Sahabat Qonitah, semoga Allah selalu menjaga Anda….
Pada permulaan masa Islam, anak angkat dinasabkan kepada ayah angkatnya. Kemudian, turunlah surat al-Ahzab ayat 5 yang menghapus kebiasaan tersebut dan memerintahkan agar nasab anak angkat dikembalikan kepada ayah kandungnya. Allah berfirman,
ٱدۡعُوهُمۡ لِأٓبَآئِهِمۡ هُوَ أَقۡسَطُ عِندَ ٱللَّهِۚ
“Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; itulah yang lebih adil di sisi Allah.”
Dahulu Zaid bin Haritsah adalah budak Rasulullah. Allah subhanahu wa ta’ala melimpahkan kenikmatan yang besar atasnya dengan memberinya hidayah kepada Islam dan mengikuti (mutaba’ah) Rasul-Nya. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam juga berjasa besar kepada Zaid. Beliau memerdekakannya dan menjadikannya sebagai anak angkat sehingga dia dipanggil Zaid bin Muhammad. Zaid bin Haritsah dijuluki kekasih Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam.
Ketika turun ayat di atas, nasab Zaid dikembalikan kepada ayah kandungnya, yaitu Haritsah.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam juga menikahkan Zaid dengan Zainab bintu Jahsy, putri bibi Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam yang bernama Umaimah bintu Abdil Muththalib.
Selang beberapa waktu dari pernikahan mereka, Zaid datang kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam mengadukan keadaan Zainab. Beliau pun menasihatinya agar mempertahankan rumah tangga mereka.
“Tahan terus istrimu dan bertakwalah kepada Allah”, anjur Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam.
Sebenarnya, di hati beliau timbul keinginan untuk menikahi Zainab. Namun, beliau menyembunyikannya karena khawatir orang-orang akan menggunjing bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam menikahi mantan istri anaknya.
Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata, “Seandainya Muhammad shalallahu ‘alaihi wassalam menyembunyikan sesuatu yang telah diwahyukan kepada beliau dalam Kitabullah, tentu beliau akan menyembunyikan ayat:
وَتُخۡفِي فِي نَفۡسِكَ مَا ٱللَّهُ مُبۡدِيهِ وَتَخۡشَى ٱلنَّاسَ وَٱللَّهُ أَحَقُّ أَن تَخۡشَىٰهُۖ
“…sedangkan kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, padahal Allah-lah yang lebih berhak untuk kamu takuti.” (al-Ahzab: 37) (HR. Muslim)
Tatkala Zaid telah menceraikan Zainab dan telah habis masa ‘iddah (menunggu) yang dijalani oleh Zainab, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam pun mengungkapkan keinginan beliau untuk menikahi Zainab kepada Zaid. Lalu Zaid datang menemui Zainab guna melamarkan Zainab untuk Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam. Saat itu, Zainab sedang memberi pengembang pada adonannya. Zainab berkata, “Saya tidak dapat memutuskan sesuatu pun sampai meminta pilihan kepada Allah (mengerjakan shalat istikharah).”
Lalu Zainab masuk ke tempat shalat yang ada di rumahnya.
Pada saat itu, turunlah surat al-Ahzab ayat 37. Allah berfirman,
زَوَّجۡنَٰكَهَا
“Kami (Allah) telah menikahkanmu (Muhammad) dengan Zainab.”
Allah-lah yang menjadi wali pernikahan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam dengan Zainab. Allah mewahyukan kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam agar menemui Zainab yang sudah Dia jadikan sebagai istri beliau tanpa wali dari keluarga Zainab, tanpa mahar, tanpa akad, dan tanpa saksi dari kalangan manusia.
Oleh karena itu, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam pun masuk menemui Zainab tanpa meminta izin terlebih dahulu. (HR. Muslim no. 1428. Lihat Tafsir Ibnu Katsir pada ayat ﮅ ﮆ ﮇ ﮈ ﮉ juz 6 hlm. 47)
Zainab bintu Jahsy sering membanggakan dirinya di hadapan istri-istri Nabi selainnya, “Kalian dinikahkan oleh keluarga-keluarga kalian, sedangkan aku dinikahkan oleh Allah dari atas tujuh langit.” (HR. al-Bukhari no. 7420 dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu)
Hikmah Pernikahan Ini
Hikmah pernikahan ini adalah sebagai penegasan dari Allah bahwa Dia membolehkan kaum mukminin menikahi mantan istri anak angkat mereka. Hal ini sebagaimana diterangkan oleh Allah dalam lanjutan surat al-Ahzab ayat 37,
لِكَيۡ لَا يَكُونَ عَلَى ٱلۡمُؤۡمِنِينَ حَرَجٞ فِيٓ أَزۡوَٰجِ أَدۡعِيَآئِهِمۡ إِذَا قَضَوۡاْ مِنۡهُنَّ وَطَرٗاۚ
“…supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk (mengawini) istri-istri anak-anak angkat mereka, apabila anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya dari istrinya.”
