Wafatnya para ulama tidak hanya berarti kehilangan tokoh agama yang dihormati, tetapi juga membawa konsekuensi yang serius bagi kaum muslimin. Rasulullah ﷺ pernah bersabda,
“Sesungguhnya Allah Ta’ala tidak mencabut ilmu dengan semerta-merta dari para hamba-Nya. Akan tetapi Allah mencabut ilmu dengan wafatnya para ulama. Ketika tidak tersisa lagi seorang ulama pun, maka manusia menjadikan orang-orang bodoh sebagai panutan. Mereka (orang-orang bodoh itu) ditanya lantas mereka berfatwa tanpa ilmu. Sehingga mereka sesat dan menyesatkan.” (HR. al-Bukhari dari Abdullah bin Amr radhiyallahu ‘anhu)
Ini menunjukkan betapa pentingnya peran ulama dalam menjaga kebenaran dan keberlanjutan ilmu. Allah tidak akan mencabut ilmu dengan seketika, tetapi ketika para ulama yang memegang pengetahuan dan pemahaman yang mendalam tentang agama meninggal dunia, pengetahuan itu ikut lenyap. Hal ini mengkhawatirkan, karena ketika tidak ada lagi ulama yang tersisa, masyarakat akan terpaksa mencari tokoh spiritual dan penasihat mereka di antara orang-orang bodoh.
Mengapa ini menjadi masalah? Karena orang bodoh, tanpa dasar pengetahuan yang memadai, akan memberikan fatwa dan nasihat yang salah. Mereka akan memberikan petunjuk yang sesat dan menyesatkan banyak orang. Tidak memiliki pemahaman yang mendalam tentang ajaran agama, mereka cenderung membuat kesalahan dalam memahami konteks dan hukum agama yang kompleks. Akibatnya, masyarakat akan terjerumus dalam praktik dan keyakinan yang keliru.
Ketika ulama tidak lagi hadir, sumber-sumber kebenaran dan panduan agama mulai memudar. Inilah saatnya kaum muslimin, yang mampu mewarisi ilmu dan melanjutkan tugas para pendahulunya, untuk tampil dan mengisi kekosongan tersebut. Mereka harus berusaha mempelajari ilmu agama dan mendalami pengetahuan agama dengan sungguh-sungguh, sehingga dapat menjaga warisan ilmu dan memimpin umat dengan kebijaksanaan yang benar.