Bagi seorang mukmin, membuka lembaran-lembaran sejarah generasi terbaik ummat shahabat Rasulullah ﷺ adalah sebuah kebahagiaan. Membaca sejarah kehidupan mereka yang gemilang adalah salah satu sebab tumbuhnya kecintaan kepada manusia-manusia yang telah Allah pilih menyertai perjuangan Kekasih-Nya ﷺ.
Dalam sebuah hadits Rasulullah ﷺ bersabda:
آية الإيمان حبّ الأنصار و آية النفاق بغض الأنصار
“Termasuk tanda keimanan adalah mencintai shahabat Anshar dan termasuk tanda kemunafikan adalah membenci shahabat anshar.” [H.R. Al Bukhari].
Pembaca Qudwah rahimakumullah, di antara kemuliaan shahabat yang tertoreh dalam lembaran sejarah, mereka adalah generasi yang paling bersemangat dalam amal shalih. Hidup mereka pun dipenuhi dengan jihad dan perjuangan.
Kita tidak pernah lupa keteguhan iman dan kesabaran as-sabiqunal awwalin, seperti Bilal bin Rabah, Ammar bin Yasir beserta keluarganya. Siksaan musyrikin tidak meluluhkan semangat bahkan kecintaan kepada Allah dan Rasul semakin bertambah. Lembaran hijrah meninggalkan Makkah menuju Habasyah dan Madinah juga bukti ketegaran mereka, dan semangat luar biasa dalam memegang, mempertahankan, dan membela al-Haq.
Keteguhan iman, jihad dan semangat perjuangan terus berlangsung mengiringi perjalanan dakwahsang kekasih Allah , Muhammad ﷺ, hingga mendung kelabu meliputi Madinah bahkan bumi dengan wafatnya beliau ﷺ.
Semangat yang berkobar, terus memenuhi jiwa-jiwa shahabat sepeninggal Rasulullah ﷺ, mereka memahami bahwa risalah dakwah kini berpindah di atas pundak-pundak mereka.
Hal lain yang juga sangat penting, semangat shahabat bukan semangat tanpa ilmu atau semangat yang dilandasi ra’yu (akal dangkal) dan hawa nafsu, sebagaimana terjadi pada sekelompok manusia yang keluar dari jalan Ar-Rasul seperti kaum khawarij, sufi, atau lainnya.
Semangat shahabat adalah semangat yang terbimbing, semangat yang dibangun di atas ilmu, semangat yang dihiasi dengan ittiba’ (mencontoh) kepada Rasul ﷺ.
Mereka sangat memahami kewajiban meniti Islam sesuai dengan bimbingan Rasulullah ﷺ . Selalu terngiang dalam qalbu-qalbu mereka sabda Rasulullah ﷺ:
مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
“Barang siapa yang mengadaadakan sesuatu (amalan) dalam urusan (agama) kami yang bukan dari kami, maka (amalan) itu tertolak.” [H.R. Al Bukhari dan Muslim dari Aisyah radhiallahu ‘anha].
Dalam riwayat muslim, masih dari hadits Aisyah radhiallahu ‘anha Rasul bersabda:
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa melakukan suatu amalan yang tidak ada perintahnya dari kami, maka itu tertolak.”
Sebuah kisah mari kita renungkan untuk kita ambil pelajaran yang terkandung di dalamnya. Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu bekata:
جَاءَ ثَلَاثَةُ رَهْطٍ إِلَى بُيُوتِ أَزْوَاجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْأَلُونَ عَنْ عِبَادَةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمَّا أُخْبِرُوا كَأَنَّهُمْ تَقَالُّوهَا فَقَالُوا وَأَيْنَ نَحْنُ مِنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَا تَأَخَّرَ قَالَ أَحَدُهُمْ أَمَّا أَنَا فَإِنِّي أُصَلِّي اللَّيْلَ أَبَدًا وَقَالَ آخَرُ أَنَا أَصُومُ الدَّهْرَ وَلَا أُفْطِرُ وَقَالَ آخَرُ أَنَا أَعْتَزِلُ النِّسَاءَ فَلَا أَتَزَوَّجُ أَبَدًا فَجَاءَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَيْهِمْ فَقَالَ أَنْتُمْ الَّذِينَ قُلْتُمْ كَذَا وَكَذَا أَمَا وَاللَّهِ إِنِّي لَأَخْشَاكُمْ لِلَّهِ وَأَتْقَاكُمْ لَهُ لَكِنِّي أَصُومُ وَأُفْطِرُ وَأُصَلِّي وَأَرْقُدُ وَأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي
“(Suatu hari ), Tiga orang shahabat berkunjung ke rumah istri-istri Nabi ﷺ, mereka bermaksud menanyakan bagaimana ibadah Nabi ﷺ. (yang beliau lakukan di rumah, seperti shalat malam atau lainnya yang tidak ada yang melihatnya kecuali istri-istri Rasul).
Setelah mereka diberitahu (bagaimana ibadah Rasulullah ﷺ), seakan-akan mereka menganggap ibadah Nabi sedikit. (Karena memang Rasulullah tidak menggunakan semua malamnya untuk shalat, tidak pula menggunakan setiap harinya untuk berpuasa, beliau tunaikan hak-hak Allah, beliau tunaikan pula hak-hak keluarga, anak dan istri, serta hak badan untuk beristirahat).
