Salafy Temanggung
Salafy Temanggung oleh Abu Ubay Afa

kewajiban pertama seorang hamba

3 tahun yang lalu
baca 2 menit
Kewajiban Pertama Seorang Hamba

Kewajiban ini merupakan pondasi yang menjadi penentu diterima atau tidaknya amalan seorang hamba. Tanpanya berbagai amalan seorang hamba bagaikan debu tanpa makna. Apa kewajiban tersebut?

Mengesakan Allah subhanahu wa ta’ala dalam segala bentuk peribadatan atau yang sering disebut dengan tauhid. Tauhid adalah kewajiban pertama dan ibadah yang paling agung, Allah mewajibkan tauhid ini kepada manusia dan jin, sebagaimana dalam firman-Nya:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِنْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ

“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.” (Adz-Dzariyat: 56)

Makna “يعبدون” dalam ayat di atas adalah “يوحدون” yaitu untuk menauhidkan-Ku dalam beribadah.

Ibadah secara etimologi bahasa adalah merendah dan tunduk. Adapun secara syar’i, definisi ibadah adalah sebuah nama yang mencakup segala perkara yang Allah cintai dan ridhai, baik dalam bentuk ucapan dan perbuatan yang lahir maupun bathin.

Syaikh Shalih Al-Fauzan hafidzahullah menerangkan makna ayat ini secara global dalam Mulakhas Kitab Tauhid, “Allah subhanahu wa ta’ala menegaskan bahwa Dia tidaklah menciptakan manusia dan jin melainkan hanya untuk beribadah kepada-Nya. Sehingga ayat ini menerangkan rahasia di balik penciptaan kedua makhluk tersebut. Dan bukan maksudnya Allah mengharapkan bantuan dari mereka layaknya tuan mengharapkan dari budaknya untuk mencari rejeki dan makanan. Namun tiada lain Allah Ta’ala hanya menginginkan kemaslahatan bagi mereka.”

Oleh karena itu seorang hamba tidak boleh mempersembahkan shalat, puasa, haji, sembelihan, dan nazarnya kecuali hanya untuk Allah semata. Demikian halnya thawaf, berdoa, meminta pertolongan, istighatsah, meminta kesembuhan, memohon jodoh dan keturunan, mendatangkan manfaat serta menolak bala’ dan seterusnya. Semua itu hanya diperuntukkan bagi Allah semata. Karena itu adalah hak Allah Ta’ala, seorang hamba tidak diperkenankan memberikannya kepada siapapun kecuali Allah. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوٓا۟ إِلَّآ إِيَّاهُ

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia.” (Al-Isra’: 23).

اِنِ الۡحُكۡمُ اِلَّا لِلّٰهِ‌ؕ اَمَرَ اَلَّا تَعۡبُدُوۡۤا اِلَّا اِيَّاهُ‌ؕ ذٰلِكَ الدِّيۡنُ الۡقَيِّمُ وَلٰـكِنَّ اَكۡثَرَ النَّاسِ لَا يَعۡلَمُوۡنَ

“Keputusan itu hanyalah milik Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (Yusuf: 40)

Sehingga siapa saja yang memurnikan segala macam ibadahnya hanya kepada Allah. Maka, dia disebut dengan Muwahhid (Orang yang mengesakan Allah). Dan dia berhak mendapatkan jannah (surga) serta kekal di dalamnya selama-lamanya.

Sehingga, tauhid adalah barometer keabsahan amalan seorang hamba. Bila seorang kehilangan tauhid atau mengerjakan lawan dari tauhid (syirik). Maka, dia berada dalam bahaya besar, jika tidak segera bertaubat maka kesengsaran yang kekal abadi akan menimpanya.

Wallahu a’lam.

Oleh:
Abu Ubay Afa