’ala adalah bersumber dari ahli kalam kaum filsafat.
2. Tidak dipungkiri bahwa keyakinan takwil dianut oleh sebagian ulama kaum muslimin atas niat baik mereka mensucikan Allah –menurut persangkaan mereka- dari sesuatu yang tidak layak bagi-Nya.
3. Namun, bagaimana pun juga aqidah salafus shalih adalah yang unggul, karena mereka terdiri dari para sahabat radhiyallahu ‘anhum yang berguru langsung kepada Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa salam.
4. Pembelaan Imam Qurthubi terhadap akidah salafus shalih, sekalipun beliau mengetahui banyak ulama yang tidak berpegang dengan akidah ini.
قال القرطبي رحمه الله تعالى :
قوله تعالى: (ثُمَّ اسْتَوى عَلَى الْعَرْشِ) هذه مسألة الاستواء، وللعلماء فيها كلام وإجراء.
وقد بينا أقوال العلماء فيها في الكتاب *(الأسنى في شرح أسماء الله الحسنى وصفاته العلى)* وذكرنا فيها هناك أربعة عشر قولا.
والأكثر من المتقدمين والمتأخرين أنه إذا وجب تنزيه الباري سبحانه عن الجهة والتحيز فمن ضرورة ذلك ولواحقه اللازمة عليه عند عامة العلماء المتقدمين وقادتهم من المتأخرين تنزيهه تبارك وتعالى عن الجهة، فليس بجهة فوق عندهم، لأنه يلزم من ذلك عندهم متى اختص بجهة أن يكون في مكان أو حيز، ويلزم على المكان والحيز الحركة والسكون للمتحيز، والتغير والحدوث. *هذا قول المتكلمين.*
*وقد كان السلف الأول رضي الله عنهم لا يقولون بنفي الجهة ولا ينطقون بذلك* ، بل نطقوا هم والكافة بإثباتها لله تعالى كما نطق كتابه وأخبرت
رسله.
ولم ينكر أحد من *السلف الصالح* أنه استوى على عرشه حقيقة. وخص العرش بذلك لأنه أعظم مخلوقاته، وإنما جهلوا كيفية الاستواء فإنه لا تعلم حقيقته.
قَالَ مَالِكٌ رَحِمَهُ اللَّهُ: الِاسْتِوَاءُ مَعْلُومٌ- يَعْنِي في اللغة- والكيف مَجْهُولٌ، وَالسُّؤَالُ عَنْ هَذَا بِدْعَةٌ.
وَكَذَا قَالَتْ أُمُّ سَلَمَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا
📚 (تفسير القرطبي ٧/٢١٩ طبعة دار الكتب المصرية ١٩٦٤)
🌴🌴🌴🌴🌴🌴🌴🌴🌴🌴🌴
🌎 WhatsApp Salafy Cirebon
⏯ Channel Telegram || https://t.me/salafy_cirebon
🖥 Website Salafy Cirebon :
www.salafycirebon.com
📳 Menyajikan artikel faedah ilmiah