Perbuatan Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam menikahi Zainab menjadi contoh bagi umat beliau tentang bolehnya menikahi mantan istri anak angkat.
Catatan takdir telah menyebutkan bahwa Zainab akan menjadi salah seorang dari Ummahatul Mukminin. Segala yang telah ditakdirkan pasti terjadi dan tidak akan terelakkan.
Walimah Zainab dan Turunnya Ayat Hijab
Ketika menikah dengan Zainab, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam mengadakan walimah yang lebih baik dan lebih banyak daripada walimah istri-istri beliau lainnya. Saat walimah tersebut turunlah ayat hijab, yaitu surat al-Ahzab ayat 53.
Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu menceritakan secara panjang lebar kejadian tersebut sebagaimana diriwayatkan oleh Muslim no. 1428. Berikut ini kisah beliau.
Aku adalah orang yang paling mengetahui turunnya ayat hijab. Bahkan, Ubai bin Ka’ab pun bertanya kepadaku tentang kejadian itu.
Pada suatu pagi, Rasulullah menikah dengan Zainab bintu Jahsy di Madinah. Beliau mengundang para sahabat untuk menghadiri walimah pernikahan tersebut ketika hari sudah beranjak siang.
Ibuku, Ummu Sulaim, membuat makanan yang ditaruh di sebuah bejana, lalu menyuruhku membawanya kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam.
“Wahai Anas, bawalah ini kepada Rasulullah. Katakan kepada beliau, ‘Ibu mengutus saya kepada Anda untuk memberikan hidangan ini kepada Anda. Ibu juga mengucapkan salam untuk Anda’,” pesan ibu kepadaku. “Katakan juga kepada beliau, ‘Sesungguhnya hidangan dari kami ini hanya sedikit bagi Anda’.”
Aku pun segera pergi menemui Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam dan menyampaikan pesan ibuku kepada beliau.
“Letakkan hidangan itu,” kata Rasulullah kepadaku.
Kemudian, beliau berkata, “Pergilah dan undanglah fulan, fulan, dan fulan, dan siapa saja yang kamu jumpai.” Beliau menyebut nama beberapa orang.
Aku pun mengundang mereka dan siapa saja yang kujumpai.
Al-Ja’d Abu ‘Utsman (yang memberitakan kisah ini dari Anas) berkata, “Aku bertanya kepada Anas, ‘Berapa jumlah mereka?’ Anas menjawab, ‘Sekitar tiga ratus orang’.”
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam berkata kepadaku, “Wahai Anas, bawa ke sini bejana berisi makanan itu!”
Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam meletakkan tangan beliau di atas makanan itu lalu mendoakan kebaikan padanya. Beliau membaca bacaan-bacaan yang Allah menghendaki beliau untuk membacanya.
Tidak ada seorang pun yang kujumpai melainkan kuundang.
Para sahabat pun masuk sampai memenuhi bagian belakang masjid dan kamar-kamar.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda, “Duduklah melingkar sepuluh orang sepuluh orang, dan hendaknya setiap orang mengambil makanan terdekat yang ada di hadapannya.”
Mereka pun makan sampai merasa kenyang. Mereka bergantian keluar masuk. Sekelompok dari mereka keluar, lalu masuklah sekelompok yang lain, sampai semuanya ikut makan dan kenyang.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam berkata kepadaku, “Wahai Anas, angkatlah bejana itu!”
Aku pun mengangkatnya. Aku tidak tahu kapan makanan itu menjadi bertambah banyak, apakah ketika kuletakkan atau ketika kuangkat.
Pada acara walimah tersebut Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam juga menyembelih kambing dan menghidangkan untuk kami khubz (semacam roti tawar, makanan pokok orang Arab yang terbuat dari tepung) dan daging. Para sahabat yang hadir berbincang-bincang, sedangkan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam duduk dan istri beliau menghadapkan wajahnya ke arah tembok.