Lalu mereka berkata, ‘Di manakah tempat kami dibandingkan dengan Nabi ﷺ? Beliau telah diampuni semua dosanya baik yang telah lalu maupun yang akan datang’. (Adapun kita tidak seperti beliau, maka seharusnya ibadah kita harus melebihi Rasulullah ﷺ).
Maka salah seorang di antara mereka berkata, ‘Kalau demikian saya akan shalat sepanjang malam (tanpa tidur) selamanya’.
Yang lain menimpali, ‘Saya pun selamanya akan berpuasa, sepanjang tahun dan tidak pernah satu hari pun tidak berpuasa’.
Yang lain lagi berkata, ‘Saya akan menjauhkan diri dari perempuan dan tidak akan menikahi wanita selamalamanya’.
(Sungguh semangat yang luar biasa, bukan sekedar ucapan namun azam yang kokoh untuk mereka buktikan)
(Berita mereka ini sampai kepada Rasulullah ﷺ. Lalu apakah Apa yang mereka azamkan adalah perkara yang dikehendaki Allah dan Rasul-Nya? Ternyata Islam tidak mengajarkan yang demikian itu. Sebaliknya, Islam mengajarkan agar manusia memberikan kepada masing-masing yang berhak, hak-hak mereka).
Datanglah Rasulullah ﷺ kepada mereka kemudian bersabda, ‘Kaliankah yang tadi berkata demikian dan demikian? Lalu beliau bersabda, ‘Demi Allah, sesungguhnya saya adalah orang yang paling takut dan paling bertakwa kepada Allah di antara kalian. Tetapi saya berpuasa dan berbuka, shalat malam dan tidur malam, dan saya juga menikah dengan perempuan. Barangsiapa yang benci terhadap sunnahku, maka ia tidak termasuk golonganku’.” [Muttafaq ‘alaih].
Dalam riwayat lain masih dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu beliau mengisahkan:
أنّ نفرا من أصحاب النبي صلى الله عليه و سلم سألو أزواج النبي صلى الله عليه و سلم عن عمله في السر فقال بعضهم لا أتزوج النساء وقال بعضهم لا آكل اللحم وقل بعصهم لا أنام على فراش فحمد الله وأثنى عليه فقال ما بال أفوام قال كذا وكذا لكني أصلي وأنام وأصوم وأفطر وأتزوج النساء فمن رغب عن سنتي فليس مني
“Serombongan shahabat Nabi ﷺ menanyakan perihal amalan Rasulullah ﷺ yang tersembunyi (di rumah beliau) kepada istri-istri Nabi ﷺ.
Maka berkatalah sebagian mereka, ‘Aku tidak akan menikahi wanita’, sebagian lain mengatakan, ‘Aku tidak akan memakan daging’, sebagian lagi mengatakan, ‘Aku tidak akan tidur di atas kasur’.
(Demi mendengar ucapanucapan tersebut) Rasulullah ﷺ memuji Allah dan menyanjungnya. Kemudian berseru, “Mengapa ada suatu kaum mengatakan demikian dan demikian, … akan tetapi aku shalat dan tidur, aku berpuasa dan terkadang tidak, dan aku menikahi wanita, maka barangsiapa membenci sunnahku ia bukan dari golonganku.” [H.R. Muslim].
Begitu mereka mendengar sabda ini, semangat mereka pun segera diluruskan. Sesuai dengan bimbingan syariat.
Kisah ini sekali lagi menunjukkan dua perkara penting.
Pertama: Shahabat adalah generasi yang memiliki semangat dalam kebaikan.
Kedua: Semangat shahabat adalah semangat yang terbimbing di atas syariat.
Tidak seperti kebanyakan manusia saat ini. Ketika mereka melakukan kebid’ahan, dengan penuh semangat. Bahkan rela mencurahkan segala kemampuan. Lalu saat datang peringatan, mereka terus di atas kebid’ahan dan tidak mempedulikan nasihat.
Berita Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, sangat ringkas, namun banyak pelajaran dan hikmah yang bisa kita petik. Yaitu berupa adab dan hukum-hukum. Di antara faedah kisah ini:
دخل النبي صلى الله عليه و سلم فإذا حبل ممدود بين الساريتين فقال ما هذا الحبل قال هذا حبل لزينب فإذا فترت تعلقت فقال النبي صلى الله عليه و سلم لا حلوه ليصال أحدكم نشاطه فإذا فترا فليقعد
“Nabi ﷺ masuk ke dalam masjid. Tiba-tiba beliau dapatkan seutas tali terpasang memanjang di antara dua tiang. Beliau pun bertanya, ‘Tali apakah ini?’ Para shahabat menjawab, ‘Tali ini dipasang oleh Zainab, jika dia merasa letih (dalam shalat) ia berpegangan dengan tali itu.’ Nabi ﷺ bersabda, ‘Lepaskanlah tali itu, seseorang di antara kalian hendaknya shalat dalam keadaan segar, bila ia merasa letih, tidurlah’.” [Muttafaq ‘alaih].
Perkara yang mubah bisa berubah menjadi perkara yang dibenci atau sunnah dengan niat.
قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
“Katakanlah (wahai Rasulullah), ‘Jika kalian (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku. Niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosa kalian.’ Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” [Q.S. Ali Imran : 31].
Alhamdulillahrabbil’alamin.
Al-Ustadz Abu Muhammad Rijal, Lc.
Majalah Qudwah : Edisi 02/2012 12