Tubuhku bergetar ketika membaca kata-kata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Saya terpukau dengan kebijaksanaannya yang penuh makna. Kutipan itu begitu sederhana, namun begitu dalam dan berkesan.
Rasa malu, menjadi penghalang seseorang dari melakukan perbuatan tercela. Inilah rasa malu yang terpuji. Namun, malu terkadang hanya berlaku ketika kita di hadapan orang yang dikenal. Ketika kita merasa tidak dikenal atau asing, rasa malu pun hilang. Seperti kata mutiara indah dari syaikhul islam ibnu Taimiyyah. Beliau mengatakan,
“Sungguh sekian banyak orang tercegah dari berbagai perbuatan tercela karena rasa malunya kepada orang yang dia kenal. Namun jika dia merasa asing (tidak ada yang mengenalnya), maka dia pun (tidak malu) melakukan segala yang dia inginkan.” [Majmu’ul Fataawa 15/138]
Lantas, apa artinya rasa malu dalam kehidupan sehari-hari kita? Rasa malu adalah sebuah bentuk kehormatan diri yang harus dipupuk. Ketika kita merasa malu, kita secara tidak langsung menunjukkan penghargaan kita terhadap diri sendiri dan juga orang lain.
Dalam konteks masyarakat, rasa malu dapat menghambat kita dari melakukan tindakan yang merugikan orang lain. Misalnya, kita tidak akan berbicara kasar atau mengeluarkan kata-kata yang tidak sopan ketika di hadapan orang yang kita hormati.
Namun, jika kita merasa tidak dikenal, maka kita mungkin tidak akan memedulikan orang-orang di sekitar kita dan melakukan apa saja yang kita inginkan, meskipun itu merugikan orang lain.
Mari kita renungkan kata-kata Ibnu Taimiyah ini. Kita semua memiliki tanggung jawab untuk memperkuat rasa malu dalam diri kita, terutama ketika di hadapan orang yang kita kenal. Dengan melakukan itu, kita akan lebih memperkuat kehormatan diri kita dan juga menghormati orang lain.
Mari kita jadikan rasa malu sebagai kunci dalam menjaga diri dari perbuatan tercela dan menjadi orang yang lebih baik. Sungguh benar sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam bahwa rasa malu merupakan bagian dari iman.