Setelah semua merasa kenyang, mereka pun pulang. Namun, ada sebagian sahabat yang masih tetap duduk-duduk sambil berbincang-bincang lama.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam merasa malu untuk mempersilakan mereka pulang. Beliau pun keluar dan membiarkan mereka tetap berada di dalam rumah. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam mendatangi kamar-kamar istri beliau dan mengucapkan salam kepada mereka, lalu kembali ke rumah.
Tatkala para sahabat yang masih di dalam rumah melihat kedatangan Rasulullah, mereka mulai merasa rikuh. Mereka pun segera keluar menuju pintu dan bubar seluruhnya, sedangkan saya masih duduk di dalam ruangan tersebut.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam masuk dan memasang hijab (penutup/pemisah ruangan) antara beliau dan aku. Kemudian, turunlah ayat hijab.
Keluarlah Rasulullah untuk membacakan ayat tersebut kepada mereka. Ayat tersebut adalah surat al-Ahzab ayat 53,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تَدۡخُلُواْ بُيُوتَ ٱلنَّبِيِّ إِلَّآ أَن يُؤۡذَنَ لَكُمۡ إِلَىٰ طَعَامٍ غَيۡرَ نَٰظِرِينَ إِنَىٰهُ وَلَٰكِنۡ إِذَا دُعِيتُمۡ فَٱدۡخُلُواْ فَإِذَا طَعِمۡتُمۡ فَٱنتَشِرُواْ وَلَا مُسۡتَٔۡنِسِينَ لِحَدِيثٍۚ إِنَّ ذَٰلِكُمۡ كَانَ يُؤۡذِي ٱلنَّبِيَّ فَيَسۡتَحۡيِۦ مِنكُمۡۖ وَٱللَّهُ لَا يَسۡتَحۡيِۦ مِنَ ٱلۡحَقِّۚ وَإِذَا سَأَلۡتُمُوهُنَّ مَتَٰعٗا فَسَۡٔلُوهُنَّ مِن وَرَآءِ حِجَابٖۚ ذَٰلِكُمۡ أَطۡهَرُ لِقُلُوبِكُمۡ وَقُلُوبِهِنَّۚ وَمَا كَانَ لَكُمۡ أَن تُؤۡذُواْ رَسُولَ ٱللَّهِ وَلَآ أَن تَنكِحُوٓاْ أَزۡوَٰجَهُۥ مِنۢ بَعۡدِهِۦٓ أَبَدًاۚ إِنَّ ذَٰلِكُمۡ كَانَ عِندَ ٱللَّهِ عَظِيمًا ٥٣
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian memasuki rumah-rumah Nabi kecuali apabila kalian diizinkan untuk makan tanpa menunggu-nunggu waktu masak (makanannya). Jika kalian diundang, masuklah. Apabila kalian selesai makan, keluarlah tanpa asyik memperpanjang percakapan. Sesungguhnya hal itu akan mengganggu Nabi lalu Nabi malu kepada kalian (untuk menyuruh kalian keluar), sedangkan Allah tidak malu (menerangkan) yang benar. Apabila kalian meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (istri-istri Nabi), mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hati kalian dan hati mereka. Tidak boleh kalian menyakiti (hati) Rasulullah dan tidak (pula) mengawini istri-istrinya selama-lamanya sesudah ia wafat. Sesungguhnya perbuatan itu amat besar (dosanya) di sisi Allah.”
Keutamaan Zainab bintu Jahsy
Di antara keutamaan Ummul Mukminin Zainab bintu Jahsy adalah kemandirian dan kedermawanan yang dimilikinya. Aisyah radhiyallahu ‘anha meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda kepada istri-istri beliau,
أَسْرَعُكُنَّ لِحَاقًا بِي أَطْوَلُكُنَّ يَدًا
“Orang yang paling cepat menyusulku di antara kalian adalah yang paling dermawan.”
Aisyah menceritakan bahwa istri-istri Nabi berlomba-lomba untuk berderma. Namun, Aisyah mengakui bahwa yang paling dermawan di antara mereka adalah Zainab. Ia biasa bekerja dengan tangannya sendiri dan bersedekah. (HR. Muslim no. 2452)
Wafat Zainab bintu Jahsy
Beliau wafat pada awal masa kekhalifahan (pemerintahan) Umar bin al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu.
Sumber bacaan: